Kisah Inspiratif Felisha dan Henrikus, Mahasiswa 3T yang Berjuang Kuliah di ITB
loading...
A
A
A
JAKARTA - ITB mendukung upaya pengembangan potensi "mutiara" terbaik bangsa dari daerah 3T untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam menempuh pendidikan tinggi.
Inilah kisah Kwart Felish Pitornela Wainggai, mahasiswa Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB Angkatan 2023 dan Henrikus Williams Ko’o (FMIPA Angkatan 2023).
Felisha adalah mahasiswa asal Serui, Papua yang mendapat bantuan pendidikan melalui program beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) Kemendikbudristek.
Sementara Henrikus mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menerima bantuan biaya pendidikan melalui program Dukungan Daerah 3T.
Baca juga: Cerita Perjuangan Ezri, Mahasiswa Asal Papua yang Sukses Tembus IISMA ke Italia
Dia mengaku kesulitan untuk mengakses internet di tempat tinggalnya di Serui. Hal ini yang menjadi tantangan tersendiri baginya dalam mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa ITB kala itu.
Felisha bercerita, dia baru bisa mengakses internet ketika malam hari. Keterbatasan akses informasi ini yang harus dia atur sebisa mungkin agar bisa lolos penerimaan di ITB.
Hingga akhirnya dia diterima di ITB, dia pun menerima tantangan baru kembali. Yaitu suasana pembelajaran yang berbeda dari kampung halamannya.
Perbedaan cuaca, bahasa, budaya, serta kualitas pembelajaran membuatnya mengalami kesulitan pada awal perkuliahan. Selain itu, ia mengaku masa transisi dari SMA ke kuliah membuatnya sulit mengatur waktu.
Kwart Felish Pitornela Wainggai. Foto/ITB.
Ketika menjadi mahasiswi, Felisha harus bisa membagi waktu antara belajar, mengerjakan tugas, mengikuti kegiatan nonakademik, dan bersosialisasi dengan teman.
Bersyukur ada program pendampingan dari ITB yang membantu proses adaptasi Felisha. Sesi curhat dengan dosen walinya memberinya motivasi untuk meneruskan perjalanannya di ITB.
"Selain itu, banyak dosen dari kelas afirmasi yang mendampingi,” ungkapnya, dikutip dari laman ITB, Kamis (15/6/2023).
Selain itu, Felisha bercerita mengikuti banyak kegiatan nonakademik yang membantunya lebih mengenal lingkungan belajarnya yang baru.
Baca juga: Kisah Uut, Anak Buruh Tani Lulus Cum Laude di UNY dan Bercita-cita Menjadi Guru
Henrikus yang mengaku tertarik dengan dunia astronomi ini mengaku mengalami kendala belajar yang sama dialami oleh Felisha.
Proses adaptasi yang harus ia jalani untuk mengenal lingkungan perantauannya ini cukup menyulitkan pada awalnya. Begitu pula dengan masa transisi antara SMA dan kuliah yang berbeda.
Sebagai mahasiswa afirmasi, Henrikus juga menerima program pendampingan yang difasilitasi oleh ITB. Ia merasa terbantu dengan pendampingan akademik yang diberikan oleh tutor akademik. Henrikus dan mahasiswa afirmasi lainnya mengikuti kelas khusus yang biasanya diselenggarakan sebanyak 4 kali dalam seminggu.
Henrikus Williams Ko’o. Foto/ITB.
Dengan adanya kelas ini, Henrikus merasa senang karena memiliki waktu belajar lebih banyak. Kegiatan-kegiatan pendukung yang diikuti oleh mahasiswa afirmasi lainnya juga membawa Henrikus ke pengalaman-pengalaman baru.
Felisha dan Henrikus mengaku senang dengan adanya program yang mendukung pelajar dari daerah 3T. Mereka berharap semakin banyak pelajar dari daerah 3T yang menempuh pendidikan tinggi.
“Tetap semangat! Kalau kalian diterima di ITB, itu tandanya kalian sudah hebat. Kalau berhasil menamatkan pendidikan di ITB, kalian harus bisa berkontribusi ke masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai bukti kalian mendapatkan banyak pembelajaran di ITB. Mari membangun negara demi Indonesia maju dan pintar,” pesan Felisha.
Tak lupa Henrikus juga menyemangati siswa yang ingin masuk ke ITB, terutama untuk siswa dari daerah 3T.
“Saya yakin teman-teman bisa diterima di ITB, apalagi ITB memiliki Program Dukungan Daerah 3T. Tetap semangat belajar dan tidak lupa untuk berdoa,” pungkasnya.
