Pandemi Belum Mereda, Blended Learning Dianggap Metode Pembelajaran Terbaik
loading...
A
A
A
BANDUNG - Di tengah kondisi pandemi COVID-19 yang belum mereda, sistem pembelajaran dengan menggunakan metode blended learning masih dianggap sebagai pilihan terbaik bagi anak-anak.
Hal yang perlu diingat, sistem pembelajaran blended learning yakni bukan berarti para siswa hanya belajar secara dalam jaringan (daring) atau online saja, namun juga digabungkan dengan sistem tatap muka.
"Di masa pandemi ini, banyak yang menawarkan pembelajaran dengan menggunakan teknologi sebagai media ajar, tetapi tidak banyak yang mengintegrasikan antara teknologi dengan pedagogi atau metode ajar yang baik," ujar Kepala Sekolah Murid Merdeka (SMM), Laksmi Mayesti dalam keterangan resminya, Jumat (16/7/2021).
Menurut Laksmi, sistem blended learning sendiri telah dianut oleh SMM sejak sebelum pandemi menghantam Indonesia dengan menggabungkan pembelajaran daring dan tatap muka langsung.
Laksmi mengatakan, melalui metode pembelajaran blended learning, setiap pengajar di SMM didorong untuk selalu mengembangkan kreativitasnya, agar anak-anak atau peserta didik dapat berinteraksi secara terbuka baik kepada guru maupun teman-temannya.
Interaksi yang terbuka tersebut, menurutnya, juga akan menjadi benefit bagi orang tua peserta didik ataupun mereka yang akan mendaftarkan anaknya di SMM pada tahun ajaran 2021.
"Sehingga, orang tua bisa mengetahui perkembangan anaknya dengan terlibat secara langsung tanpa harus merasa terbebani karena seolah-olah sistem pembelajaran daring cenderung hanya memberatkan orang tua dan anak-anak," jelasnya.
Di sisi lain, kata Laksmi, metode pembelajaran blended learning yang ditawarkan pihaknya menguntungkan peserta didik dan orang tua, baik dari segi kualitas dengan kurikulum pendidikan terbaik, akses pembelajaran yang fleksibel berkat pemanfaatan teknologi informasi, serta biaya yang terjangkau untuk seluruh anak Indonesia.
Hingga saat ini, murid-murid SMM tersebar mulai dari Aceh hingga Papua. Bahkan, agar akses untuk masyarakat semakin luas, pada tahun ajar 2021, SMM akan menginisiasi pembukaan lokasi pembelajaran luar jaringan (offline) di delapan kota, yaitu Jakarta Selatan, Tangerang Selatan, Depok, Bogor, Bekasi, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
"Kami membuka periode pendaftaran sampai 21 Juli untuk semua tingkatan, mulai dari PAUD hingga SMA kelas 12. Namun, masyarakat tetap bisa mengikuti pendaftaran dan ikut kelas setelah tanggal 21 Juli," kata Laksmi.
Mella, salah satu orang tua siswa SMM mengakui, metode pembelajaran blended learning yang diterapkan cukup membantu anaknya dalam mengembangkan passion skill-nya yang lain, yaitu coding.
Di samping itu, fleksibilitas dari SMM juga membuat anaknya mampu memiliki life skill untuk bertanggung jawab atas jam belajar yang dipilih.
"Terbukti, karena anak saya memilih jam belajar yang dia inginkan, dia tidak ada keterpaksaan untuk sekolah dan bahkan semenjak di SMM sudah sedikit sekali intervensi saya sebagai orang tua untuk menyuruh anak saya sekolah karena dia menjadi mandiri," kata Mella.
Mella melanjutkan, meskipun mata pelajaran yang diajarkan di SMM lebih sedikit dibandingkan dengan sekolah lainnya, namun tidak serta-merta malah menurunkan kualitas yang diberikan.
Menurutnya, anak-anak bukanlah robot yang harus menyerap semua pelajaran yang belum tentu dapat diserap mereka dan sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
"Bagi saya, sekolah harus menyesuaikan kebutuhan anak, knowledge anak, tapi harus sesuai usia, kompetensi, dan manfaatnya. Kalau di SMM seperti ada social project," katanya.
