Dirjen Pendidikan Vokasi Tawarkan Konsep Link and Match kepada Industri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sinergi antara pendidikan vokasi dan industri amat penting dalam peningkatan kapasitas serta kualitas SDM yang dihasilkan. Saat ini, koneksi antara keduanya belum begitu optimal. Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah penguatan konsep link and match kepada pelaku industri.
Pernyataan tersebut diungkapkan Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi), Wikan Sakarinto dalam sebuah Webinar Series bertajuk Sinergi Ekosistem Riset Terapan sebagai Jembatan Vokasi dan Industri, Jumat (16/7).
Dia menjelaskan bahwa konsep link and match ini terdiri dari 8 standar. Pertama, kurikulum disusun bersama. Wikan mengaku, kurikulum akan di refom agar lebih berat pada pembentukan karakter dan soft skill daripada hardskill.
“Hardskill dan produktif iya, tetapi kita dikeluhkan karena lulusan kita kurang komunikasi, kurang mampu menghadapi tekanan dunia kerja, kita akan fokuskan kalau kita menyusun kurikulum bersama dengan industri itu soft skill karakternya kuat, hardskill akan otomatis kuat,” jelas dia melalui keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (17/7).
Selanjutnya, pembelajaran berbasis project riil dari dunia kerja (PBL). Tujuannya adalah untuk memastikan hard skill akan disertai soft skill dan karakter yang kuat.
Ketiga, jumlah dan peran guru, dosen, instruktur dari industri dan ahli dari dunia kerja, ditingkatkan secara signifikan sampai minimal mencapai 50 jam per semester, per program studi.
"Jadi, dosen-dosen dari Kadin harus rutin kita hadirkan di kelas. Sejak semester satu, anak-anak kita sudah diekspos dengan kondisi nyata," tambah Wikan.
Poin keempat merupakan optimalisasi magang atau praktik kerja di industri atau dunia kerja. Menurutnya minimal dirancang 1 semester sejak awal. “Jangan sampai langsung lompat ke nomor empat, sedangkan poin 2 dan 3 belum kita lakukan,” tutur Wikan.
Pernyataan tersebut diungkapkan Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi), Wikan Sakarinto dalam sebuah Webinar Series bertajuk Sinergi Ekosistem Riset Terapan sebagai Jembatan Vokasi dan Industri, Jumat (16/7).
Dia menjelaskan bahwa konsep link and match ini terdiri dari 8 standar. Pertama, kurikulum disusun bersama. Wikan mengaku, kurikulum akan di refom agar lebih berat pada pembentukan karakter dan soft skill daripada hardskill.
“Hardskill dan produktif iya, tetapi kita dikeluhkan karena lulusan kita kurang komunikasi, kurang mampu menghadapi tekanan dunia kerja, kita akan fokuskan kalau kita menyusun kurikulum bersama dengan industri itu soft skill karakternya kuat, hardskill akan otomatis kuat,” jelas dia melalui keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (17/7).
Selanjutnya, pembelajaran berbasis project riil dari dunia kerja (PBL). Tujuannya adalah untuk memastikan hard skill akan disertai soft skill dan karakter yang kuat.
Ketiga, jumlah dan peran guru, dosen, instruktur dari industri dan ahli dari dunia kerja, ditingkatkan secara signifikan sampai minimal mencapai 50 jam per semester, per program studi.
"Jadi, dosen-dosen dari Kadin harus rutin kita hadirkan di kelas. Sejak semester satu, anak-anak kita sudah diekspos dengan kondisi nyata," tambah Wikan.
Poin keempat merupakan optimalisasi magang atau praktik kerja di industri atau dunia kerja. Menurutnya minimal dirancang 1 semester sejak awal. “Jangan sampai langsung lompat ke nomor empat, sedangkan poin 2 dan 3 belum kita lakukan,” tutur Wikan.