Untar Sediakan Layanan Psikososial Bagi Anak Penyintas Korban Gempa Cianjur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Universitas Tarumanagara ( Untar ) menerjunkan tim untuk memberikan layanan psikososial kepada anak-anak penyintas korban gempa Cianjur . Tim terdiri dari dosen dan mahasiswa dengan dukungan dana hibah Kemendikbudristek.
Kegiatan psikososial yang dilakukan ditujukan sebagai salah satu upaya pendukungan emosi atau rasa takut pada anak penyintas gempa. Dosen Fakultas Psikologi Untar Untung Subroto menjelaskan, anak-anak tentunya memiliki kegemaran bermain dan mengeksplor tentang banyak hal selama hidupnya.
Salah satu kegiatan yang dapat mendukung eksplorasi anak dengan dibarengi pengenalan emosi dapat disalurkan melalui kegiatan menggambar. Metode menggambar tepat digunakan pada usia anak-anak karena, umumnya anak-anak belum dapat mengungkapkan pendapat, emosi, dan pikirannya secara baik melalui verbal.
"Selain itu metode menggambar sebagai sarana pengenalan emosi juga dapat dilakukan anak dengan antusias tanpa adanya rasa terpaksa dan tertekan selama proses pengerjaannya," katanya, melalui keterangan resmi, Kamis (22/12/2022).
Baca juga: Digitalisasi Dunia Pendidikan, Refocus Jabarkan 5 Tren Education Tech 2023
Tim psikososial yang diterjunkan Untar adalah tiga mahasiswa Psikologi Untar yaitu Endriansah Jayanto, Frida Condinata, dan Hanny Lyana yang dipimpin oleh Untung Subroto.
Tim psikososial Untar bersama PMI gabungan melakukan kegiatan dengan mendatangi posko pengungsian korban gempa yang berlokasi di Ciherang dan Cugenang, kemudian melakukan kegiatan psikososial yaitu menggambar bersama anak-anak penyintas gempa yang berusia 5 - 13 tahun. Kegiatan menggambar yang dilakukan memiliki tujuan untuk mengetahui ketakutan-ketakutan yang dirasakan oleh anak-anak penyintas gempa.
Dia menjelaskan, anak-anak yang turut serta dalam kegiatan menunjukan ekspresi yang senang dan antusias ketika mengetahui kegiatan yang akan dilakukan yaitu menggambar. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan ini cukup sederhana, terdiri dari kertas gambar, pensil warna, dan crayon.
Langkah pertama untuk melakukan kegiatan menggambar yaitu membagikan kertas gambar yang telah disiapkan, kemudian tim psikososial memberikan instruksi untuk melipat kertas menjadi dua bagian. Selanjutnya tim psikososial dan PMI membagikan alat untuk mewarnai. Anak-anak diminta untuk memilih warna yang paling tidak disukai, kemudian diarahkan untuk menggambar hal yang paling ditakuti.
Mulanya, anak mengalami kebingungan ketika diminta untuk menggambar hal yang tidak mereka sukai, mereka bingung bagaimana cara menggambar wujud dari rasa takut mereka. Namun seiring berjalannya waktu anak-anak mulai menemukan hal yang tidak disukai dan mulai menggambarkannya melalui media kertas dan alat pewarna.
Baca juga: Berbagi Kasih Melalui Aksi Natal, UPH Apresiasi 314 Tenaga Outsourcing
Tim psikososial turut memberikan dukungan selama anak-anak menggambar hal yang tidak disukai sebagai salah satu bentuk dukungan verbal terhadap perasaan takut yang mereka miliki. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar anak memiliki pola pikir bahwa memiliki ketakutan merupakan hal yang wajar dialami oleh semua manusia.
Setelah anak-anak menyelesaikan gambarnya, tim psikososial bersama PMI membagikan cemilan sebagai tanda apresiasi kepada anak-anak karena sudah berani menuangkan ketakutan yang dimilikinya. Kegiatan menggambar ini juga diselingi dengan aktivitas lain yang bertujuan untuk menghibur dan mengasah keberanian anak-anak untuk tampil dan berekspresi di depan umum.
Kegiatan yang dilakukan yaitu bermain permainan konsentrasi seperti tepuk sesuai hitungan, dan juga bernyanyi bersama. Pada saat bernyanyi juga disertai dengan lirik yang dapat mengedukasi anak-anak terkait perilaku tanggap bencana gempa dan mencuci tangan.
"Berdasarkan hasil gambar anak-anak penyintas gempa yang telah terkumpul, ternyata terdapat gambar yang menunjukkan bahwa anak memiliki ketakutan akan gempa yang sebelumnya terjadi, dengan divisualisasikan melalui gambar rumah yang runtuh. Tidak hanya ketakutan akan gempa yang dialami sebelumnya, ternyata beberapa anak penyintas gempa menuangkan ketakutannya dengan menggambar gunung meletus," jelasnya.
