Soroti Masalah PPDB, Perindo: Tak Boleh Ada Jual Beli Kursi, Pendidikan Harus Inklusif dan Berkeadilan
Rabu, 26 Juni 2024 - 18:55 WIB
JAKARTA - Ketua Bidang Pendidikan dan Pembangunan Manusia DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) A. Taufiq menegaskan proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) harus dilakukan dengan berkeadilan dan berintegritas. Pemerintah daerah juga perlu memitigasi segala bentuk kecurangan untuk bisa menghadirkan rasa keadilan terhadap akses pendidikan.
“Kami meminta pemerintah daerah untuk serius mengawasi proses PPDB, tidak boleh ada jual beli kursi dalam PPDB. Segala bentuk kecurangan dan oknum yang mencari keuntungan harus ditindak tegas, karena PPDB adalah kesempatan negara untuk memenuhi hak atas akses pendidikan berkualitas kepada semua warga negara” kata Taufiq, Rabu (26/6/2024).
Taufiq berharap proses PPDB yang inklusif dapat meningkatkan kesempatan akses pendidikan bagi calon peserta didik disabilitas dan peserta didik miskin di sekolah negeri berkualitas.
“Selama ini kan sekolah negeri favorit hanya milik anak pintar atau anak orang kaya saja, kita berharap PPDB yang inklusif, di mana bisa mengakomodir calon peserta didik dari kelompok difabel dan peserta didik dari keluarga pra-sejahtera untuk bisa ikut merasakan pendidikan yang berkualitas,” ujar Taufiq.
PPDB sekolah negeri yang sejak 2017 mengutamakan seleksi berdasarkan kedekatan tempat tinggal atau jalur zonasi dinilai banyak kalangan perlu mendapatkan evaluasi dan perbaikan serius. Kebijakan yang digadang-gadang sesuai dengan prinsip desentralisasi karena mendekatkan layanan pendidikan kepada penerimanya, pada implementasinya belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan.
“Kami mendengar keluhan langsung masyarakat terhadap implementasi PPDB yang tidak sesuai aturan. Banyak siswa titipan dari aspirasi anggota Dewan, ormas, guru, kepala sekolah maupun oknum lainnya yang memaksa diakomodasi. Ini seharusnya tidak boleh terjadi lagi tahun ini” kata Taufiq.
Menurutnya, jalur titipan ini membuka peluang terjadinya praktik pungutan liar kepada orang tua siswa yang nominalnya bisa mencapai belasan juta rupiah. “Di akar rumput banyak sekali aspirasi kepada kami bahwa untuk masuk sekolah negeri saat ini harus membayar belasan juta rupiah kepada oknum tertentu,” ujarnya.
“Harapannya, setiap pemerintah daerah memiliki pusat pengaduan masyarakat terhadap masalah-masalah PPDB, sehingga ada pengawasan dan perbaikan bekelanjutan agar PPDB tidak hanya baik secara konsep tapi juga implementasinya. Perindo ingin masyarakat benar-benar merasakan pendidikan berkualitas yang inklusif dan berkeadilan,” tutup Taufiq.
“Kami meminta pemerintah daerah untuk serius mengawasi proses PPDB, tidak boleh ada jual beli kursi dalam PPDB. Segala bentuk kecurangan dan oknum yang mencari keuntungan harus ditindak tegas, karena PPDB adalah kesempatan negara untuk memenuhi hak atas akses pendidikan berkualitas kepada semua warga negara” kata Taufiq, Rabu (26/6/2024).
Taufiq berharap proses PPDB yang inklusif dapat meningkatkan kesempatan akses pendidikan bagi calon peserta didik disabilitas dan peserta didik miskin di sekolah negeri berkualitas.
“Selama ini kan sekolah negeri favorit hanya milik anak pintar atau anak orang kaya saja, kita berharap PPDB yang inklusif, di mana bisa mengakomodir calon peserta didik dari kelompok difabel dan peserta didik dari keluarga pra-sejahtera untuk bisa ikut merasakan pendidikan yang berkualitas,” ujar Taufiq.
PPDB sekolah negeri yang sejak 2017 mengutamakan seleksi berdasarkan kedekatan tempat tinggal atau jalur zonasi dinilai banyak kalangan perlu mendapatkan evaluasi dan perbaikan serius. Kebijakan yang digadang-gadang sesuai dengan prinsip desentralisasi karena mendekatkan layanan pendidikan kepada penerimanya, pada implementasinya belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan.
“Kami mendengar keluhan langsung masyarakat terhadap implementasi PPDB yang tidak sesuai aturan. Banyak siswa titipan dari aspirasi anggota Dewan, ormas, guru, kepala sekolah maupun oknum lainnya yang memaksa diakomodasi. Ini seharusnya tidak boleh terjadi lagi tahun ini” kata Taufiq.
Menurutnya, jalur titipan ini membuka peluang terjadinya praktik pungutan liar kepada orang tua siswa yang nominalnya bisa mencapai belasan juta rupiah. “Di akar rumput banyak sekali aspirasi kepada kami bahwa untuk masuk sekolah negeri saat ini harus membayar belasan juta rupiah kepada oknum tertentu,” ujarnya.
“Harapannya, setiap pemerintah daerah memiliki pusat pengaduan masyarakat terhadap masalah-masalah PPDB, sehingga ada pengawasan dan perbaikan bekelanjutan agar PPDB tidak hanya baik secara konsep tapi juga implementasinya. Perindo ingin masyarakat benar-benar merasakan pendidikan berkualitas yang inklusif dan berkeadilan,” tutup Taufiq.
(cip)
tulis komentar anda