Melestarikan Makanan Tradisional dengan Mengikuti Tren Kekinian

Minggu, 30 Oktober 2022 - 09:57 WIB
loading...
Melestarikan Makanan Tradisional dengan Mengikuti Tren Kekinian
Guru Tata Boga SMKN 1 Bojongsari Purbalingga, Zakiyatul Munawaroh. FOTO/DOK.PRIBADI
A A A
Zakiyatul Munawaroh, SPd, MM
Guru Tata Boga SMKN 1 Bojongsari Purbalingga

PERKEMBANGAN zaman ternyata juga berdampak pada makanan tradisional yang semakin lama sulit ditemukan. Keberadaannya tidak lagi digemari, khususnya oleh generasi muda saat ini. Bahkan sebagian besar anak muda tidak lagi mengenali, baik secara rasa maupun namanya.

Situasi ini tentu menjadi tantangan besar bagi para pendidik di bidang kuliner untuk mempertahankan makanan tradisional di tengah modernitas zaman. Salah satunya dengan mengenalkannya kepada semua kalangan, terutama para peserta didik yang merupakan kelompok milenial.

Makanan tradisional memiliki definisi beragam. Ada yang mengartikannya sebagai warisan makanan yang diturunkan dan telah membudaya di masyarakat Indonesia (Muhilal, 1995 dalam Adiasih, 2015), pekat dengan tradisi setempat (Winarno, 1993 dalam Adiasih, 2015).

Selain itu, makanan tradisional juga didefinisikan sebagai makanan umum yang biasa dikonsumsi sejak beberapa generasi, terdiri dari hidangan yang sesuai dengan selera manusia, tidak bertentangan dengan keyakinan agama masyarakat lokal, dan dibuat dari bahan-bahan makanan dan rempah-rempah yang tersedia lokal (Sastroamidjojo, S 1995 dalam Adiasih, 2015).

Almli et al, 2010 dalam Adiasih, 2015 mendefinisikan makanan tradisional sebagai produk makanan yang sering dimakan oleh nenek moyang sampai masyarakat sekarang. Sementara itu Hadisantosa (1993) dalam Adiasih (2015) mengartikannya sebagai makanan yang dikonsumsi oleh golongaan etnik dan wilayah spesifik, diolah berdasarkan resep yang secara turun temurun. Bahan baku yang digunakan berasal dari daerah setempat, sehingga makanan yang dihasilkan juga sesuai dengan selera masyarakat.

Pengenalan makanan tradisional kepada generasi muda diharapkan dapat menjadi penguatan identitas budaya lokal. Karena itu, SMKN 1 Bojongsari, Purbalingga bidang kompetensi keahlian Tata Boga memasukannya dalam struktur kurikulum dengan nama mata pelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia (PCKI). Mapel ini mempelajari tentang berbagai olahan kue tradisonal di Indonesia dengan menggunakan bahan-bahan seperti beras ketan, beras, umbi-umbian dan kacang-kacangan. Semua materi dipelajari selama 8 jam per minggu.

Dalam pembelajaran inilah, seorang pendidik bertanggung jawab mengenalkan semua produk kue di Nusantara kepada peserta didik. Konsep materi di struktur kurikulum harus dapat dikembangkan oleh guru-guru produktif di SMK yang dapat diterima di semua zaman. Caranya membuat makanan tradisonal menggunakan bahan di sekitar dan berpenampilan seperti layaknya makanan modern yang disukai dan dikenal oleh para peserta didik.

Banyak sekali pengembangan dilakukan. Misalnya pengembangan tentang tampilan kue-kue tradisonal dengan wajah atau tampilan baru, yaitu menggunakan cetakan-cetakan yang sudah banyak dan mudah didapatkan.

Salah satu kue tradisonal berbahan dasar singkong adalah mata roda yang pada zaman dulu hanya dibungkus daun pisang dan dipotong bulat dengan taburan parutan kelapa. Namun sekarang mata roda berpenampilan cantik dan menarik karena dicetak menggunakan cetakan kue dengan berbagai bentuk dan variasi.

Contoh selanjutnya adalah kue tradisional bernama timus yang berbahan dasar ubi jalar. Pengembangannya sekarang dibuat menjadi bola-bola ubi yang divariasi dengan berbagai macam isian yaitu coklat, matcha, blueberi, dan berbagai macam jenis isian lainnya yang dengan mudah kita dapatkan di toko bahan kue.

Di SMKN 1 Bojongsari, peserta didik bidang kompetensi Tata Boga atau Kuliner wajib mengikuti praktik pembuatan kue tradisonal. Mereka tidak hanya dituntut bisa dalam proses pembuatannya, tapi juga wajib mengkreasikan dalam penyajian seperti layaknya makanan kontinental.

Dengan model pembelajaran praktik seperti itu diharapkan kemampuan peserta didik dapat terasah dengan baik, sehingga pendidik dapat menciptakan generasi siap berkompetisi di dunia industri. Di samping itu, melalui pembelajaran PCKI, peserta didik juga mengenal lebih dalam tentang kue tradisional dan dapat mengembangkannya sesuai dengan permintaan pasar.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2705 seconds (0.1#10.140)