Tips Jitu Jadi Petani Cabai Sukses ala Alumnus UGM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Pulung Widi Handoko sebagai petani cabai milenial memberikan tips kepada calon petani cabe agar bisa mendapat omzet puluhan juta rupiah.
Berdasarkan data dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementrian Pertanian, petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang. Jumlah ini hanya sekitar 8 % dari total petani kita yang berjumlah 33,4 juta orang.
Melihat fenomena tersebut Kagama Pertanian dan Fakultas Pertanian UGM menghadirkan petani cabai millenial Pulung Widi Handoko. Pulung adalah Alumnus Fakultas Pertanian UGM Angkatan 2014 yang merupakan petani cabai dari Kabupaten Magelang. Sekali panen, omzetnya bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Pulung menuturkan, kunci pertama untuk budidaya cabai ialah pada pemilihan lahan dan kunci kedua adalah cukupnya ketersediaan air. Perlu juga diperhatikan untuk pengolahan tanah sehingga petani harus rajin membersihkan sisa tanaman/gulma, pembuatan bedengan, pengapuran, pemupukan dasar, dan penutupan mulsa.
Pulung melanjutkan, pemilihan varietas (diterima pasar, mempunyai produktivitas yang tinggi, sesuai kondisi lahan, mempunyai keunggulan toleran terhadap OPT tertentu) juga perlu menjadi perhatian.
Selain itu, agar budidaya cabai suskes maka waktu tanam, lahan kering atau tegalan penanaman pada awal musim penghujan, lahan sawah bekas padi pada akhir musim penghujan juga menjadi kunci keberhasilan.
“Pada musim hujan, sebaiknya kita menanam pada jarak yang lebih lebar misalnya 40 x 45cm, atau 50cm x 60cm agar sinar matahari lebih banyak masuk dan mudah untuk melakukan penyemprotan. Penguatan bibit cabai juga harus diperhatikan, penanaman lebih baik dilakukan pada sore hari karena intensitas matahari tidak terlalu tinggi agar lebih survive,” ujarnya dikutip dari laman resmi UGM di ugm.ac.id, Sabtu (17/4).
Menurut Pulung, hal lain yang penting adalah berkaitan dengan pemeliharaan karena semua orang bisa menanam cabai, tapi tidak semua orang bisa memelihara dengan baik. Pemeliharaan meliputi sanitasi atau kebersihan (jaga kebersihan lahan, air, tanaman, perkakas yang digunakan), pengamatan (perlu tidaknya pemupukan, serangan OPT, dan kebutuhan air), aksi atau tindakan dan evaluasi.
Pulung menuturkan ketika cabai mahal, orang cenderung untuk ikut menanam cabai untuk mendapatkan harga mahal. Hal ini harus dihindari karena beberapa bulan kemudian harganya akan mulai turun.
Oleh karena itu, sebagai petani harus bisa melihat peluang panen cabai untuk mendapat harga tinggi seperti apa.
“Pertama kita harus bisa melihat pertanaman cabai daerah lain (mapping), untuk sentra produksi cabai rawit berada di Jawa Timur. Kalau untuk produksi cabai produksi berada di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera Utara. Kita harus tahu daerah lain menanam cabai di bulan apa dan kita bisa melihat peluang untuk menanam cabai dari hal tersebut,” ujarnya.
Lihat Juga: Anak Pemulung Ini Raih Penghargaan dari Kemenpora di Momen Sumpah Pemuda, Berikut Kisahnya
Berdasarkan data dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementrian Pertanian, petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang. Jumlah ini hanya sekitar 8 % dari total petani kita yang berjumlah 33,4 juta orang.
Melihat fenomena tersebut Kagama Pertanian dan Fakultas Pertanian UGM menghadirkan petani cabai millenial Pulung Widi Handoko. Pulung adalah Alumnus Fakultas Pertanian UGM Angkatan 2014 yang merupakan petani cabai dari Kabupaten Magelang. Sekali panen, omzetnya bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Pulung menuturkan, kunci pertama untuk budidaya cabai ialah pada pemilihan lahan dan kunci kedua adalah cukupnya ketersediaan air. Perlu juga diperhatikan untuk pengolahan tanah sehingga petani harus rajin membersihkan sisa tanaman/gulma, pembuatan bedengan, pengapuran, pemupukan dasar, dan penutupan mulsa.
Pulung melanjutkan, pemilihan varietas (diterima pasar, mempunyai produktivitas yang tinggi, sesuai kondisi lahan, mempunyai keunggulan toleran terhadap OPT tertentu) juga perlu menjadi perhatian.
Selain itu, agar budidaya cabai suskes maka waktu tanam, lahan kering atau tegalan penanaman pada awal musim penghujan, lahan sawah bekas padi pada akhir musim penghujan juga menjadi kunci keberhasilan.
“Pada musim hujan, sebaiknya kita menanam pada jarak yang lebih lebar misalnya 40 x 45cm, atau 50cm x 60cm agar sinar matahari lebih banyak masuk dan mudah untuk melakukan penyemprotan. Penguatan bibit cabai juga harus diperhatikan, penanaman lebih baik dilakukan pada sore hari karena intensitas matahari tidak terlalu tinggi agar lebih survive,” ujarnya dikutip dari laman resmi UGM di ugm.ac.id, Sabtu (17/4).
Menurut Pulung, hal lain yang penting adalah berkaitan dengan pemeliharaan karena semua orang bisa menanam cabai, tapi tidak semua orang bisa memelihara dengan baik. Pemeliharaan meliputi sanitasi atau kebersihan (jaga kebersihan lahan, air, tanaman, perkakas yang digunakan), pengamatan (perlu tidaknya pemupukan, serangan OPT, dan kebutuhan air), aksi atau tindakan dan evaluasi.
Pulung menuturkan ketika cabai mahal, orang cenderung untuk ikut menanam cabai untuk mendapatkan harga mahal. Hal ini harus dihindari karena beberapa bulan kemudian harganya akan mulai turun.
Oleh karena itu, sebagai petani harus bisa melihat peluang panen cabai untuk mendapat harga tinggi seperti apa.
“Pertama kita harus bisa melihat pertanaman cabai daerah lain (mapping), untuk sentra produksi cabai rawit berada di Jawa Timur. Kalau untuk produksi cabai produksi berada di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera Utara. Kita harus tahu daerah lain menanam cabai di bulan apa dan kita bisa melihat peluang untuk menanam cabai dari hal tersebut,” ujarnya.
Lihat Juga: Anak Pemulung Ini Raih Penghargaan dari Kemenpora di Momen Sumpah Pemuda, Berikut Kisahnya
(mpw)