Gandeng Hampir 20 Negara, Untar Gelar Konsorsium dan Konferensi Internasional

Jum'at, 13 Agustus 2021 - 12:11 WIB
loading...
Gandeng Hampir 20 Negara, Untar Gelar Konsorsium dan Konferensi Internasional
Universitas Tarumanagara menggelar Konferensi Internasional terbesar secara daring pada 5-6 Agustus 2021.
A A A
JAKARTA - Universitas Tarumanagara (Untar) menggelar konferensi internasional terbesar yang terdiri dari; Tarumanagara International Conference on the Applications of Social Sciences and Humanities (TICASH), Tarumanagara International Conference on the Applications of Technology and Engineering (TICATE), Tarumanagara International Conference on the Medicine and Health (TICMIH), sekaligus Konsorsium Bidang Hukum, Psikologi, dan Kesehatan yang menjadi program Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah (LLDIKTI III), pada 5-6 Agustus secara daring.

Pandemi bukan menjadi penghalang bagi para peneliti, akademisi, dan mahasiswa untuk bertemu membahas permasalahan-permasalahan dunia yang akhir-akhir ini terjadi. Mencari solusi untuk keberlangsungan hidup masyarakat dalam menghadapi dampak pandemi yang menghantam segala aspek kehidupan, menjadi tujuan diselenggarakannya perhelatan besar tersebut.

Sekitar 650 lebih karya penelitian, berasal dari hampir 20 negara di dunia, disampaikan dan didiskusikan dalam konferensi dan konsorsium. Hal ini menjadi bukti, bahwa sesungguhnya seluruh masyarakat dunia, khususnya yang tergabung dalam dunia pendidikan, peduli dan ingin berperan secara nyata sesuai keahlian, dalam penanganan pasca Covid-19.

Rektor Untar Prof. Agustinus Purna Irawan menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah mengulurkan dukungan sehingga acara ini dapat terselenggara.
Gandeng Hampir 20 Negara, Untar Gelar Konsorsium dan Konferensi Internasional

Kepala LLDIKTI III Prof. Agus Setyo Budi

"Konferensi dan konsorsium yang telah mengumpulkan sekitar 650 karya ilmiah dari para peneliti yang datang dari berbagai negara seperti Australia, Republik Ceko, Jerman, Jepang, Malaysia, Swedia, Inggris, Timor Leste, Singapura, China, Taiwan, Thailand, Jamaika, Filipina, India, Kenya, Jordan, dan pastinya Indonesia, membuktikan bahwa dunia pendidikan tinggi memiliki peran untuk mengatasi masalah khususnya memberikan solusi dalam menghadapi dampak pandemi Covid- 19 yang berkepanjangan. Semoga kontribusi yang diberikan sesuai bidang ilmu dapat mengubah dunia menjadi lebih baik,” ujarnya.

Secara khusus para Rektor dari berbagai universitas di lingkungan LLDIKTI III yang tergabung dalam konsorsium, turut menyampaikan ucapan terima kasih kepada Untar yang telah bersedia menjadi tuan rumah dan menaruh harapan besar kepada para akademisi dan mahasiswa untuk terus berkarya serta berperan memperbaiki kehidupan masyarakat.

Rektor Universitas Esa Unggul Arief Kusuma Among Praja, Rektor Universitas Gunadarma Prof. E.S. Margianti, Rektor Universitas Krida Wacana Wani Devita Gunardi, Rektor Universitas Pancasila Prof. Edie Toet Hendratno, Rektor Universitas Pelita Harapan Jonathan L. Parapak, Rektor Universitas Persada Y.A.I. Prof. Sri Astuti Indriyati, Rektor Universitas Trisakti Prof. Kadarsah Suryadi, dan Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Prof. Gunawan Suryoputro yang diwakili oleh Dekan Fakultas Psikologi Anisia Kumala Masyhadi.

Kepala LLDIKTI III Prof. Agus Setyo Budi dalam sambutannya menyampaikan bahwa Covid-19 telah memberikan efek signifikan terhadap kesehatan global dan ekonomi dunia. “Melalui konferensi dan konsorsium ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap tantangan-tantangan yang akan datang dalam era teknologi yang disruptif ini," ucapnya.

