Harus Berpihak ke Murid, Begini Kurikulum Merdeka Belajar Diterapkan
loading...
A
A
A
BANDUNG - Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar mestinya lebih banyak berpihak kepada murid. Konsep yang dikembangkan tidak disamaratakan dengan sekolah lain, tapi didasarkan pada kondisi dan kebutuhan siswa di sekolah tersebut.
Hal itu terungkap dalam webinar pembekalan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) di SMK Telkom Sidoarjo yang menghadirkan pemerhati pendidikan yang juga ketua Yayasan Guru Belajar (YGB) Bukik Setiawan.
Bukik menjelaskan, terdapat tiga hal yang harus dipersiapkan guru untuk menyongsong IKM. Pertama, paradigma yang berpihak pada murid. Sekolah seringkali masih berorientasi pada keseragaman sehingga hanya mengikuti langkah sekolah lain. Upaya yang justru akan menyulitkan sekolah dan guru itu sendiri.
“Misalnya RPP, pakai yang sudah dibuat oleh kelompok tertentu agar bisa seragam dengan yang lain. Padahal belum tentu apa yang dibuat ini sesuai dengan kebutuhan murid kita,” tegas Bukik.
Menurutnya, hal yang paling khas dari Kurikulum Merdeka adalah paradigma berpihak pada murid. Oleh karena itu, perhatian utama guru bukan membuat perangkat ajar yang canggih atau inovatif, tapi membuat perangkat ajar sesuai kebutuhan murid. Bukan fokus pada ATP atau perangkat pembelajaran seperti sebelumnya.
Persiapan kedua yakni keterampilan melakukan asesmen diagnosis atau asesmen di awal pembelajaran. Selama ini, terang Bukik, asesmen hanya digunakan sebagai ujian untuk mendapatkan nilai. Padahal terdapat beragam asesmen dengan masing-masing fungsinya.
Asesmen diagnosis sendiri merupakan asesmen yang berfungsi untuk memahami profil murid sebagai dasar menyusun dan menyesuaikan pembelajaran.
Persiapan IKM ketiga adalah menerapkan diferensiasi pembelajaran sebagai respon atas perbedaan minat, cara belajar, dan kebutuhan belajar murid. “Tidak per individu, tapi bisa dikelompokkan sesuai dengan perbedaan-perbedaan ini,” tukas Bukik.
Untuk mempersiapkan IKM lebih lanjut, terangnya, Kemendikbudristek sudah menyediakan Platform Merdeka Mengajar. Pada aplikasi itu, guru bisa melakukan pelatihan mandiri sehingga bisa belajar dengan waktu dan tempat yang fleksibel.
“Kemarin sempat ada pesan berantai tentang IKM, setelah dikonfirmasi, ternyata hoax. Jangan mudah percaya dengan broadcast di WhatsApp tentang IKM. Semua informasi resmi sudah ada di platform itu,” ungkap Bukik.
Pada akhir webinar, Bukik menuturkan, perubahan kali ini tidak hanya sekedar perubahan kurikulum melainkan strategi Kemendikbudristek untuk implementasinya. IKM diterapkan secara bertahap dengan metode pendaftaran, bukan penunjukkan seperti penerapan kurikulum sebelumnya.
“Sebagus apa pun kurikulum, kalau guru dan satuan pendidikan tidak siap, ya tidak akan jalan. Saat ini strategi dan mekanismenya sudah berubah. Harapannya transformasi kurikulum dapat berjalan optimal,” kata Bukik.
Hal itu terungkap dalam webinar pembekalan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) di SMK Telkom Sidoarjo yang menghadirkan pemerhati pendidikan yang juga ketua Yayasan Guru Belajar (YGB) Bukik Setiawan.
Bukik menjelaskan, terdapat tiga hal yang harus dipersiapkan guru untuk menyongsong IKM. Pertama, paradigma yang berpihak pada murid. Sekolah seringkali masih berorientasi pada keseragaman sehingga hanya mengikuti langkah sekolah lain. Upaya yang justru akan menyulitkan sekolah dan guru itu sendiri.
“Misalnya RPP, pakai yang sudah dibuat oleh kelompok tertentu agar bisa seragam dengan yang lain. Padahal belum tentu apa yang dibuat ini sesuai dengan kebutuhan murid kita,” tegas Bukik.
Menurutnya, hal yang paling khas dari Kurikulum Merdeka adalah paradigma berpihak pada murid. Oleh karena itu, perhatian utama guru bukan membuat perangkat ajar yang canggih atau inovatif, tapi membuat perangkat ajar sesuai kebutuhan murid. Bukan fokus pada ATP atau perangkat pembelajaran seperti sebelumnya.
Persiapan kedua yakni keterampilan melakukan asesmen diagnosis atau asesmen di awal pembelajaran. Selama ini, terang Bukik, asesmen hanya digunakan sebagai ujian untuk mendapatkan nilai. Padahal terdapat beragam asesmen dengan masing-masing fungsinya.
Asesmen diagnosis sendiri merupakan asesmen yang berfungsi untuk memahami profil murid sebagai dasar menyusun dan menyesuaikan pembelajaran.
Persiapan IKM ketiga adalah menerapkan diferensiasi pembelajaran sebagai respon atas perbedaan minat, cara belajar, dan kebutuhan belajar murid. “Tidak per individu, tapi bisa dikelompokkan sesuai dengan perbedaan-perbedaan ini,” tukas Bukik.
Untuk mempersiapkan IKM lebih lanjut, terangnya, Kemendikbudristek sudah menyediakan Platform Merdeka Mengajar. Pada aplikasi itu, guru bisa melakukan pelatihan mandiri sehingga bisa belajar dengan waktu dan tempat yang fleksibel.
“Kemarin sempat ada pesan berantai tentang IKM, setelah dikonfirmasi, ternyata hoax. Jangan mudah percaya dengan broadcast di WhatsApp tentang IKM. Semua informasi resmi sudah ada di platform itu,” ungkap Bukik.
Pada akhir webinar, Bukik menuturkan, perubahan kali ini tidak hanya sekedar perubahan kurikulum melainkan strategi Kemendikbudristek untuk implementasinya. IKM diterapkan secara bertahap dengan metode pendaftaran, bukan penunjukkan seperti penerapan kurikulum sebelumnya.
“Sebagus apa pun kurikulum, kalau guru dan satuan pendidikan tidak siap, ya tidak akan jalan. Saat ini strategi dan mekanismenya sudah berubah. Harapannya transformasi kurikulum dapat berjalan optimal,” kata Bukik.
(mpw)