Milad ke-68, Yayasan Attaqwa Gelar Seminar Peran Pemuka Agama dalam Menghadapi Tantangan Era Modern
Kamis, 11 Juli 2024 - 10:39 WIB
Baca juga: Wapres dan Grand Sheikh Al-Azhar Sepakat Tunjukkan ke Dunia Islam Bukan Agama Kekerasan
Prof. Dr. Abbas Shouman, sebagai nara sumber utama, menganggap Indonesia adalah negara yang patut menjadi inspirasi dan contoh model dalam hal kerukunan hidup antar umat beragama. Meski sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, namun dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis bersama para pemeluk agama lain dengan satu tujuan untuk membangun bangsa.
Prof. Abbas yang baru-baru ini diamanahkan Grand Syaikh Al-Azhar sebagai Ketua Pimpinan Pusat Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) mengaku sangat terkesan dalam kunjungannya. Sebelumnya dalam sebuah acara, dirinya disambut oleh para tokoh lintas agama yang eksis di Indonesia.
"Koeksistensi semacam ini juga dapat kita tarik akarnya setelah hijrah Nabi Muhammad saw. ke kota Madinah. Beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, mendamaikan suku Aus dan Khazraj, serta mengikat pemeluk agama lain seperti Yahudi Madinah dalam sebuah perjanjian (mu'ahadah) yang disebut Piagam Madinah. Tanpa memaksa pemeluk agama lain untuk masuk Islam, semua dapat hidup damai dan harmonis menjadi sebuah masyarakat dan negara madani,“ katanya, dalam keterangan resmi, Kamis (11/7/2024).
Prof. Abbas Shouman juga mengomentari tentang banyaknya pelajar Indonesia yang menimba ilmu di Al Azhar. Ini tentu amanat dan tanggung jawab yang tidak ringan bagi Al Azhar. Karena para pelajar asing ini, seperti ditegaskan Grand Syaikh Prof. Dr. Ahmad Al Tayyeb, adalah titipan dari orang tuanya yang harus dijaga dan diayomi sehingga nanti kembali ke negerinya untuk berkonstribusi membangun umat dan bangsa.
"Pelajar asing di Al Azhar selalu menjadi prioritas utama perhatian Grand Syaikh. Dan pelajar-pelajar Indonesia adalah duta-duta terbaik bangsa dalam hal akhlak dan kesungguhan menurut ilmu," pujinya.
Sedangkan Dr. Muchlis M. Hanafi, Direktur Majelis Hukama Muslimin (MHM) Cabang Indonesia, menambahkan penjelasan tentang peran MHM dalam mempromosikan dialog antaragama dan toleransi.
Momentum seruan hidup berdampingan dan damai antar umat beragama ini ditandai dengan dideklarasikannya Piagam Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian dan Hidup Berdampingan antara Grand Syaikh Al Azhar dan Paus Fransiskus pada tahun 2019 di Abu Dhabi Uni Emirat Arab.
"MHM hadir untuk menyebarkan nilai-nilai dialog, toleransi, dan koeksistensi agar umat manusia dapat hidup berdampingan secara rukun dan damai," ungkapnya.
Seminar ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam memperkuat semangat kerukunan umat beragama di Indonesia, sejalan dengan misi Yayasan Attaqwa dalam menjaga persatuan dan perdamaian serta mendidik masyarakat dan generasi muda yang berakhlak mulia sekaligus berpikiran luas untuk menghadapi tantangan zaman.
Prof. Dr. Abbas Shouman, sebagai nara sumber utama, menganggap Indonesia adalah negara yang patut menjadi inspirasi dan contoh model dalam hal kerukunan hidup antar umat beragama. Meski sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, namun dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis bersama para pemeluk agama lain dengan satu tujuan untuk membangun bangsa.
Prof. Abbas yang baru-baru ini diamanahkan Grand Syaikh Al-Azhar sebagai Ketua Pimpinan Pusat Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) mengaku sangat terkesan dalam kunjungannya. Sebelumnya dalam sebuah acara, dirinya disambut oleh para tokoh lintas agama yang eksis di Indonesia.
"Koeksistensi semacam ini juga dapat kita tarik akarnya setelah hijrah Nabi Muhammad saw. ke kota Madinah. Beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, mendamaikan suku Aus dan Khazraj, serta mengikat pemeluk agama lain seperti Yahudi Madinah dalam sebuah perjanjian (mu'ahadah) yang disebut Piagam Madinah. Tanpa memaksa pemeluk agama lain untuk masuk Islam, semua dapat hidup damai dan harmonis menjadi sebuah masyarakat dan negara madani,“ katanya, dalam keterangan resmi, Kamis (11/7/2024).
Prof. Abbas Shouman juga mengomentari tentang banyaknya pelajar Indonesia yang menimba ilmu di Al Azhar. Ini tentu amanat dan tanggung jawab yang tidak ringan bagi Al Azhar. Karena para pelajar asing ini, seperti ditegaskan Grand Syaikh Prof. Dr. Ahmad Al Tayyeb, adalah titipan dari orang tuanya yang harus dijaga dan diayomi sehingga nanti kembali ke negerinya untuk berkonstribusi membangun umat dan bangsa.
"Pelajar asing di Al Azhar selalu menjadi prioritas utama perhatian Grand Syaikh. Dan pelajar-pelajar Indonesia adalah duta-duta terbaik bangsa dalam hal akhlak dan kesungguhan menurut ilmu," pujinya.
Sedangkan Dr. Muchlis M. Hanafi, Direktur Majelis Hukama Muslimin (MHM) Cabang Indonesia, menambahkan penjelasan tentang peran MHM dalam mempromosikan dialog antaragama dan toleransi.
Momentum seruan hidup berdampingan dan damai antar umat beragama ini ditandai dengan dideklarasikannya Piagam Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian dan Hidup Berdampingan antara Grand Syaikh Al Azhar dan Paus Fransiskus pada tahun 2019 di Abu Dhabi Uni Emirat Arab.
"MHM hadir untuk menyebarkan nilai-nilai dialog, toleransi, dan koeksistensi agar umat manusia dapat hidup berdampingan secara rukun dan damai," ungkapnya.
Seminar ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam memperkuat semangat kerukunan umat beragama di Indonesia, sejalan dengan misi Yayasan Attaqwa dalam menjaga persatuan dan perdamaian serta mendidik masyarakat dan generasi muda yang berakhlak mulia sekaligus berpikiran luas untuk menghadapi tantangan zaman.
tulis komentar anda