Dosen FISIP UI: Indonesia dan ASEAN Perlu Patroli Bersama Cegah Provokasi China di LCS

Jum'at, 15 Desember 2023 - 21:15 WIB
loading...
Dosen FISIP UI: Indonesia dan ASEAN Perlu Patroli Bersama Cegah Provokasi China di LCS
Duta Besar Indonesia untuk Filipina, Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi pembicara utama dalam seminar bertema konflik Laut China Selatan yang digelar FSI di Jakarta, Kamis (14/12/2023). Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Indonesia dan negara-negara ASEAN lain harus bersatu dan bergandengan tangan untuk menyelenggarakan patroli bersama terkait konflik di Laut China Selatan (LCS ). Patroli bersama itu dinilai penting untuk menjaga kondusifitas dan keamanan di kawasan LCS.

"Selain itu juga untuk mencegah tindakan provokasi dari Republik Rakyat China di kawasan Asia Tenggara ini," kata Dosen Hubungan Internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIIP) Universitas Indonesia (UI), Ristian Atriandi Supriyanto dalam seminar publik berjudul China, Filipina, dan Ketegangan Kawasan Asia Tenggara yang diselenggarakan oleh Forum Sinalogi Indonesia (FSI) di Jakarta pada Kamis, 14 Desember 2023.

Seminar menghadirkan Duta Besar Republik Indonesia untuk Filipina Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo sebagai pembicara utama.Seminar juga dihadiri oleh para mahasiswa dan akademisi dari beberapa universitas di Jakarta, antara lain Universitas Pertahanan (Unhan) yang diwakili oleh dekan Fakultas Keamanan Mayor Jenderal Dr. Pujo Widodo dan Ketua Program Studi Magister Keamanan Maritim Kolonel (KH) Dr. Panji Suwarno. Hadir juga mahasiswa dan akademisi dari UI, Universita Pelita Harapan (UPH) dan Universitas Bina Nusantara (Binus).



Belum lama ini saja, kata Ristian, telah terjadi gesekan antara Filipina dan China di Laut China Selatan. Dalam konflik itu personel militer China menembakkan meriam air bertekanan tinggi serta penggunaan senjata laser kepada patroli maritim Filipina. Meskipun penggunaannya tidak bersenjata api, tapi tetap memiliki niat intimidasi dengan tujuan menyiutkan nyali satu pihak.

Ristian menilai, di tengah konflik Laut China Selatan yang kian menghangat, Filipina menjadi salah satu pihak yang paling tertekan. Kondisi itu mau tidak mau pada akhirnya berpotensi merembet ke negara ASEAN. Dalam penjelasannya, kandidat doktor asal Australian National University ini juga melihat konflik Laut China Selatan ini dari sisi perbandingan kekuatan negara negara yang berada di sekitar konflik LSC. “Baik itu kekuatan militer maupun paramiliter masih berada jauh di bawah kekuatan lain, yaitu China,” kata Ristian.

Ristian menambahkan, persoalan sengketa Laut China Selatan tidak hanya meningkatkan ketegangan antara China dan Filipina, tapi juga dengan sesama negara ASEAN.

“Tapi buat Filipina tindakan China dalam memperjuangkan klaimnya bisa dikatakan paling provokatif. Tindakan provokatif China itulah alasan yang membuat Filipina berusaha mencari dukungan, tidak hanya dari Amerika Serikat dan Australia, tapi juga negara negara lain, Kanada, Jepang, Inggris, Prancis dan bisa jadi akan bertambah. Jadi pelibatan negara negara di atas harus dilihat sebagai akibat dari tindakan agresif dan provokatif China,” katanya.

Pemerhati masalah hubungan internasional Universitas Pelita Harapan (UPH) yang juga Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI), Dr. Johanes Herlijanto menyatakan, situasi yang berlangsung di Laut China Selatan sangat penting jadi perhatian bagi Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya termasuk dalam hal ini Filipina yang akhir-akhir ini terlibat konflik dengan sikap agresif Republik Rakyat China (RRC).

“Perlu dicatat bahwa Filipina telah mengambil berbagai langkah yang berbeda beda, salah satunya adalah mengajukan gugatan terhadap RRC kepada Mahkamah Arbritase Internasional di Den Haag, dengan hasil yang memperkuat posisi hukum Filipina dalam hal kepemilikan ZEE mereka di LCS,” tutur Johanes.

Johanes berpendapat, bila negara-negara Asia Tenggara ingin menghindari pelibatan kekuatan-kekuatan dari luar kawasan dalam persoalan di Laut China Selatan maka ASEAN sebagai sebuah kekuatan regional di Asia Tenggara harus mampu memainkan peran hingga pada tataran yang dapat mencegah RRC melakukan tindakan agresif di kawasan perairan Asia Tenggara.
“Negara-negara ASEAN harus bersatu dan menyatakan sikap yang tegas terhadap provokasi dari RRC di LCS,” pungkas Johanes.

Sementara itu Duta Besar Indonesia untuk Filipina, Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo mengatakan, kedua belah baik itu Filipina maupun RRC perlu menahan diri dan berupaya tetap menggunakan jalur diplomasi untuk penyelesaian konflik di LCS.

Menurutnya, kebijakan Presiden Marcos, Jr yang menekankan agar Filipina menjadi “a friend to all and an enemy to none” (teman bagi semua) memegang peran penting.

Agus berpandangan bahwa Filipina melihat pentingnya persatuan dan konsolidasi ASEAN dalam penyelesaian sengketa wilayah teritorial LCS/WPS yang juga melibatkan Vietnam, Malaysia, dan Brunei. Menurutnya, penyelesaian Code of Conduct (tata perilaku) di LCS merupakan prioritas utama bagi Filipina. Meski demikian, dalam sesi tanya jawab, Agus Widjojo juga mengatakan bahwa bukan tidak mungkin terjadi peningkatan eskalasi hingga terjadinya perang.
(wyn)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4119 seconds (0.1#10.140)