Sekolah Diberi Masa Transisi 3 Tahun untuk Implementasi Kurikulum Merdeka
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kemendikbudristek memberikan masa transisi tiga tahun bagi sekolah yang belum siap mengimplementasikan Kurikulum Merdeka . Ini juga berlaku untuk sekolah yang berada di daerah 3T.
Plt. Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek Yogi Anggraena mengatakan, setelah Kurikulum Merdeka ditetapkan sebagai kurikulum nasional Kemendikbudristek memberikan masa transisi selama tiga tahun bagi sekolah yang belum siap baik di kota dan pelosok.
Baca juga: Tata Cara Pendaftaran Kurikulum Merdeka, Dibuka hingga 28 April 2024
"Biasanya setelah kebijakan dilaksanakan seluruh sekolah harus menerapkan. Tapi Kurikulum Merdeka ngga harus 100 persen tahun ini. Tetapi sesuai kesiapan sekolah," katanya di sela Sosialisasi Kurikulum Mereka, dalam keterangan resmi, Kamis (1/8/2024).
Yogi menjelaskan, Kemendikbudristek memberi masa transisi tiga tahun bagi sekolah yang masih menerapkan Kurikulum 2013 untuk beralih ke Kurikulum Merdeka.
Baca juga: Terapkan Kurikulum Merdeka, Anak Usia Dini Dikenali dengan Kuliner Khas Kudus
Pembagian masa transisi ini yaitu tahun 2026 untuk sekolah-sekolah di daerah non 3T dan 2027 untuk sekolah di daerah 3T untuk sekolah bisa menerapkan Kurikulum Merdeka.
Baca juga: Kemendikbudristek Perkuat Pembelajaran Sastra di Kurikulum Merdeka
"Jadi sekolah yang belum siap itu belajar dulu. Tahun ini masih diperbolehkan menggunakan Kurikulum 2013. Untuk transisi itu tiga tahun," jelasnya.
Yogi menuturkan, jumlah satuan pendidikan formal yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka itu secara nasional kurang dari 5 persen. Menurutnya, persentase ini menjadi tantangan karena banyak sekolah yang belum terpapar informasi mengenai Kurikulum Merdeka.
Sosialisasi Kurikulum Merdeka yang digelar di Jakarta Timur ini turut dihadiri Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDIP Putra Nababan.
Menurut Putra, dia mendukung pelaksanaan Kurikulum Merdeka diterapkan di sekolah karena relevan dengan tantangan zaman. Baik itu tantangan siswa untuk menemukan pekerjaan di masa depan dan juga mengasah minat dan bakat sejak dari bangku sekolah.
"Karena saya pribadi melihat bahwa Kurikulum Merdeka ini relevan untuk diterapkan kepada anak didik kita. Baik di tingkat SD maupun tingkat kuliah," tuturnya.
Panda menjelaskan, Indonesia membutuhkan SDM yang begitu mereka diwisuda tidak kesulitan mencari pekerjaan bahkan membuka lapangan pekerjaan.
"Indonesia ini membutuhkan anak-anak Indonesia yang lebih banyak dari menjadi spesialis. Bukan sekedar generalis," tuturnya.
Putra mengatakan, dengan Kurikulum Merdeka siswa disiapkan untuk bisa menemukan apa yang mereka inginkan. Entah itu lanjut ke perguruan tinggi ataupun lainnya.
"Mereka sudah punya bayangan, punya keinginan, apa yang mereka lakukan di dunia pekerjaan, mau lanjut ke dunia profesional, mereka sudah mempersiapkan," imbuhnya.
Selain itu, Putra juga menekankan pentingnya peran guru dalam Kurikulum Merdeka. Sebab, guru tidak lagi menjadi pusat pembelajaran, melainkan memberikan bimbingan kepada peserta didik.
"Anak didik kita ini kan terbuka, mereka bisa melihat Google, YouTube, mereka melihat dalam media online, dengan segala platform media, mereka juga melihat dunia luar. Jadi mereka punya aspirasi. Tapi yang namanya basis teori bagaimana mempersiapkan mereka adalah di guru," pungkasnya.
