Masyarakat Diminta Selektif Pilih Informasi di Tengah Pandemi Corona

Jum'at, 17 April 2020 - 00:45 WIB
loading...
Masyarakat Diminta Selektif Pilih Informasi di Tengah Pandemi Corona
Masyarakat harus didorong untuk cerdas mengenali informasi dan tidak mudah terprovokasi di tengah pandemi Corona. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sudah lebih kurang satu bulan pandemi virus Corona (Covid-19) melanda Indonesia. Namun di tengah kesulitan pemerintah dan masyarakat menghadapi musibah ini masih saja ada pihak-pihak yang menyebar hoaks dan provokasi.

Hasutan, provokasi dan ajakan untuk melakukan anarki tentunya menjadi problem di tengah pandemi. Karena itu, masyarakat harus didorong untuk cerdas mengenali informasi dan tidak mudah terprovokasi.

Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Mohammad Kemal Dermawan menyarankan masyarakat lebih selektif dalam memilih informasi dan menghindari berita-berita provokatif karena bisa merugikan bangsa di tengah pandemi Corona.

“Masyarakat harus bisa memilih berita yang berasal dari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti berita imbauan dan sosialisasi kebijakan dari pemerintah. Di lain pihak, pemerintah bersama pihak terkait lainnya juga harus aktif melakukan himbauan kepada masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan suatu informasi yang belum jelas kebenarannya dan senantiasa mengonsumsi berita-berita atau informasi tandingannya,” tutur Mohammad Kemal Dermawan di Jakarta, Kamis (16/4/2020).

Terkait hal ini, kata Kemal, status sosial masyarakat secara umum juga membedakan kemampuan warga masyarakat dalam menyeleksi konten berita termasuk memilih sumber berita.

“Contohnya, masyarakat dalam tingkat status sosial dan ekonomi rendah, ketika menerima informasi tentang kondisi lockdown dan lalu dikaitkan dengan penghasilan mereka sehari-hari yang akan terdampak. Hal ini bisa membuat masyarakat menengah ke bawah lebih mudah terprovokasi dengan berita-berita terkait akibat dampak lockdown karena itu menyangkut kehidupan mereka,” tutur mantan Kepala Departemen Kriminologi UI tersebut.

Kemal mengatakan, berita bermuatan provokasi lebih sulit memengaruhi masyarakat status sosial dan ekonomi lebih tinggi. Masyarakat kelas ini memiliki kemampuan bertahan hidup secara ekonomi yang berbeda dengan warga dengan status sosial dan ekonomi rendah.

“Masyarakat yang status sosial ekonomi lebih tinggi tidak mudah terprovokasi. Karena mereka tentunya akan menyeleksi berita yang mengajak kedamaian dan mana berisi yang ajakan melakukan anarkis. Kalau mereka memilih berita yang mengajakkan anarki tentu malah akan merugikan mereka sendiri nantinya,” ungkap Kemal.

Menurut dia, juga akan ada kelompok masyarakat yang mudah terhasut oleh berita-berita provokasi terkait adanya pelarangan sementara ibadah di tempat ibadah seperti masjid, gereja dan lain sebagainya.

“Bagi warga yang tidak dapat menyikapinya secara bijak akan menjadi sumber bagi ajakan melakukan anarkis sebagai bentuk perlawanan terhadap larangan beribadah. Padahal maksud sebenarnya bukan itu, melainkan pelarangan orang berkumpul di tempat ibadah untuk memutus rantai penyebaran virus, tapi ibadah di rumah kan tetap bisa dan tidak ada larangan,” tuturnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2820 seconds (0.1#10.140)