Universitas Brawijaya Kembangkan Sistem Budidaya Melon Berbasis IoT

Senin, 25 Oktober 2021 - 20:03 WIB
loading...
Universitas Brawijaya Kembangkan Sistem Budidaya Melon Berbasis IoT
Universitas Brawijaya (UB). Foto/Dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Universitas Brawijaya (UB) mengembangkan sistem pertanian presisi berdasarkan Internet of Thing untuk budidaya tanaman Melon. Diberi nama Drip Irrigation System yang saat ini diterapkan pada kebun Melon Agro Techno Park, Jatikerto Kabupaten Malang, Jatim.

Hasil inovasi dari Eka Maulana bersama UB Tech dan tim ATP UB itu mengembangkan teknologi yang menggunakan metode penyiraman bermodelkan sistem tetes (drip) yang dikendalikan berdasarkan kadar air dari media tanam.



“Secara logika ketika tanah kering maka sistem drip ini aktif. Berapa kadar air dalam media itu kapan sistem drip itu aktif itu data dan informasi terkait mekanisme dikirim melalui koneksi IoT. Secara prinsip yang sudah diterapkan air dengan tambahan nutrisi saja,” kata Eka melansir laman resmi UB di ub.ac.id, Senin (25/10/2021).

Eka yang menjadi pembimbing tim ini menjelaskan, sistem tersebut tidak hanya bisa digunakan untuk Irigasi tapi bisa digunakan untuk deteksi lain termasuk kebutuhan nutrisi, pencahayaan, suhu, serta kelembaban green house kebun Melon tersebut.

“Dalam prosesnya, sistem drip irrigation bekerja sesuai kebutuhan nutrisi masing-masing tanaman yang akan diairi. Bukan sekadar seberapa banyak dia mengairi tanaman tapi disesuaikan dengan usia tanaman. Pengendalian sistem ini termonitor dari segi waktu dan variabel data yang sudah terekam dengan baik,” katanya.



Manager Pertanian dan Pengembangan ATP Suyadi mengatakan, proses pemberian nutrisi melalui air yang dialirkan ke media pada tanaman secara berkala tersebut diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman.

“Dalam sehari bisa dilakukan sebanyak 5 sampai 10 kali. Sehingga dengan teknologi itu kita tidak perlu secara manual memberikan nutrisinya. Bisa ditinggal untuk mengerjakan pekerjaan yang lain, karena secara otomatis akan menyalakan mesin drip dan mengaliri nutrisi ke media tanam sesuai dengan kebutuhan tanaman,” katanya.

Suyadi mengaku dengan IoT mempermudah pekerjaan, karena secara otomatis mesin akan menyala ketika media tanam sudah membutuhkan nutrisi.

“Sehingga tidak sampai terjadi kekurangan nutrisi. Karena jika kita manual, maka kita masih menggunakan insting saja kapan tanaman membutuhkan nutrisi,” katanya.

Penerapan sistem drip tersebut ternyata memberikan hasil maksimal pada tanaman Melon.

“Hasil buahnya bisa lebih bagus dan ideal, sebab ketersediaan nutrisinya stabil. Karena jika nutrisinya tidak stabil maka perkembangan buah melon tidak optimal, buah bisa pecah atau tingkat kemanisan akan rendah,” katanya.

Suyadi menambahkan, Melon yang dibudidayakan dengan menggunakan sistem drip irrigation tersebut berkualitas premium mulai dari rasa, net atau kulit berjaring yang tersusun rapi, dan berat yang ideal dibandingkan melon yang konvensional.

“Pasarnya eksklusif, jadi memang rasa pasti berbeda dengan yang dijual pada pasar konvensional. Di Jatikerto ada beberapa jenis dari yang jenis rock, golden, dan honey,” katanya.

Proses budi daya pertanian berbasis teknologi di Jatikerto juga dijadikan sebagai laboratorium bagi Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro.

Jika tanaman Melon dibudidayakan dengan menggunakan sistem hidroponik maka yang dilakukan mahasiswa tersebut adalah budidaya aeroponik untuk sayuran.

Sementara itu tim terdiri dari Muhammad Romadhani Prabowo (Teknik Elektro), M. Dilan Linoval (Teknik Elektro), dan Salwana Nabilah (Bioteknologi), dengan dosen pembimbing Eka Maulana.

Pengembangan sistem budi daya tanaman itu menggunakan media Aeroponik yang diberi nama STRATO.

STRATO merupakan sebuah alat yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi budidaya pada komoditas hortikultura yang terintegrasi dengan robot dan berbasis IoT.

Alat ini menerapkan konsep perkebunan aeroponik vertikal, dengan rak tanaman yang dilengkapi beberapa sensor seperti sensor TDS, sensor Ph, dan kamera untuk memonitor tanaman secara real time dan mengetahui kondisi pertumbuhan dan ukuran tanaman secara presisi.

“Konsepnya mirip dengan hidroponik, tetapi tidak menggunakan sirkulasi air, tetapi memakai kabut dengan ultrasonic mist maker yang menghasilkan partikel air yang sangat kecil, sehingga penyebaran nutrisi lebih mudah diserap oleh akar tanaman. Sistem penutrisian juga terkontrol karena memakai sistem monitoring, disesuaikan dengan jumlah kebutuhan nutrisi,” jelas Romadhani.

Selain nutrisi yang lebih mudah diserap, penanaman dengan metode aeroponik juga mengalami pertumbuhan lebih cepat karena menggunakan pencahayaan dengan sinar LED yang lebih konstan dibandingkan sinar matahari.

“Kami dapat menggunakan sinar LED untuk memicu fase generatif dan fase vegetatif pada tanaman, sehingga terjadi peningkatan nutrisi, pertumbuhan lebih cepat, serta memperoleh tekstur dan rasa daun seperti yang diinginkan,” katanya.

Dengan sistem ini, tanaman akan terhindar dari hama atau jamur. Sayuran lebih aman untuk dikonsumsi, bahkan tidak perlu dicuci. Kualitas hasil panen juga lebih tahan lama dibandingkan dengan tanaman hidroponik.

Konsep aeroponik saat ini dibudidayakan pada tanaman hidroponik seperti selada, sawi, pak choy, basil, bayam. “Saat ini kamu juga mengeksplorasi tanaman herbal untuk pengobatan atau tanaman dengan nilai ekonomis yang tinggi, seperti daun mint dan lemon balm,” kata Dilan.

Mereka melakukan penelitian di Agro Techno Park UB, yakni laboratorium lapang UB yang terletak di Jatikerto yang menekankan teknologi pengembangan untuk komoditas pertanian dataran rendah dan komoditas tropis.

“Saat ini kami sedang menyempurnakan alat ini karena masih ada beberapa kendala pada komponen sensor penutrisiannya. Setelah sistem berjalan lancar akan kami kenalkan kepada masyarakat lebih luas,” tuturnya.
(mpw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.2899 seconds (0.1#10.140)