Angka Putus Sekolah Kembali Naik, Wakil Ketua MPR Minta Ruang Pembelajaran Diperluas
loading...
A
A
A
Diskusi itu menghadirkan narasumber yaitu, Ratih Megasari Singkarru, M.Sc. (Kapoksi Komisi X Fraksi NasDem DPR RI), Anindito Aditomo, S.Psi., M.Phil., Ph.D. (Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek), dan Dr. Jejen Musfah, MA (Wakil Sekjen Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia /PB PGRI - Pemred Majalah Suara Guru).
Selain itu, hadir pula Halili Hasan (Direktur Eksekutif SETARA Institute), Indrastuti (Wartawan Media Indonesia Bidang Pendidikan) dan Ahmad Baedhowi AR (Direktur Eksekutif Yayasan Sukma Bangsa) sebagai penanggap.
Kapoksi Komisi X Fraksi NasDem DPR, Ratih Megasari Singkarru mengungkapkan pada periode 2012-2023 rata-rata peserta didik hanya mengenyam pendidikan 8 tahun, bahkan di sejumlah daerah tertentu ada yang hanya 7 tahun. Padahal penerapan wajib belajar selama 12 tahun.
Sejumlah kendala, ujar Ratih, menjadi penyebab kondisi tersebut seperti kondisi ekonomi keluarga, daya tampung sekolah, faktor geografi, pandemi dan pemahaman keluarga tentang pendidikan.
Karena kendala finansial, banyak anak usia sekolah terpaksa bekerja. Selain itu, tambahnya, daya tampung SMA dan SMK yang terbatas menyebabkan tidak mampu menampung seluruh lulusan SMP.
Demikian juga faktor geografis, dengan kepadatan penduduk yang rendah, ujar Ratih, ada biaya tambahan untuk menuju ke sekolah.
Padahal, tegas Ratih, dampak putus sekolah akan menyebabkan IPM rendah, pengangguran dan sulit meningkatkan kesejahteraan.
Ratih berpendapat semakin terintegrasinya data antarkementerian akan sangat membantu mewujudkan proses pendidikan yang tepat kepada setiap anak bangsa yang membutuhkan.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo berpendapat, untuk melihat angka putus sekolah harus dikaitkan secara historis.
Bila dibandingkan dengan kondisi 20 tahun lalu, ujar Anindito, sebenarnya saat ini terjadi peningkatan angka partisipasi sekolah bahkan mendekati 100%.
Selain itu, hadir pula Halili Hasan (Direktur Eksekutif SETARA Institute), Indrastuti (Wartawan Media Indonesia Bidang Pendidikan) dan Ahmad Baedhowi AR (Direktur Eksekutif Yayasan Sukma Bangsa) sebagai penanggap.
Kapoksi Komisi X Fraksi NasDem DPR, Ratih Megasari Singkarru mengungkapkan pada periode 2012-2023 rata-rata peserta didik hanya mengenyam pendidikan 8 tahun, bahkan di sejumlah daerah tertentu ada yang hanya 7 tahun. Padahal penerapan wajib belajar selama 12 tahun.
Sejumlah kendala, ujar Ratih, menjadi penyebab kondisi tersebut seperti kondisi ekonomi keluarga, daya tampung sekolah, faktor geografi, pandemi dan pemahaman keluarga tentang pendidikan.
Karena kendala finansial, banyak anak usia sekolah terpaksa bekerja. Selain itu, tambahnya, daya tampung SMA dan SMK yang terbatas menyebabkan tidak mampu menampung seluruh lulusan SMP.
Demikian juga faktor geografis, dengan kepadatan penduduk yang rendah, ujar Ratih, ada biaya tambahan untuk menuju ke sekolah.
Padahal, tegas Ratih, dampak putus sekolah akan menyebabkan IPM rendah, pengangguran dan sulit meningkatkan kesejahteraan.
Ratih berpendapat semakin terintegrasinya data antarkementerian akan sangat membantu mewujudkan proses pendidikan yang tepat kepada setiap anak bangsa yang membutuhkan.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo berpendapat, untuk melihat angka putus sekolah harus dikaitkan secara historis.
Bila dibandingkan dengan kondisi 20 tahun lalu, ujar Anindito, sebenarnya saat ini terjadi peningkatan angka partisipasi sekolah bahkan mendekati 100%.