Lihat Juga: ITB Sampaikan Duka Cita Atas Tewasnya Mahasiswa Fakultas Teknik Loncat dari Lantai 27 Apartemen
Inilah kisah Kwart Felish Pitornela Wainggai, mahasiswa Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB Angkatan 2023 dan Henrikus Williams Ko’o (FMIPA Angkatan 2023).
Felisha adalah mahasiswa asal Serui, Papua yang mendapat bantuan pendidikan melalui program beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) Kemendikbudristek.
Sementara Henrikus mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menerima bantuan biaya pendidikan melalui program Dukungan Daerah 3T.
Baca juga: Cerita Perjuangan Ezri, Mahasiswa Asal Papua yang Sukses Tembus IISMA ke Italia
Tantangan Felisha
Dia mengaku kesulitan untuk mengakses internet di tempat tinggalnya di Serui. Hal ini yang menjadi tantangan tersendiri baginya dalam mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa ITB kala itu.
Felisha bercerita, dia baru bisa mengakses internet ketika malam hari. Keterbatasan akses informasi ini yang harus dia atur sebisa mungkin agar bisa lolos penerimaan di ITB.
Hingga akhirnya dia diterima di ITB, dia pun menerima tantangan baru kembali. Yaitu suasana pembelajaran yang berbeda dari kampung halamannya.
Perbedaan cuaca, bahasa, budaya, serta kualitas pembelajaran membuatnya mengalami kesulitan pada awal perkuliahan. Selain itu, ia mengaku masa transisi dari SMA ke kuliah membuatnya sulit mengatur waktu.
Kwart Felish Pitornela Wainggai. Foto/ITB.
Ketika menjadi mahasiswi, Felisha harus bisa membagi waktu antara belajar, mengerjakan tugas, mengikuti kegiatan nonakademik, dan bersosialisasi dengan teman.
Bersyukur ada program pendampingan dari ITB yang membantu proses adaptasi Felisha. Sesi curhat dengan dosen walinya memberinya motivasi untuk meneruskan perjalanannya di ITB.
"Selain itu, banyak dosen dari kelas afirmasi yang mendampingi,” ungkapnya, dikutip dari laman ITB, Kamis (15/6/2023).
Selain itu, Felisha bercerita mengikuti banyak kegiatan nonakademik yang membantunya lebih mengenal lingkungan belajarnya yang baru.
Baca juga: Kisah Uut, Anak Buruh Tani Lulus Cum Laude di UNY dan Bercita-cita Menjadi Guru
Masa Transisi Henrikus
Henrikus yang mengaku tertarik dengan dunia astronomi ini mengaku mengalami kendala belajar yang sama dialami oleh Felisha.
Proses adaptasi yang harus ia jalani untuk mengenal lingkungan perantauannya ini cukup menyulitkan pada awalnya. Begitu pula dengan masa transisi antara SMA dan kuliah yang berbeda.
Sebagai mahasiswa afirmasi, Henrikus juga menerima program pendampingan yang difasilitasi oleh ITB. Ia merasa terbantu dengan pendampingan akademik yang diberikan oleh tutor akademik. Henrikus dan mahasiswa afirmasi lainnya mengikuti kelas khusus yang biasanya diselenggarakan sebanyak 4 kali dalam seminggu.
Henrikus Williams Ko’o. Foto/ITB.
Dengan adanya kelas ini, Henrikus merasa senang karena memiliki waktu belajar lebih banyak. Kegiatan-kegiatan pendukung yang diikuti oleh mahasiswa afirmasi lainnya juga membawa Henrikus ke pengalaman-pengalaman baru.
Felisha dan Henrikus mengaku senang dengan adanya program yang mendukung pelajar dari daerah 3T. Mereka berharap semakin banyak pelajar dari daerah 3T yang menempuh pendidikan tinggi.
“Tetap semangat! Kalau kalian diterima di ITB, itu tandanya kalian sudah hebat. Kalau berhasil menamatkan pendidikan di ITB, kalian harus bisa berkontribusi ke masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai bukti kalian mendapatkan banyak pembelajaran di ITB. Mari membangun negara demi Indonesia maju dan pintar,” pesan Felisha.
Tak lupa Henrikus juga menyemangati siswa yang ingin masuk ke ITB, terutama untuk siswa dari daerah 3T.
“Saya yakin teman-teman bisa diterima di ITB, apalagi ITB memiliki Program Dukungan Daerah 3T. Tetap semangat belajar dan tidak lupa untuk berdoa,” pungkasnya.
Lihat Juga: ITB Sampaikan Duka Cita Atas Tewasnya Mahasiswa Fakultas Teknik Loncat dari Lantai 27 Apartemen
(nnz)