Rektor Marsudi: Guru Besar Harus Memberi Manfaat yang Besar untuk Masyarakat

Rabu, 11 Desember 2024 - 16:40 WIB
loading...
Rektor Marsudi: Guru...
Prof. Dr. Dede Lia Zariatin, ST., MT. dan Prof. Dr. La Ode Mohammad Firman, ST. MT usai dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Pancasila.
A A A
Universitas Pancasila (UP) kembali memperkaya jajaran akademiknya dengan mengukuhkan dua Guru Besar baru pada Rabu, (11/12). Upacara pengukuhan yang berlangsung khidmat di Kampus Universitas Pancasila ini menandai tonggak sejarah baru bagi UP, sekaligus menjadi inspirasi bagi sivitas akademika lainnya.

Dua ilmuwan yang dikukuhkan adalah Prof. Dr. Dede Lia Zariatin, ST., MT. dan Prof. Dr. La Ode Mohammad Firman, ST. MT. Keduanya adalah para ilmuwan di bidang Teknik Mesin, telah berhasil mengembangkan berbagai inovasi dan penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat. Ia juga aktif dalam kegiatan pengabdian masyarakat, menunjukkan kepeduliannya terhadap permasalahan yang dihadapi bangsa.

Dalam sambutannya, Rektor Universitas Pancasila, Prof. Marsudi Wahyu Kisworo menyampaikan bahwa pengukuhan Guru Besar merupakan momentum penting bagi UP untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian serta memberi manfaat yang besar pada masyarakat.

Ia juga mengatakan pencapaian guru besar bukanlah akhir, namun justru sebagai awal untuk bergerak dan membuktikan dalam kehidupan masyarakat. "Ini merupakan awal sekaligus tantangan untuk membuktikan kegurubesarannya dalam kehidupan masyarakat," katanya.

Selain itu, menurutnya dengan menjadi Guru Besar, justru harus berkarya dan bekerja terus serta berkiprah di masyarakat. "Diharapkan dapat berkiprah tidak hanya dalam bidang akademik keilmuan tapi juga berperan di masyarakat untuk menaikkan harkat dan martabat bangsa," harapnya.

Rektor UP menegaskan Guru Besar juga memiliki wewenang untuk menyampaian pendapat yang sesuai dengan bidang keilmuannya yang dilindungi Undang-undang. "Di dalam UU kita, Guru Besar adalah dosen yang memiliki kebebasan akademik. Artinya dia memiliki kewenangan untuk menyampaikan statement dan dilindungi UU," ucapnya.

Dengan hak yang seluas-luasnya ini, ungkap Rektor Marsudi, Guru Besar harus memanfaatkan sebaik-baiknya untuk memberi manfaat masyarakat.

Saat ini UP sendiri telah memiliki 33 guru besar dan tiga calon Guru Besar, sehingga total 36 orang. Meski demikian jumlah ini dinilai belum sesuai dengan proporsi jumlah dosen di UP yang berjumlah 398 orang. Menurut Rektor, agar memiliki impact yang berarti di masyarakat, proporsi jumlah Guru Besar dibanding jumlah dosen harus mencapai 20 persen.

"Dalam kampus harus ada budaya ilmiah unggul. Budaya ilmiah unggul bisa dibentuk kalau memiliki guru besar 20 persen. Kalau kurang, maka tidak terlalu memberi impact yang besar pada masyarakat," katanya.

Sehingga ia menargetkan dalam jangka waktu empat tahun ke depan, jumlah Guru Besar yang dimiliki UP bisa mencapai 72 orang. Untuk mencapainya, ungkap Rektor sejumlah program akselerasi dilakukan, salah satunya mendorong calon Guru Besar yang telah memenuhi syarat dipercepat.

"Apa yang kurang akan kita bantu, lalu kita dorong dosen muda untuk menaikkan jejak kepangkatannya. Kalau dosen dalam empat tahun tidak naik pangkatnya mungkin tidak cocok menjadi dosen tapi di tempat lain saja," ujarnya.

Rektor Marsudi menjelaskan Guru Besar pada dasarnya mempunyai tiga fungsi penting. Pertama Guru Besar adalah seorang yang memiliki kebebasan mimbar akademik. Ia memiliki kewenangan mengembangkan ilmu pengetahuan. Kedua, seorang Guru Besar juga memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dimiliki agar berguna bagi masyarakat, tidak hanya berhenti pada tulisan di jurnal tetapi diaplikasikan di masyarakat. Ketiga Guru Besar berarti harus bisa menjadi panutan bagi masyarakat.

Sementara itu Prof. Dede Lia dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Peran Teknologi Manufaktur dan Otomasi dalam Pengembangan Pembangkit Listrik Energi Baru dan Terbarukan menyatakan teknologi manufaktur dan otomasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan dan implementasi pembangkit listrik EBT, seiring dengan upaya mencari sumber energi yang bersih dan berkelanjutan.

Ia juga menyatakan potensi EBT di Indonesia sangat besar, namun pemanfaatannya baru 0,3% . Perkembangan teknologi manufaktur dan otomasi telah membuka peluang peningkatan efisiensi dan kinerja dari pembangkit listrik EBT, namun masih
banyak tantangan yang harus dihadapi.

Beberapa tantangan perkembangan tersebut di antaranya adalah rendahnya efisiensi pembangkitan listrik, ketergantungan terhadap material yang mahal, belum ramah terhadap lingkungan terkait dengan pembukaan lahan dan pembangunan infrastruktur, dan biaya investasi awal yang tinggi.

Dengan permasalah tersebut ia menilai sangat penting kehadiran Pemerintah untuk melahirkan kebijakan dan penggelontoran dana.

Sementara itu Prof. Dr. La Ode Mohammad Firman, ST. MT dalam orasi ilmiah yang berjudul Pengelolaan Sampah menjadi Energi (Waste to Energy) menggunakan konsep Green dan Zero Waste, dan juga Teknologi Mesin Pengering menyatakan bahwa Energi terbarukan berupa Waste to Energy, Energi Surya dan Biomassa serta energi air, sangat melimpah di setiap wilayah perkotaan atau pun pedesaan.

Itulah sebabnya energi terbarukan tersebut dinilai penting serta sangat layak dikembangkan dan diterapkan, agar mengurangi penggunaan bahan bakar konvensional.

Dalam orasi juga dinyatakan pengembangan dan penerapan peralatan pengelolaan sampah untuk menghasilkan waste to energy, termasuk mesin pengering serba guna dapat menjadi modal pengetahuan.

"Dengan demikian pada Penelitian dan PKM berikutnya diharapkan dapat dibangun skala produksi di suatu kawasan tentang “Taman Pendidikan dan Industri Pengelolaan Sampah Mandiri Energi Terbarukan, " ujarnya.
(tar)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1943 seconds (0.1#10.140)