FRI: Dunia Kampus dan Industri Masih Sering 'Berkonflik' soal Inovasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Proses 'perkawinan' antara Perguruan Tinggi (PT) dengan industri yang saat ini tengah didorong pemerintah belum sepenuhnya berjalan. Salah satunya karena masih ditemukannya konflik di antara keduanya dalam proses membangun ekosistem dan iklim inovasi bersama.
Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Arif Satria mengatakan, konflik antara perguruan tinggi dengan industri tersebut harus segera diselesaikan. Pemerintah diminta turun tangan dengan membentuk tim khusus menangani berbagai konflik antara kampus dengan industri. (Baca juga: Dihadapan Mahasiswa, Alumni IPB Ini Berkisah saat Jualan Kaset sampai Jadi Pejabat )
"Iya (perlu ada tim mediasi) dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dan ada dewan mediator yang bisa mediasi," kata Arif di Kemenko Pembangunan Manusia Kebudayaan (PMK), Jakarta, Kamis (12/11/2020).
Menurut Arif, saat ini kampus dan industri belum bisa menyatu sepenuhnya. Hal ini tak lepas dari munculnya banyak perbedaan prespektif inovasi di antara keduanya.
Dalam konflik itu misalnya, kerap terdengar jika inovator merasa satu produk inovasi yang dibuat telah cukup, namun industri masih merasa belum puas. Parahnya, adapula industri nakal yang hanya ingin membeli produk, padahal tujuan berinovasi adalah melakukan kolaborasi. (Baca juga: Ini Aplikasi Rancangan Mahasiswa ITS yang Banyak Raih Penghargaan )
"Jadi ini perlu ada mediasi. Saya mengusulkan pada pemerintah agar di salah satu ekosistem inovasi nasional itu ada lembaga inovasi yang secara nasional memediasi konflik antara kampus dengan industri," tambah Arif.
Apalagi, ke depan kampus akan membuka Science Techno Park (STP) untuk berinovasi. Dengan begitu akan semakin banyak inovasi kampus yang harus dihilirisasi kepada industri. "Sehingga, akan terjadi masalah-masalah di industri, misal masalah royalti, dan itu perlu mediator," sambungnya.
Karena melibatkan dua kementerian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek/BRIN) maka tim yang dibangun juga harus dikoordinasikan secara lintas kementerian. Dia pun sempat menyinggung program matching fund Kemendikbud yang melibatkan kampus dan industri. (Baca juga: Mahasiswa FTUI Juara 1 dan 2 Lomba Desain Inovasi Kapal Kesehatan )
"Nah matching fund ini sudah bagus membangun hubungan. Tapi kan ini ada soal dana dan pemanfaatan inovasi. Tapi pada saat yang sama, perlu ada mediator ketika ada konflik. Jadi tim ini sekaligus mengawasi, kontrol, audit dan monitor evaluasi (monev)," jelas Arif.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengajak para inovator memberikan sumbangsih bagi kemajuan bangsa dan negara. Menurutnya, talenta inovator dan peneliti yang mumpuni bisa memberi kontribusi bagi kemanusiaan dan kehidupan yang lebih baik di Indonesia.
"Indonesia membutuhkan lebih banyak lagi inovator di berbagai sektor yang sangat dibutuhkan masyarakat seperti pangan, energi, kesehatan, termasuk inovasi dalam manajemen, model bisnis, dan digitalpreneur," kata Jokowi dalam Pembukaan Inovasi Indonesia Expo 2020, Artificial Intelligence Summit 2020 dan Pemberian Anugerah Inovasi, Selasa (10/11).
Namun Jokowi menyadari, inovasi tak muncul begitu saja. Dalam menciptakan inovasi dibutuhkan pula ekosistem yang kondusif, agar inovator dan hasil inovasi terus bermunculan. "Maka kita harus terus memfasilitasi kerja sama antarstakeholder memperkuat multiple helix memperkuat kolaborasi antara para inovator dengan industri dengan pemerintah dan masyarakat," ungkapnya.