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham Prof. Widodo Ekatjahjana, mewakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly yang berhalangan hadir, menyampaikan bahwa Kemenkumham mengapresiasi inisiatif yang dilakukan Untar dalam mengorganisir acara yang sangat relevan terhadap situasi saat ini.
Gandeng Hampir 20 Negara, Untar Gelar Konsorsium dan Konferensi Internasional

Prof. Lenin Gopal dari Curtin University


“Semoga konferensi ini dapat memberikan pertukaran pandangan untuk kemasyarakatan yang lebih baik dengan mengikuti peraturan hukum yang berlaku,” ujarnya.

Diawali pemaparan narasumber bidang kesehatan Prof. Tania Sorrell dari University of Sydney Australia, membahas tentang Long Covid-19 di Indonesia dan Australia. Tania menjelaskan bagaimana mengenali Long Covid-19 dan gejala-gejala yang dialami pasien.

“Cara penanganannya adalah menggunakan treatment pengobatan yang menargetkan virus tersebut, menekan permasalahan respon imun, dan mencegah komplikasi yang dapat membahayakan nyawa pasien,” tuturnya.

Dibahas pula jenis-jenis vaksin yang sudah ada di dunia, efektivitasnya, serta tantangan terhadap vaksin, hingga bagaimana vaksin dapat mencegah risiko yang dihadapi manusia.

Erni Juwita Nelwan, ahli bidang internal medicine and tropical infectious disease, menjelaskan sejarah penyakit-penyakit menular yang pernah menjangkit masyarakat dunia seperti malaria, demam berdarah, difteri, Ebola Virus, Zika Virus dan sebagainya serta bagaimana manusia berperan dalam transmisi penyakit tersebut.

“Semoga melalui sesi ini saya bisa memberikan gambaran luas terhadap risiko penyakit menular yang dapat muncul sewaktu-waktu," tuturnya.

Pembicara bidang Teknik Prof. Lenin Gopal dari Curtin University membahas Internet of Things (IoT). Internet banyak sekali digunakan di dunia sehingga dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang terus berkembang.

Prof. Benny Tjahjono dari Coventry University Inggris menambahkan yang membahas topik Circular Economy and Supply Chain. Mengawali presentasinya, dijelaskan bahwa Supply Chain mulai dari pemasok hingga konsumen yang terlihat sederhana menjadi kompleks akibat faktor-faktor yang ada di pasar, menjadi penting.
Gandeng Hampir 20 Negara, Untar Gelar Konsorsium dan Konferensi Internasional

Prof. Tania Sorrell dari University of Sydney Australia

“Secara lengkap Supply Chain merupakan sebuah proses yang terdiri dari tiga atau lebih perusahaan yang terhubung oleh satu atau lebih alur upstream dan downstream sebuah produk, servis, keuangan, serta informasi dari pemasok ke konsumen. Perlu memperhatikan supply dan demand untuk memperoleh total biaya rendah dan pengiriman yang tercepat,” ucapnya.

Dia menambahkan permasalahan yang terjadi di masa sekarang adalah keterlambatan produksi dan pengiriman, sebagai contoh seperti yang terjadi di Terusan Suez.

Circular Economy yang membangun circularity yang restorative dan regenerative dapat dicapai melalui pengurangan konsumsi material mentah, mengarahkan tujuan untuk menjaga produk bernilai dan memiliki utilitas tinggi. Memaksimalkan recirculation dan meminimalisasi sisa-sisa barang yang dapat berakhir di pembuangan akhir. Jadi, mari lakukan yang terbaik bagi konsumen serta bagi planet ini.

Sesi dilanjutkan dengan narasumber bidang Psikologi, Assoc. Prof. Md Azalanshah Bin MD Syed dari University of Malaya Malaysia yang membahas tentang “Narrative of Malaysian Modernity”.

