Bantu Petani Hidroponik, Tim ITS Rancang Alat Berbasis Energi Surya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lahan yang terbatas dan pemborosan tenaga listrik akibat pengairan adalah masalah krusial yang kerap dirasakan oleh para petani hidroponik , seperti halnya yang terjadi pada Kampung Hidroponik Simomulyo, Surabaya.
Menjawab persoalan tersebut, tim Kuliah Kerja Nyata dan Pengabdian Masyarakat (KKN Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) merancang sebuah alat bernama Automatic Solar Hidroponik yang berbasis energi surya dengan kontrol nutrisi dan pH.
Geraldy Rizko Adhira Putra, salah satu anggota tim mengungkapkan bahwa dari survei yang telah dilakukan, Kampung Hidroponik Simomulyo, Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya masih menggunakan pengairan secara manual.
Selain itu, pengecekan pH air secara tidak berkala dan pemberian nutrisi secara konvensional mengakibatkan kualitas sayur menjadi tidak maksimal dan memerlukan biaya operasional yang tinggi.
Tak mau hal itu berlangsung terus menerus, tim ITS mempertimbangkan kembali peralatan apa yang harus dirancang ulang supaya penggunaan lahan hidroponik dapat lebih efektif dan efisien. “Saat itu kami melihat sel surya berpotensi menghasilkan teknologi modern dengan kompetensi yang baik, sehingga dirancanglah Automatic Solar Hidroponik ini,” ungkap Geraldy melalui siaran pers, Sabtu (21/8/2021).
Tidak seperti sumber energi yang lain, imbuhnya, sel surya termasuk sumber energi tidak linier. Daya yang dihasilkan akan bergantung pada iradiasi dan temperatur lingkungan, sehingga untuk memaksimalkan daya yang dihasilkan perlu adanya metode agar sel surya bekerja pada titik maksimalnya. Metode ini selanjutnya lazim disebut dengan Maximum Power Point Tracking (MPPT).
Mahasiswa kelahiran Malang, 29 April 2000 tersebut menambahkan bahwa alat ini dilengkapi dengan baterai, arduino, solar panel, dan Solar Charge Controller (SCC). Selain itu, terdapat pula sistem timer yang berfungsi mengatur waktu penyalaan pompa. Alhasil, pompa menjadi tidak mudah panas dan umur pakainya menjadi lebih panjang. “Yang terpenting, sistem ini juga dapat mengurangi pemanfaatan sumber energi listrik yang berlebih,” terangnya.
Sistem lain yang ada di pompa ini di antaranya adalah sensor pH dan nutrisi. Sensor ini berfungsi memerintah alat agar dapat menyuplai nutrisi dan pH ke tanaman hidroponik. Pada sistem ini, pompa difungsikan sebagai alat untuk mengalirkan air ke pipa-pipa yang berisikan tanaman hidroponik. Selanjutnya aliran tadi akan dikembalikan lagi ke sebuah tandon besar.
Tak tertinggal, Standard Operating Procedure (SOP) pun diterapkan agar Automatic Solar Hidroponik dapat digunakan secara aman, umur alat menjadi lebih tahan lama, dan tidak terjadi kecelakaan kerja pada saat penggunaan alat. “Kami bersyukur akhirnya Automatic Solar Hidroponik ini berhasil diresmikan dan dihibahkan kepada warga Simomulyo pada 12 Agustus lalu,” ungkap Geraldy.
Usai demo dan penghibahan alat, menurut Geraldy, respon yang didapat dari warga setempat sangat positif. Antusiasme warga pun sangat tinggi terhadap alat ini. “Pasalnya, selama ini mereka bekerja secara manual, namun kini sudah bisa dilakukan secara otomatis dan modern,” ujarnya.
Di bawah bimbingan dosen Departemen Teknik Elektro, Feby Agung Pamuji ST MT PhD, kegiatan KKN Abmas ini berhasil rampung dalam waktu empat bulan. Terhitung sejak April 2021, tim mereka telah aktif merakit alat secara offline. “Namun sejak adanya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), kami sepakat membagi tugas setiap orang untuk dikerjakan di rumah masing-masing,” kenang mahasiswa Departemen Teknik Elektro tersebut.
Di akhir perbincangan, Geraldy berharap para petani hidroponik terinspirasi dengan inovasi ini sehingga berkeinginan mengembangkan peralatan berbasis energi terbarukan di daerah mereka sendiri. “Ke depan, semoga alat ini tak hanya berguna membantu produktivitas hasil panen Kampung Hidroponik Simomulyo, tetapi juga seluruh masyarakat Indonesia,” pungkasnya penuh harap.