Lihat Juga: Mendikti Saintek Tunda Implementasi Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024 tentang Dosen
Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Arif Satria mengatakan, konflik antara perguruan tinggi dengan industri tersebut harus segera diselesaikan. Pemerintah diminta turun tangan dengan membentuk tim khusus menangani berbagai konflik antara kampus dengan industri. (Baca juga: Dihadapan Mahasiswa, Alumni IPB Ini Berkisah saat Jualan Kaset sampai Jadi Pejabat )
"Iya (perlu ada tim mediasi) dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dan ada dewan mediator yang bisa mediasi," kata Arif di Kemenko Pembangunan Manusia Kebudayaan (PMK), Jakarta, Kamis (12/11/2020).
Menurut Arif, saat ini kampus dan industri belum bisa menyatu sepenuhnya. Hal ini tak lepas dari munculnya banyak perbedaan prespektif inovasi di antara keduanya.
Dalam konflik itu misalnya, kerap terdengar jika inovator merasa satu produk inovasi yang dibuat telah cukup, namun industri masih merasa belum puas. Parahnya, adapula industri nakal yang hanya ingin membeli produk, padahal tujuan berinovasi adalah melakukan kolaborasi. (Baca juga: Ini Aplikasi Rancangan Mahasiswa ITS yang Banyak Raih Penghargaan )
"Jadi ini perlu ada mediasi. Saya mengusulkan pada pemerintah agar di salah satu ekosistem inovasi nasional itu ada lembaga inovasi yang secara nasional memediasi konflik antara kampus dengan industri," tambah Arif.
Apalagi, ke depan kampus akan membuka Science Techno Park (STP) untuk berinovasi. Dengan begitu akan semakin banyak inovasi kampus yang harus dihilirisasi kepada industri. "Sehingga, akan terjadi masalah-masalah di industri, misal masalah royalti, dan itu perlu mediator," sambungnya.
Karena melibatkan dua kementerian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek/BRIN) maka tim yang dibangun juga harus dikoordinasikan secara lintas kementerian. Dia pun sempat menyinggung program matching fund Kemendikbud yang melibatkan kampus dan industri. (Baca juga: Mahasiswa FTUI Juara 1 dan 2 Lomba Desain Inovasi Kapal Kesehatan )
"Nah matching fund ini sudah bagus membangun hubungan. Tapi kan ini ada soal dana dan pemanfaatan inovasi. Tapi pada saat yang sama, perlu ada mediator ketika ada konflik. Jadi tim ini sekaligus mengawasi, kontrol, audit dan monitor evaluasi (monev)," jelas Arif.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengajak para inovator memberikan sumbangsih bagi kemajuan bangsa dan negara. Menurutnya, talenta inovator dan peneliti yang mumpuni bisa memberi kontribusi bagi kemanusiaan dan kehidupan yang lebih baik di Indonesia.
"Indonesia membutuhkan lebih banyak lagi inovator di berbagai sektor yang sangat dibutuhkan masyarakat seperti pangan, energi, kesehatan, termasuk inovasi dalam manajemen, model bisnis, dan digitalpreneur," kata Jokowi dalam Pembukaan Inovasi Indonesia Expo 2020, Artificial Intelligence Summit 2020 dan Pemberian Anugerah Inovasi, Selasa (10/11).
Namun Jokowi menyadari, inovasi tak muncul begitu saja. Dalam menciptakan inovasi dibutuhkan pula ekosistem yang kondusif, agar inovator dan hasil inovasi terus bermunculan. "Maka kita harus terus memfasilitasi kerja sama antarstakeholder memperkuat multiple helix memperkuat kolaborasi antara para inovator dengan industri dengan pemerintah dan masyarakat," ungkapnya.
Lihat Juga: Mendikti Saintek Tunda Implementasi Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024 tentang Dosen
(mpw)