Plt. Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek Yogi Anggraena mengatakan, setelah Kurikulum Merdeka ditetapkan sebagai kurikulum nasional Kemendikbudristek memberikan masa transisi selama tiga tahun bagi sekolah yang belum siap baik di kota dan pelosok.
Baca juga: Tata Cara Pendaftaran Kurikulum Merdeka, Dibuka hingga 28 April 2024
"Biasanya setelah kebijakan dilaksanakan seluruh sekolah harus menerapkan. Tapi Kurikulum Merdeka ngga harus 100 persen tahun ini. Tetapi sesuai kesiapan sekolah," katanya di sela Sosialisasi Kurikulum Mereka, dalam keterangan resmi, Kamis (1/8/2024).
Yogi menjelaskan, Kemendikbudristek memberi masa transisi tiga tahun bagi sekolah yang masih menerapkan Kurikulum 2013 untuk beralih ke Kurikulum Merdeka.
Baca juga: Terapkan Kurikulum Merdeka, Anak Usia Dini Dikenali dengan Kuliner Khas Kudus
Pembagian masa transisi ini yaitu tahun 2026 untuk sekolah-sekolah di daerah non 3T dan 2027 untuk sekolah di daerah 3T untuk sekolah bisa menerapkan Kurikulum Merdeka.
Baca juga: Kemendikbudristek Perkuat Pembelajaran Sastra di Kurikulum Merdeka
"Jadi sekolah yang belum siap itu belajar dulu. Tahun ini masih diperbolehkan menggunakan Kurikulum 2013. Untuk transisi itu tiga tahun," jelasnya.
Yogi menuturkan, jumlah satuan pendidikan formal yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka itu secara nasional kurang dari 5 persen. Menurutnya, persentase ini menjadi tantangan karena banyak sekolah yang belum terpapar informasi mengenai Kurikulum Merdeka.
Sosialisasi Kurikulum Merdeka yang digelar di Jakarta Timur ini turut dihadiri Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDIP Putra Nababan.
Menurut Putra, dia mendukung pelaksanaan Kurikulum Merdeka diterapkan di sekolah karena relevan dengan tantangan zaman. Baik itu tantangan siswa untuk menemukan pekerjaan di masa depan dan juga mengasah minat dan bakat sejak dari bangku sekolah.
"Karena saya pribadi melihat bahwa Kurikulum Merdeka ini relevan untuk diterapkan kepada anak didik kita. Baik di tingkat SD maupun tingkat kuliah," tuturnya.
Panda menjelaskan, Indonesia membutuhkan SDM yang begitu mereka diwisuda tidak kesulitan mencari pekerjaan bahkan membuka lapangan pekerjaan.
"Indonesia ini membutuhkan anak-anak Indonesia yang lebih banyak dari menjadi spesialis. Bukan sekedar generalis," tuturnya.
Putra mengatakan, dengan Kurikulum Merdeka siswa disiapkan untuk bisa menemukan apa yang mereka inginkan. Entah itu lanjut ke perguruan tinggi ataupun lainnya.
"Mereka sudah punya bayangan, punya keinginan, apa yang mereka lakukan di dunia pekerjaan, mau lanjut ke dunia profesional, mereka sudah mempersiapkan," imbuhnya.
Selain itu, Putra juga menekankan pentingnya peran guru dalam Kurikulum Merdeka. Sebab, guru tidak lagi menjadi pusat pembelajaran, melainkan memberikan bimbingan kepada peserta didik.
"Anak didik kita ini kan terbuka, mereka bisa melihat Google, YouTube, mereka melihat dalam media online, dengan segala platform media, mereka juga melihat dunia luar. Jadi mereka punya aspirasi. Tapi yang namanya basis teori bagaimana mempersiapkan mereka adalah di guru," pungkasnya.
(nnz)