Rektor UIN Jakarta Prof Asep Saepudin Jahar Ingin Wujudkan Integrasi Islam, Sains, dan Teknologi
loading...
A
A
A
Betul, karena UIN ini kan menyiapkan intelektual, menyiapkan aktivis, menyiapkan juga enterpreneur, menyiapkan juga birokrat, menyiapkan juga politisi, dan lain-lain. Kalau mereka keluar dengan pemahaman terhadap Islam sangat kaku ataupun ekstrem, itu bahaya.
Nah, kalau ini kita tidak kelola dengan baik, berarti kita menyiapkan generasi yang akan menggerogoti Pancasila, menggerogoti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Karena itulah, hadirnya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari dulu, dari zamannya Harun Nasution, itu terkait dengan rasionalisme. Nah, UIN Jakarta menghadirkan perspektif yang bisa lebih komprehensif.
Sehingga, walaupun kita melihat dari depan dan belakang atau samping, maka punya kesimpulan yang sama. Apa itu? Islam for harmony, Islam for peace, Islam for freedom. Itulah konteksnya, arahnya ke sana.
Bagaimana Bapak menilai posisi Rektor yang memiliki otoritas “besar” dengan nilai-nilai latar belakang Bapak dari keluarga guru?
Kebahagiaan saya dalam saya menjabat sebagai Rektor ini, ada imajinasinya saya, ada obsesi, kemudian punya otoritas. Alhamdulillah. Saya ingin terbuka dan transparan. Tapi yang lebih penting, saya punya otoritas kebijakan. Saya pengen maju UIN Jakarta ini. Ya Allah semoga diridhoi, saya ingin memperbaiki ini.
Wakaf saya sebagai Rektor adalah membuat kebijakan untuk kepentingan kemajuan UIN Jakarta. Setiap wakaf itu akan dicatat kebaikannya. Semua yang kita miliki nisbi semua. Maksud saya, kebaikan yang terbaik adalah membahagiakan orang, menyenangkan orang. Itulah yang saya bangun sebagai Rektor. Dalam arti, jabatan sebagai Rektor kan enggak lama. Hidup kan juga sementara, apalah arti hidup ini. Hidup ini kan “mazro’atul akhiroh”, hidup ini sebagai ladang berbuat baik untuk akhirat.
Pengalaman hidup saya yang guru, orang tua saya ya guru. Jadi, dedikasinya mengajar kepada masyarakat, kehidupannya juga tidak ada yang bergaya dan berlebihan seperti yang lain. Mungkin juga itu sebagai doa dari mereka ya untuk saya. Artinya, bagi saya ya mudah-mudahan diberikan umur panjang, kesehatan, dan kemampuan untuk berdedikasi melakukan perbaikan dan pengembangan untuk kemajuan UIN Jakarta.
Bagaimana cara UIN Jakarta untuk menyelaraskan Islam, sains, dan teknologi?
Yang memang harus selalu ditekankan adalah dalam sistem kurikulum kita. Contoh, apa sih basic knowledge yang harus dikuasai mahasiswa/i? Misalnya mahasiswa/i Fakultas Kedokteran di dalam konteks integrasi tadi? Tentu bukan berarti Islam itu nyuntik pasien itu beda, kan sama saja nyuntiknya.
Nah, kalau ini kita tidak kelola dengan baik, berarti kita menyiapkan generasi yang akan menggerogoti Pancasila, menggerogoti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Karena itulah, hadirnya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari dulu, dari zamannya Harun Nasution, itu terkait dengan rasionalisme. Nah, UIN Jakarta menghadirkan perspektif yang bisa lebih komprehensif.
Sehingga, walaupun kita melihat dari depan dan belakang atau samping, maka punya kesimpulan yang sama. Apa itu? Islam for harmony, Islam for peace, Islam for freedom. Itulah konteksnya, arahnya ke sana.
Bagaimana Bapak menilai posisi Rektor yang memiliki otoritas “besar” dengan nilai-nilai latar belakang Bapak dari keluarga guru?
Kebahagiaan saya dalam saya menjabat sebagai Rektor ini, ada imajinasinya saya, ada obsesi, kemudian punya otoritas. Alhamdulillah. Saya ingin terbuka dan transparan. Tapi yang lebih penting, saya punya otoritas kebijakan. Saya pengen maju UIN Jakarta ini. Ya Allah semoga diridhoi, saya ingin memperbaiki ini.
Wakaf saya sebagai Rektor adalah membuat kebijakan untuk kepentingan kemajuan UIN Jakarta. Setiap wakaf itu akan dicatat kebaikannya. Semua yang kita miliki nisbi semua. Maksud saya, kebaikan yang terbaik adalah membahagiakan orang, menyenangkan orang. Itulah yang saya bangun sebagai Rektor. Dalam arti, jabatan sebagai Rektor kan enggak lama. Hidup kan juga sementara, apalah arti hidup ini. Hidup ini kan “mazro’atul akhiroh”, hidup ini sebagai ladang berbuat baik untuk akhirat.
Pengalaman hidup saya yang guru, orang tua saya ya guru. Jadi, dedikasinya mengajar kepada masyarakat, kehidupannya juga tidak ada yang bergaya dan berlebihan seperti yang lain. Mungkin juga itu sebagai doa dari mereka ya untuk saya. Artinya, bagi saya ya mudah-mudahan diberikan umur panjang, kesehatan, dan kemampuan untuk berdedikasi melakukan perbaikan dan pengembangan untuk kemajuan UIN Jakarta.
Bagaimana cara UIN Jakarta untuk menyelaraskan Islam, sains, dan teknologi?
Yang memang harus selalu ditekankan adalah dalam sistem kurikulum kita. Contoh, apa sih basic knowledge yang harus dikuasai mahasiswa/i? Misalnya mahasiswa/i Fakultas Kedokteran di dalam konteks integrasi tadi? Tentu bukan berarti Islam itu nyuntik pasien itu beda, kan sama saja nyuntiknya.