Pandemi Covid-19 Jadi Momentum Bertahan dan Menemukan Peluang Bisnis Baru
Minggu, 17 Mei 2020 - 15:36 WIB
Persoalan mendasarnya ada pada ketidakpastian di masa pandemi, sehingga jalan keluar paling realistis yang bisa ditempuh adalah bagaimana rumah tangga beradaptasi terhadap pandemi. Keterampilan baru yang sesuai dengan kondisi saat ini, merupakan satu kata kunci bagi proses adaptasi tersebut
Perubahan yang terjadi selama pandemi Covid-9, memaksa hadirnya norma-norma baru di kalangan konsumen. Norma baru tersebut, seperti cara bekerja, konsumsi, menikmati waktu santai, interaksi sosial, dan sebagainya. “Muncul pula rasionalitas baru. Konsumen lebih realistis soal kebutuhan dari pada keinginan. Selain itu, pola konsumsi mulai menjauhi unsur materialistis,” jelasnya.
Dia kemudian menambahkan, di balik kenormalan baru, terdapat kecemasan, ketakutan dan ketidakpastian. Menurutnya, ini menjadi model untuk merumuskan strategi bisnis. “Posisi bisnis, kalau berada di jurang kecemasan konsumen, maka konsumen harus didekati secara persuasif. Hambatannya ada di kecemasan dan ketidakpastian. Sediakan jembatan yang memberikan rasa aman bagi konsumen untuk menyeberangi jurang itu,” kata dosen lulusan Tilburg University, Belanda itu.
Ini membuka peluang asosiasi industri untuk menerapkan safety standard industry. Misalnya, dengan ritual cuci tangan, ada pengontrolan jarak konsumen, dan sebagainya. Konsumen yang berada di seberang jurang, juga bisa disiasati dengan strategi bisnis yang mendatangi konsumen. Misalnya, memanfaatkan sistem penjualan online untuk mengantarkan barang pesanan.
Sementara, jika bisnis dan konsumen berada di posisi yang sama di sebuah jurang, maka pelaku usaha cukup fokus pada pengembangan usahanya. Karena bisnis ini tidak menimbulkan potensi penularan penyakit. Bisnis di posisi ini, contohnya bisnis di bidang hiburan online.
Ketika posisi bisnis dalam hati konsumen, rasa takut justru menjadi peluang bisnis. Dalam hal ini pelaku bisnis memodifikasi ketakutan tersebut. “Seperti bisnis di bidang kesehatan, misalnya APD. Di masa pandemi Covid-19, jumlah penjualan APD dan produk kesehatan meningkat. Inovasinya bisa dengan membuat masker yang fashionable,” katanya.
Perubahan yang terjadi selama pandemi Covid-9, memaksa hadirnya norma-norma baru di kalangan konsumen. Norma baru tersebut, seperti cara bekerja, konsumsi, menikmati waktu santai, interaksi sosial, dan sebagainya. “Muncul pula rasionalitas baru. Konsumen lebih realistis soal kebutuhan dari pada keinginan. Selain itu, pola konsumsi mulai menjauhi unsur materialistis,” jelasnya.
Dia kemudian menambahkan, di balik kenormalan baru, terdapat kecemasan, ketakutan dan ketidakpastian. Menurutnya, ini menjadi model untuk merumuskan strategi bisnis. “Posisi bisnis, kalau berada di jurang kecemasan konsumen, maka konsumen harus didekati secara persuasif. Hambatannya ada di kecemasan dan ketidakpastian. Sediakan jembatan yang memberikan rasa aman bagi konsumen untuk menyeberangi jurang itu,” kata dosen lulusan Tilburg University, Belanda itu.
Ini membuka peluang asosiasi industri untuk menerapkan safety standard industry. Misalnya, dengan ritual cuci tangan, ada pengontrolan jarak konsumen, dan sebagainya. Konsumen yang berada di seberang jurang, juga bisa disiasati dengan strategi bisnis yang mendatangi konsumen. Misalnya, memanfaatkan sistem penjualan online untuk mengantarkan barang pesanan.
Sementara, jika bisnis dan konsumen berada di posisi yang sama di sebuah jurang, maka pelaku usaha cukup fokus pada pengembangan usahanya. Karena bisnis ini tidak menimbulkan potensi penularan penyakit. Bisnis di posisi ini, contohnya bisnis di bidang hiburan online.
Ketika posisi bisnis dalam hati konsumen, rasa takut justru menjadi peluang bisnis. Dalam hal ini pelaku bisnis memodifikasi ketakutan tersebut. “Seperti bisnis di bidang kesehatan, misalnya APD. Di masa pandemi Covid-19, jumlah penjualan APD dan produk kesehatan meningkat. Inovasinya bisa dengan membuat masker yang fashionable,” katanya.
(cip)
tulis komentar anda