Di samping itu, hasil gambar anak-anak yang terkumpul menunjukan bahwa mayoritas ketakutan yang dirasakan yaitu ketakutan akan hantu. Anak-anak menuangkan rasa takut terhadap hantu dengan menggambar hantu yang terkenal di kalangan masyarakat Indonesia yaitu “pocong” dan “kuntilanak”.
Kegiatan psikososial yang dilakukan ditujukan sebagai salah satu upaya pendukungan emosi atau rasa takut pada anak penyintas gempa. Dosen Fakultas Psikologi Untar Untung Subroto menjelaskan, anak-anak tentunya memiliki kegemaran bermain dan mengeksplor tentang banyak hal selama hidupnya.
Salah satu kegiatan yang dapat mendukung eksplorasi anak dengan dibarengi pengenalan emosi dapat disalurkan melalui kegiatan menggambar. Metode menggambar tepat digunakan pada usia anak-anak karena, umumnya anak-anak belum dapat mengungkapkan pendapat, emosi, dan pikirannya secara baik melalui verbal.
"Selain itu metode menggambar sebagai sarana pengenalan emosi juga dapat dilakukan anak dengan antusias tanpa adanya rasa terpaksa dan tertekan selama proses pengerjaannya," katanya, melalui keterangan resmi, Kamis (22/12/2022).
Baca juga: Digitalisasi Dunia Pendidikan, Refocus Jabarkan 5 Tren Education Tech 2023
Tim psikososial yang diterjunkan Untar adalah tiga mahasiswa Psikologi Untar yaitu Endriansah Jayanto, Frida Condinata, dan Hanny Lyana yang dipimpin oleh Untung Subroto.
Tim psikososial Untar bersama PMI gabungan melakukan kegiatan dengan mendatangi posko pengungsian korban gempa yang berlokasi di Ciherang dan Cugenang, kemudian melakukan kegiatan psikososial yaitu menggambar bersama anak-anak penyintas gempa yang berusia 5 - 13 tahun. Kegiatan menggambar yang dilakukan memiliki tujuan untuk mengetahui ketakutan-ketakutan yang dirasakan oleh anak-anak penyintas gempa.
Dia menjelaskan, anak-anak yang turut serta dalam kegiatan menunjukan ekspresi yang senang dan antusias ketika mengetahui kegiatan yang akan dilakukan yaitu menggambar. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan ini cukup sederhana, terdiri dari kertas gambar, pensil warna, dan crayon.
Langkah pertama untuk melakukan kegiatan menggambar yaitu membagikan kertas gambar yang telah disiapkan, kemudian tim psikososial memberikan instruksi untuk melipat kertas menjadi dua bagian. Selanjutnya tim psikososial dan PMI membagikan alat untuk mewarnai. Anak-anak diminta untuk memilih warna yang paling tidak disukai, kemudian diarahkan untuk menggambar hal yang paling ditakuti.
Mulanya, anak mengalami kebingungan ketika diminta untuk menggambar hal yang tidak mereka sukai, mereka bingung bagaimana cara menggambar wujud dari rasa takut mereka. Namun seiring berjalannya waktu anak-anak mulai menemukan hal yang tidak disukai dan mulai menggambarkannya melalui media kertas dan alat pewarna.
Baca juga: Berbagi Kasih Melalui Aksi Natal, UPH Apresiasi 314 Tenaga Outsourcing
Tim psikososial turut memberikan dukungan selama anak-anak menggambar hal yang tidak disukai sebagai salah satu bentuk dukungan verbal terhadap perasaan takut yang mereka miliki. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar anak memiliki pola pikir bahwa memiliki ketakutan merupakan hal yang wajar dialami oleh semua manusia.
Setelah anak-anak menyelesaikan gambarnya, tim psikososial bersama PMI membagikan cemilan sebagai tanda apresiasi kepada anak-anak karena sudah berani menuangkan ketakutan yang dimilikinya. Kegiatan menggambar ini juga diselingi dengan aktivitas lain yang bertujuan untuk menghibur dan mengasah keberanian anak-anak untuk tampil dan berekspresi di depan umum.
Kegiatan yang dilakukan yaitu bermain permainan konsentrasi seperti tepuk sesuai hitungan, dan juga bernyanyi bersama. Pada saat bernyanyi juga disertai dengan lirik yang dapat mengedukasi anak-anak terkait perilaku tanggap bencana gempa dan mencuci tangan.
"Berdasarkan hasil gambar anak-anak penyintas gempa yang telah terkumpul, ternyata terdapat gambar yang menunjukkan bahwa anak memiliki ketakutan akan gempa yang sebelumnya terjadi, dengan divisualisasikan melalui gambar rumah yang runtuh. Tidak hanya ketakutan akan gempa yang dialami sebelumnya, ternyata beberapa anak penyintas gempa menuangkan ketakutannya dengan menggambar gunung meletus," jelasnya.
Di samping itu, hasil gambar anak-anak yang terkumpul menunjukan bahwa mayoritas ketakutan yang dirasakan yaitu ketakutan akan hantu. Anak-anak menuangkan rasa takut terhadap hantu dengan menggambar hantu yang terkenal di kalangan masyarakat Indonesia yaitu “pocong” dan “kuntilanak”.
(nnz)