Membaca Narasi Sejarah yang Mengerdilkan Peran Soekarno sebagai Penggagas Pancasila

Kamis, 30 September 2021 - 05:18 WIB
loading...
A A A
Padahal, naskah pidato 21 halaman itu sebenarnya bukanlah pidato Yamin yang disampaikan pada 29 Mei 1945. Naskah itu adalah rancangan Pembukaan UUD 1945 yang dibuat Yamin atas perintah Sukarno yang juga bersumber dari pidato 1 Juni. Sayangnya, naskah itu ditolak oleh Panitia Sembilan karena terlalu panjang.

Fakta ini dikuatkan oleh buku Uraian Pancasila yang disusun oleh Panitia Lima. Panitia Lima beranggotakan Moh. Hatta, A.A. Maramis, Ahmad Subardjo, Sunario, dan A.G. Pringgodigdo. Dalam Uraian Pancasila, dengan jelas disebutkan bahwa Pancasila lahir dari pidato Sukarno 1 Juni 1945. Selain itu, Hatta juga memberi kesaksian dalam bukunya Memoir.

“Nah kata Bung Hatta, ternyata draft Pembukaan Undang-Undang Dasar yang ditulis atas perintah Bung Karno sebagai Ketua Panitia Sembilan itu masih disimpan oleh Yamin sejak tahun ‘45 lalu kemudian diterbitkan tahun ‘59 sebagai pengganti notulensi pidato Pak Yamin yang asli,” jelas Syaiful.

Penggantian naskah pidato Yamin inilah yang memanipulasi kronologi sejarah lahirnya Pancasila. Sementara, notulen pidato asli Yamin pada 29 Mei 1945 sampai sekarang belum ditemukan setelah dipinjam Yamin dari A.G. Pringgodigdo. Padahal, notulen selain mengenai pidato Yamin kini telah ditemukan dan disimpan di Arsip Nasional RI.

Sejarawan dan Ahli Peneliti Utama LIPI Dr. Asvi Warman Adam menjelaskan, rekayasa sejarah lahirnya Pancasila berlangsung sejak awal Orde Baru untuk mengecilkan jasa Soekarno dan melebih-lebihkan peran Soeharto.

Dikutip dari laman resmi LIPI, Asvi menyebut bahwa hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan peluang bagi pendukung ajaran Soekarno tampil di kancah politik nasional, selain juga memberi legitimasi historis kepada Jenderal Soeharto.

Yang publik ketahui kini, setiap tanggal 1 Juni selalu diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila. Pemerintah secara rutin menggelar upacara kenegaraan, yang dihadiri oleh Presiden beserta jajarannya. Upacara juga tak lewat dilaksanakan di masa pandemi Covid-19, meskipun harus secara daring.

Selebrasi tersebut sangat kontras dengan sejarah bangsa ini yang pernah melarang peringatan lahirnya Pancasila sejak 1 Juni 1970. Pada tahun sama, yakni pada tanggal 22 Juni, Bung Karno pun berpulang.

Sejarawan Asvi mengutip ungkapan ahli sejarah asal Perancis, Jacques Leclerc yang mengatakan bahwa pada hakikatnya, Bung Karno telah dibunuh dua kali.

Secara fisik, Soekarno dalam status “tahanan rumah” tidak dirawat sebagaimana mestinya, sehingga kesehatannya terus memburuk dan akhirnya meninggal, sedangkan pemikirannya dilarang untuk didiskusikan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2127 seconds (0.1#10.140)