Suasana Baru Tahun Ajaran Baru

Senin, 13 Juli 2020 - 06:10 WIB
loading...
Suasana Baru Tahun Ajaran...
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Yossy Catarina (35) merasa galau menjelang tahun ajaran baru yang resmi dibuka Senin, 13 Juli ini. Bukan karena dia belum menyiapkan kebutuhan sekolah seperti seragam, buku dan alat tulis, serta tetek bengek lainnya, melainkan bagaimana menyiapkan Jevan, sang anak yang masuk SD, bisa mengikuti pendidikan jarak jauh (PJJ) lewat aplikasi Zoom.

Yossy dan para orang tua murid lainnya tahun ini memang harus menghadapi suasana baru sebagai dampak pandemi korona (Covid-19). Jika tahun sebelumnya sebagian mereka berpikir bagaimana pada tahun ajaran baru, terutama untuk SD, bisa datang lebih awal di sekolah hingga anaknya dapat bangku paling depan, kini mereka harus bekerja keras mengadaptasi penggunaan teknologi informasi, termasuk di dalamnya penggunaan gawai yang memadai dan menyediakan pulsa.

“Minimal sih dalam seminggu ada dua kali belajar bareng pakai Zoom. Nanti ada tugas-tugas dari guru juga bisa dikasih tahu lewat grup WA (WhatsApp),” ujar Yossy kepada KORANSINDO kemarin.

Pilihan ini tidak bisa dihindarkan karena pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Kemendikbud, Kemenag, Kemenkes, dan Kemendagri menetapkan pembelajaran yang sedianya dilakukan secara tatap muka menjadi model PJJ, baik lewat jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring), terutama untuk daerah zona merah. Untuk daerah zona merah, kegiatan belajar-mengajar harus mengikuti syarat protokol kesehatan yang ketat. (Baca: Tahun Ajaran Baru, DPR Minta Pendidikan jarak Jauh Dibuat Fleksibel)

Untuk wilayah DKI Jakarta, misalnya, dinas pendidikan setempat telah mengeluarkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 467 Tahun 2020 tentang Kalender Pendidikan Tahun Pelajaran 2020/2021 dan kesiapan dimulainya kegiatan belajar dan mengajar. “Selama kondisi pandemi, pembelajaran dilakukan melalui pembelajaran jarak jauh dan Blended Learning,’’ ujar Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta Nahdiana kemarin.

Pada tahun ajaran baru ini, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) bagi peserta didik tahun ajaran baru 2020/2021, tetap akan dilakukan. Kedua program orientasi sekolah itu tetap dilakukan untuk memastikan peserta didik menjadi bagian dari satuan pendidikan, mengenal satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, peraturan-peraturan, dan program satuan pendidikan.

“Kegiatan ini adalah upaya menumbuhkan karakter, semangat belajar, kemampuan literasi, mengembangkan kompetensi sosial peserta didik, dan menumbuhkan semangat kolaborasi antara pihak satuan pendidikan dan orang tua/wali peserta didik, serta membangun kebanggaan peserta didik terhadap almamaternya,” ujar dia.

Untuk waktu pelaksanaan MPLS dan Matsama tahun pelajaran baru 2020/2021 diadakan melalui daring selama tiga hari, yaitu pada 13–15 Juli 2020. Waktu pelaksanaan disesuaikan menurut jenjang pendidikannya. Adapun informasi lengkap pelaksanaan MPLS dan Matsama dapat diakses pada portal Siap Belajar Jakarta.

Pemprov Jabar dan Jatim juga menegaskan masih menerapkan PJJ. Untuk persiapan penerimaan siswa baru, Disdik dan sekolah sudah menyiapkan konsep-konsep MPLS kepada peserta didik baru, seperti melalui Zoom Meeting dan menyajikan video-video mengenai lingkungan sekolah, kepala sekolah dan guru, pengurus OSIS, dan himne. (Baca juga: 36 Ekor Penyu Langka Diselundupkan ke Bali)

“Untuk kegiatan besok masih dilakukan dengan pola daring. Nanti ada arahan Pak Gubernur kepada siswa baru dan kepala sekolah,” ujarnya Kadisdik Jabar Dedi Supandi kepada KORAN SINDO kemarin.