Menjawab persoalan tersebut, tim Kuliah Kerja Nyata dan Pengabdian Masyarakat (KKN Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) merancang sebuah alat bernama Automatic Solar Hidroponik yang berbasis energi surya dengan kontrol nutrisi dan pH.
Geraldy Rizko Adhira Putra, salah satu anggota tim mengungkapkan bahwa dari survei yang telah dilakukan, Kampung Hidroponik Simomulyo, Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya masih menggunakan pengairan secara manual.
Selain itu, pengecekan pH air secara tidak berkala dan pemberian nutrisi secara konvensional mengakibatkan kualitas sayur menjadi tidak maksimal dan memerlukan biaya operasional yang tinggi.
Tak mau hal itu berlangsung terus menerus, tim ITS mempertimbangkan kembali peralatan apa yang harus dirancang ulang supaya penggunaan lahan hidroponik dapat lebih efektif dan efisien. “Saat itu kami melihat sel surya berpotensi menghasilkan teknologi modern dengan kompetensi yang baik, sehingga dirancanglah Automatic Solar Hidroponik ini,” ungkap Geraldy melalui siaran pers, Sabtu (21/8/2021).
Tidak seperti sumber energi yang lain, imbuhnya, sel surya termasuk sumber energi tidak linier. Daya yang dihasilkan akan bergantung pada iradiasi dan temperatur lingkungan, sehingga untuk memaksimalkan daya yang dihasilkan perlu adanya metode agar sel surya bekerja pada titik maksimalnya. Metode ini selanjutnya lazim disebut dengan Maximum Power Point Tracking (MPPT).
Mahasiswa kelahiran Malang, 29 April 2000 tersebut menambahkan bahwa alat ini dilengkapi dengan baterai, arduino, solar panel, dan Solar Charge Controller (SCC). Selain itu, terdapat pula sistem timer yang berfungsi mengatur waktu penyalaan pompa. Alhasil, pompa menjadi tidak mudah panas dan umur pakainya menjadi lebih panjang. “Yang terpenting, sistem ini juga dapat mengurangi pemanfaatan sumber energi listrik yang berlebih,” terangnya.
Sistem lain yang ada di pompa ini di antaranya adalah sensor pH dan nutrisi. Sensor ini berfungsi memerintah alat agar dapat menyuplai nutrisi dan pH ke tanaman hidroponik. Pada sistem ini, pompa difungsikan sebagai alat untuk mengalirkan air ke pipa-pipa yang berisikan tanaman hidroponik. Selanjutnya aliran tadi akan dikembalikan lagi ke sebuah tandon besar.
Tak tertinggal, Standard Operating Procedure (SOP) pun diterapkan agar Automatic Solar Hidroponik dapat digunakan secara aman, umur alat menjadi lebih tahan lama, dan tidak terjadi kecelakaan kerja pada saat penggunaan alat. “Kami bersyukur akhirnya Automatic Solar Hidroponik ini berhasil diresmikan dan dihibahkan kepada warga Simomulyo pada 12 Agustus lalu,” ungkap Geraldy.
Usai demo dan penghibahan alat, menurut Geraldy, respon yang didapat dari warga setempat sangat positif. Antusiasme warga pun sangat tinggi terhadap alat ini. “Pasalnya, selama ini mereka bekerja secara manual, namun kini sudah bisa dilakukan secara otomatis dan modern,” ujarnya.
Di bawah bimbingan dosen Departemen Teknik Elektro, Feby Agung Pamuji ST MT PhD, kegiatan KKN Abmas ini berhasil rampung dalam waktu empat bulan. Terhitung sejak April 2021, tim mereka telah aktif merakit alat secara offline. “Namun sejak adanya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), kami sepakat membagi tugas setiap orang untuk dikerjakan di rumah masing-masing,” kenang mahasiswa Departemen Teknik Elektro tersebut.
Di akhir perbincangan, Geraldy berharap para petani hidroponik terinspirasi dengan inovasi ini sehingga berkeinginan mengembangkan peralatan berbasis energi terbarukan di daerah mereka sendiri. “Ke depan, semoga alat ini tak hanya berguna membantu produktivitas hasil panen Kampung Hidroponik Simomulyo, tetapi juga seluruh masyarakat Indonesia,” pungkasnya penuh harap.
(mpw)