"Modernisasi di Malaysia, budaya popular yang menghampiri Malaysia membuat munculnya kecenderungan untuk mengikuti budaya barat sementara budaya itu belum tentu cocok untuk kehidupan sosial Malaysia,” ujarnya.

Sementara itu Covid-19 yang merebak juga memberi dampak yang besar terhadap perempuan di Malaysia dimana perempuan dituntut untuk terus di rumah melakukan pekerjaan pekerjaan rumah tangga yang semakin menumpuk.

Drama-drama yang terpengaruh ajaran keagamaan juga membentuk sebuah konstruksi dimana image seorang perempuan dipertahankan untuk mengikuti bentuk tradisional budaya Malaysia.

“Dan di waktu yang bersamaan, penggambaran perempuan menunjukan akan adanya debat dan narasi tanpa ujung tentang ketidaksetaraan gender di dalam Malaysia yang modern,” kata Azalanshah.

Pembicara Assoc. Prof. Monty P. Satiadarma, Guru Besar Psikologi Untar, membahas tentang transformasi kehidupan edukasi dan work-life setelah Covid-19. Pembahasan diawali dengan bagaimana manusia terus melakukan transformasi berkali-kali tanpa sadar akibat keadaan dan pengalaman yang menimpa, gaya hidup terbentuk oleh keluarga dan lingkungan dimana manusia bertumbuh, hingga Covid-19 yang telah mengubah hidup manusia secara besar-besaran.

Dalam sesi ini pembicara membagikan berbagai cara mengantisipasi keadaan saat ini dan bagaimana menjadi kuat dalam menghadapinya seperti mengasah pemikiran kritis, menjadi toleran dengan orang lain, dan menjaga protokol sehingga bisa memberikan rasa safety buat orang lain, serta mengambil tanggung jawab menangani pandemi ini,” jelasnya.

Disaat yang bersamaan, konsorsium bidang hukum juga mengundang pembicara di bidang hukum Abdul Kadir yang membahas tentang Diplomasi Indonesia terhadap Human Trafficking. Abdul mengatakan bahwa human trafficking adalah hal yang terjadi secara terorganisir, merupakan sebuah ancaman terhadap keamanan.

“Perlu adanya kerjasama untuk memerangi tindakan yang merendahkan kemanusiaan dengan protokol yang memiliki tiga elemen inti yaitu mencegah, menekan, dan berefek jera,” ujarnya.

Kemudian pembicara kedua Prof. Eddy Pratomo membahas masa depan hukum di dalam periode transisi informasi teknologi dan new normal di Indonesia. Teknologi informasi memanglah menjadi jawaban dalam menghadapi permasalahan di era ini, dan pembicara mengatakan bahwa paradigma lama pun semakin tergeser dengan paradigma yang baru di masa ini. Pembicara mengatakan edukasi ilmu hukum tidak terlepas dari hal ini dan perlu ada metode untuk mempertahankan edukasi ilmu hukum secara berkelanjutan.

“Metode yang bisa dijalankan adalah metode MESIN yaitu Mobilise Resource untuk memaksimalkan efektifitas dan efisiensi SDM, Evaluate outcome, Sustain & Deepen Lecturer Professional Development untuk menciptakan dosen yang profesional dan berpengertian mendalam terhadap kurikulum baru maupun turut berkontribusi merancangnya, Innovate dalam artian berani menciptakan dan mencoba hal baru, dan Never Say No To Change,” ucapnya.

Menutup acara, Prof. Stefan Koos mengangkat topik yang tidak kalah menarik yaitu tentang bagaimana teknologi bisa menggantikan hukum dalam digitalisasi 5.0. Pembicara mengatakan bahwa perkembangan teknologi yang secara bersamaan terjadi di berbagai belahan dunia ini mengubah beberapa aspek krusial atas dibuatnya sebuah kontrak juga semakin mendisrupsi hal- hal yang sebelumnya diatur negara.

“Hukum perdata dapat kehilangan dasar konstitusionalnya dengan adanya disurpsi,” ucapnya. CM
(ars)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1653 seconds (0.1#10.140)