Adapun Kadisdik Jatim Wahid Wahyudi sebelum membuka tahun ajaran baru, pihaknya melakukan survei kepada orang tua dan siswa. Hasilnya, pertama, kebanyakan orang tua dan siswa menggunakan aplikasi WhatsApp. Kedua, orang tua ingin anak-anaknya mandiri atau tidak perlu didampingi saat belajar. Ketiga, orang tua terbebani dengan kuota internet. Keempat, siswa terbebani dengan banyaknya tugas.

Selanjutnya kelima, siswa ingin materi pelajaran disampaikan melalui video. Terakhir, orang tua ingin dapat berkomunikasi dengan para guru. “Solusinya, PJJ dilakukan secara daring dan video conference dengan melibatkan banyak unsur, seperti pengawas sekolah. Kedua, untuk masalah internet, kami sudah memasukkannya dalam anggaran dana BOS. Jadi nanti orang tua di-drop kuota internet dari sekolah,” terang Dedi Supandi.

Untuk siswa yang tidak terjangkau internet, Disdik Jabar bekerja sama dengan PT POS Indonesia untuk menyampaikan materi dan buku pelajaran kepada mereka. Guru sesekali akan mengunjungi rumah para siswa tentu dengan protokol kesehatan. Di beberapa daerah, desa memfasilitasi PJJ dengan menyediakan akses internet di titik-titik tertentu.

Pihak sekolah pun tak kalah repotnya menghadapi suasana baru ini. Seperti dilakukan SMPN 52 Jakarta, mereka harus membuat video tentang kepala sekolah, wali kelas, guru, jajaran manajemen, dan pengurus OSIS. “Dalam vide, kami mengenalkan sebagian besar guru-guru dan manajemen yang akan memandu kegiatan mereka, Kami videokan juga himne sekolah yang isinya memberikan semangat kepada peserta didik baru sehingga mereka merasa dekat dengan SMPN 52 secara psikologi dan perasaan atau seni,” ungkap Kepala SMPN 52 Jakarta Heru Purnomo. (Baca juga: Warga Bosnis Kenang 25 Tahun Pembantaian di Srebenica)

Untuk mendukung kelancaran PJJ, pihak sekolah telah mengalokasikan dana BOS sebesar Rp60 juta untuk pembelian kuota internet bagi siswa dan 10 guru honorer. Program ini berlangsung selama tiga bulan dari Juli hingga September 2020. “Sasaran kami, itu 249 siswa penerima KJP. Artinya, itu potensi tidak mampu. Setiap siswa, kami alokasikan Rp200.000,” ucapnya.

Dia mengakui bantuan itu tetap tidak akan berarti jika PJJ melalui aplikasi Zoom dilakukan berjam-jam. Karena itu, waktu belajar untuk satu pelajaran yang bisa mencapai 2 jam dipangkas menjadi 10 menit melalui pertemuan digital. Setelah itu, siswa belajar dan mengerjakan sesuai buku yang dipinjamkan. Pengumpulan tugas melalui WhatsApp. “Dengan seperti itu, mereka bisa mengirit kuota,” ucapnya.

Suasana baru juga akan mewarnai madrasah. Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama (Kemenag) A Umar mengungkapkan, untuk mendukung PJJ, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan provider pulsa. Ada XL Axiata, Indosat Ooredoo, Telkomsel, dan Tri untuk menyediakan kuota internet dengan harga terjangkau bagi para pelajar, serta pendidik dan tenaga kependidikan madrasah selama pandemi Covid-19.

Pembelian kuota ini juga bisa bersumber dari bantuan operasional sekolah (BOS) madrasah. "Ada diskon harga hingga 60%. Paket kuota internet menjadi lebih terjangkau dan itu bisa dibiayai dari BOS sehingga siswa dan guru tidak perlu keluar biaya lagi," ucapnya.

