Kesejahteraan Murid Kunci Meraih Prestasi Akademis dan Masa Depan Siswa
Rabu, 03 April 2024 - 11:43 WIB
Dengan kondisi sosio-ekonomi Indonesia di mana tercatat 69 juta keluarga termasuk dalam kelompok berpenghasilan menengah ke bawah (pengeluaran rumah tangga di bawah Rp5 juta per bulan) per tahun 2021, pengadaan program-program untuk memastikan kesejahteraan di sekolah menjadi semakin penting untuk meningkatkan prestasi murid.
Sekolah membutuhkan sebuah instrumen asesmen yang dapat diandalkan, untuk memantau tingkat kesejahteraan murid dan memberikan inspirasi bagi pengembangan program yang tepat untuk membantu perkembangan kesejahteraan murid.
Saat ini, ACER Indonesia juga tengah mengembangkan instrumen penilaian kesejahteraan siswa yang terstandar dan disesuaikan dengan nilai-nilai sosial- budaya sekolah Indonesia.
Pengembangan instrumen ini melibatkan sejumlah ahli di bidang psikologi serta pengukuran dan pembuatan assesmen, serta melalui proses adaptasi dari berbagai tinjauan literatur penelitian untuk memastikan validnya perhitungan terhadap hal-hal yang sekilas sifatnya sulit diukur seperti misalnya tingkat kebahagiaan murid, atau bahkan tingkat depresi yang dialami di sekolah ataupun rumah.
Urip Purwono, mengutip dari buletin Australian Wellbeing yang ditulis Dr Park & Dr Haene, mengutarakan kebahagiaan hanyalah salah satu bagian dari kesejahteraan yang memang berkontribusi pada kepuasan hidup, namun tidak cukup untuk membantu murid berkembang.
Dalam sesi tanya jawab, seorang perwakilan guru mengemukakan dewasa ini, dengan semakin besarnya perhatian yang diberikan pada pentingnya menjaga kesehatan mental di segala domain kehidupan termasuk di sekolah, guru kerap menghadapi dilema dalam menerapkan disiplin yang terkadang dianggap “keras” dan berpotensi mengganggu kesejahteraan murid.
Katherine Dix menanggapi dengan menggarisbawahi pentingnya bagi guru untuk menetapkan batasan yang jelas tentang apa saja tingkah laku murid yang dapat diterima dan tidak dapat diterima.
"Murid justru akan berkembang lebih baik ketika mereka mengetahui bahwa semua jenis tindakan memiliki konsekuensi, baik positif maupun negatif," katanya, melalui siaran pers, Rabu (3/4/2024).
Julie Murkins menambahkan sekolah perlu beralih dari sistem hukuman kepada konsep kesepakatan, konsekuensi, dan penghargaan dalam ruang kelas. Hal ini dinilai akan menciptakan ruang yang aman bagi murid untuk belajar dari kesalahannya serta dihargai ketika murid bersikap positif dan meraih pencapaian.
Lebih jauh, hal ini dapat membangun budaya sekolah yang positif yang berekspektasi pada meningkatnya perilaku baik, kesejahteraan, dan pembelajaran berkualitas.
Sekolah membutuhkan sebuah instrumen asesmen yang dapat diandalkan, untuk memantau tingkat kesejahteraan murid dan memberikan inspirasi bagi pengembangan program yang tepat untuk membantu perkembangan kesejahteraan murid.
Saat ini, ACER Indonesia juga tengah mengembangkan instrumen penilaian kesejahteraan siswa yang terstandar dan disesuaikan dengan nilai-nilai sosial- budaya sekolah Indonesia.
Pengembangan instrumen ini melibatkan sejumlah ahli di bidang psikologi serta pengukuran dan pembuatan assesmen, serta melalui proses adaptasi dari berbagai tinjauan literatur penelitian untuk memastikan validnya perhitungan terhadap hal-hal yang sekilas sifatnya sulit diukur seperti misalnya tingkat kebahagiaan murid, atau bahkan tingkat depresi yang dialami di sekolah ataupun rumah.
Urip Purwono, mengutip dari buletin Australian Wellbeing yang ditulis Dr Park & Dr Haene, mengutarakan kebahagiaan hanyalah salah satu bagian dari kesejahteraan yang memang berkontribusi pada kepuasan hidup, namun tidak cukup untuk membantu murid berkembang.
Dalam sesi tanya jawab, seorang perwakilan guru mengemukakan dewasa ini, dengan semakin besarnya perhatian yang diberikan pada pentingnya menjaga kesehatan mental di segala domain kehidupan termasuk di sekolah, guru kerap menghadapi dilema dalam menerapkan disiplin yang terkadang dianggap “keras” dan berpotensi mengganggu kesejahteraan murid.
Katherine Dix menanggapi dengan menggarisbawahi pentingnya bagi guru untuk menetapkan batasan yang jelas tentang apa saja tingkah laku murid yang dapat diterima dan tidak dapat diterima.
"Murid justru akan berkembang lebih baik ketika mereka mengetahui bahwa semua jenis tindakan memiliki konsekuensi, baik positif maupun negatif," katanya, melalui siaran pers, Rabu (3/4/2024).
Julie Murkins menambahkan sekolah perlu beralih dari sistem hukuman kepada konsep kesepakatan, konsekuensi, dan penghargaan dalam ruang kelas. Hal ini dinilai akan menciptakan ruang yang aman bagi murid untuk belajar dari kesalahannya serta dihargai ketika murid bersikap positif dan meraih pencapaian.
Lebih jauh, hal ini dapat membangun budaya sekolah yang positif yang berekspektasi pada meningkatnya perilaku baik, kesejahteraan, dan pembelajaran berkualitas.
Lihat Juga :
tulis komentar anda