Hal yang perlu diingat, sistem pembelajaran blended learning yakni bukan berarti para siswa hanya belajar secara dalam jaringan (daring) atau online saja, namun juga digabungkan dengan sistem tatap muka.
"Di masa pandemi ini, banyak yang menawarkan pembelajaran dengan menggunakan teknologi sebagai media ajar, tetapi tidak banyak yang mengintegrasikan antara teknologi dengan pedagogi atau metode ajar yang baik," ujar Kepala Sekolah Murid Merdeka (SMM), Laksmi Mayesti dalam keterangan resminya, Jumat (16/7/2021).
Menurut Laksmi, sistem blended learning sendiri telah dianut oleh SMM sejak sebelum pandemi menghantam Indonesia dengan menggabungkan pembelajaran daring dan tatap muka langsung.
Laksmi mengatakan, melalui metode pembelajaran blended learning, setiap pengajar di SMM didorong untuk selalu mengembangkan kreativitasnya, agar anak-anak atau peserta didik dapat berinteraksi secara terbuka baik kepada guru maupun teman-temannya.
Interaksi yang terbuka tersebut, menurutnya, juga akan menjadi benefit bagi orang tua peserta didik ataupun mereka yang akan mendaftarkan anaknya di SMM pada tahun ajaran 2021.
"Sehingga, orang tua bisa mengetahui perkembangan anaknya dengan terlibat secara langsung tanpa harus merasa terbebani karena seolah-olah sistem pembelajaran daring cenderung hanya memberatkan orang tua dan anak-anak," jelasnya.
Di sisi lain, kata Laksmi, metode pembelajaran blended learning yang ditawarkan pihaknya menguntungkan peserta didik dan orang tua, baik dari segi kualitas dengan kurikulum pendidikan terbaik, akses pembelajaran yang fleksibel berkat pemanfaatan teknologi informasi, serta biaya yang terjangkau untuk seluruh anak Indonesia.
Hingga saat ini, murid-murid SMM tersebar mulai dari Aceh hingga Papua. Bahkan, agar akses untuk masyarakat semakin luas, pada tahun ajar 2021, SMM akan menginisiasi pembukaan lokasi pembelajaran luar jaringan (offline) di delapan kota, yaitu Jakarta Selatan, Tangerang Selatan, Depok, Bogor, Bekasi, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
"Kami membuka periode pendaftaran sampai 21 Juli untuk semua tingkatan, mulai dari PAUD hingga SMA kelas 12. Namun, masyarakat tetap bisa mengikuti pendaftaran dan ikut kelas setelah tanggal 21 Juli," kata Laksmi.
Mella, salah satu orang tua siswa SMM mengakui, metode pembelajaran blended learning yang diterapkan cukup membantu anaknya dalam mengembangkan passion skill-nya yang lain, yaitu coding.
Di samping itu, fleksibilitas dari SMM juga membuat anaknya mampu memiliki life skill untuk bertanggung jawab atas jam belajar yang dipilih.
"Terbukti, karena anak saya memilih jam belajar yang dia inginkan, dia tidak ada keterpaksaan untuk sekolah dan bahkan semenjak di SMM sudah sedikit sekali intervensi saya sebagai orang tua untuk menyuruh anak saya sekolah karena dia menjadi mandiri," kata Mella.
Mella melanjutkan, meskipun mata pelajaran yang diajarkan di SMM lebih sedikit dibandingkan dengan sekolah lainnya, namun tidak serta-merta malah menurunkan kualitas yang diberikan.
Menurutnya, anak-anak bukanlah robot yang harus menyerap semua pelajaran yang belum tentu dapat diserap mereka dan sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
"Bagi saya, sekolah harus menyesuaikan kebutuhan anak, knowledge anak, tapi harus sesuai usia, kompetensi, dan manfaatnya. Kalau di SMM seperti ada social project," katanya.
(mpw)