Bersama Telkomsigma, lanjut Umar, Kemenag juga akan menyiapkan Cloud server untuk penggunaan e-learning madrasah. Keberadaan server ini diharapkan dapat memudahkan guru dan siswa mengakses e-learning madrasah. Upaya ini dilakukan karena berdasarkan hasil kajian tiga bulan pertama proses uji coba, sejumlah madrasah merasa kesulitan karena tidak memiliki server. Oleh sebab itu, Kemenag mengambil langkah menyiapkan Cloud untuk keperluan madrasah di seluruh Indonesia.

Dia kemudian menuturkan, Kemenag juga telah menerbitkan SK Dirjen Pendidikan Islam No 2791 Tahun 2020 tentang Panduan Kurikulum Darurat pada Madrasah. Panduan ini menjelaskan sejumlah prinsip pembelajaran pada masa darurat, di antaranya proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah, berbasis kompetensi, keterampilan aplikatif, dan terpadu; dan pembelajaran perlu berkembang secara kreatif dan inovatif dalam mengoptimalkan tumbuhnya kemampuan kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif siswa.

Kepala SMA Labschool Jakarta Suparno Sastro bahkan menyiapkan pembicara dari kalangan profesional dunia pendidikan, membuat materi-materi, dan video untuk mengenalkan sekolah kepada peserta didik baru. Ini tentu mengubah kebiasaan karena tahun-tahun sebelumnya, MPLS di Labschool formatnya dua hari kegiatan di sekolah dan satu hari di luar sekolah. (Baca juga: Erick Thohir Sebut Banyak Kasus Hukum Terjadi di BUMN)

“Kami pernah ke museum karena temanya Kesaktian Pancasila. Lalu, di Museum Seni Rupa dan Keramik di Kota Tua karena tema kebudayaan. Juga ke Kominfo karena waktu itu berbicara bagaimana bijak menggunakan media sosial dan kami pernah ke Perpustakaan Nasional karena temanya literasi,” ujarnya.

Sementara itu, pengamat pendidikan Doni Koesuma menilai PJJ itu bisa dilakukan baik secara daring maupun luring. Yang daring itu sifatnya bisa sinkron atau tidak sinkron. Artinya, bisa langsung bertatap muka secara langsung tapi anak bisa mengerjakan langsung tugas-tugas di internet secara mandiri.

Namun di sisi lain, KBM tatap muka itu perlu diadakan untuk daerah-daerah yang memang tidak memungkinkan, misalnya ada guru kunjung tetapi harus dilihat juga medan kunjungannya seperti apa. “Karena di beberapa daerah seperti Papua, untuk guru berkunjung pun tidak memungkinkan karena terlalu jauh tempatnya,” terang Doni.

Dia menuturkan, inti dari kesuksesan PJJ adalah bagaimana sekolah dan guru berkomunikasi dengan orang tua dan pemerintah daerah untuk memberikan layanan yang terbaik untuk anak Indonesia. Jadi, semua itu adalah proses yang selama pandemi Covid-19 ini sudah dikakukan. “Karena hampir 60% kan tidak memiliki akses internet dan gawai. Hanya 40% yang mungkin bisa melaksanakan secara daring. Bahkan beberapa kota besar pun seperti di Jakarta, kebutuhannya berbeda-beda,” tegasnya.

Pengamat pendidikan Budi Trikorayanto sepakat pelaksanaan PJJ karena situasi pandemi belum memungkinkan pelaksanaan tatap muka. Agar hasilnya maksimal, dia menyarankan agar para guru mengubah gaya mengajar. Mereka tidak lagi melakukan pengajaran model ceramah. (Lihat videonya: Penjaga Masijd Lakukan Aksi Heroik Selamatkan Kota Amal)

Budi mengusulkan agar guru-guru melakukan perekaman materi yang akan disampaikan kepada siswa. Nantinya, siswa tinggal mengakses dan diperbolehkan membukanya jam berapa pun sesuai mood-nya.“Banyak yang memikirkan pendidikan karakter itu memerlukan tatap muka. Maka guru dan sekolah harus bekerja sama dengan orang tua, karena pendidikan akhlak itu memang tugas orang tua. Jadi, harus ada parenting program dari sekolah dan berkomunikasi dengan orang tua. Orang tua dilibatkan dalam pendidikan di rumah,” katanya. (Fahmi Bahtiar/Faorick Pakpahan/Kiswondari)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3540 seconds (0.1#10.140)