Cegah Pernikahan Anak, Pakar IPB Berbagi Pengetahuan Kesiapan Menikah bagi Remaja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Demi mewujudkan generasi berkualitas dan terbebas dari kekerasan seksual dan stunting , diperlukan upaya sejak dini. Oleh karena itu, remaja dan calon pengantin perlu dibekali pemahaman kesiapan menikah dan kehidupan berkeluarga. Setidaknya pemahaman mengenali kesehatan reproduksi dan memahami pentingnya nutrisi untuk mencegah stunting.
Dosen IPB University dari Fakultas Ekologi Manusia Dr Tin Herawati turut menjelaskan tentang pentingnya pencegahan stunting dan pernikahan dini. Ia menyebut, jumlah penduduk Indonesia paling banyak saat ini merupakan Generasi Z.
“Satu dari empat penduduk Indonesia adalah remaja, sehingga perlu persiapan pernikahan dengan baik. Hal ini menjadi kunci agar terhindar dari pernikahan anak,” kata Dr Tin Herawati, Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB University katanya melalui siaran pers, Sabtu (11/12/2021).
Dosen IPB University itu menyebut, isu dan kasus pernikahan anak semakin meningkat di masa pandemi. Bahkan, banyak anak muda yang mengajukan pernikahan anak dan meminta keringanan prasyarat.“Usia pernikahan anak didominasi oleh usia sekolah menengah pertama dan menengah atas,” terangnya.
Dampak pernikahan anak, kata Dr Tin, akan sangat mengkhawatirkan. Ia mengaku, pasangan pernikahan muda lebih rentan menjadi korban kekerasan dan melahirkan anak yang stunting. Tidak hanya itu, emosi anak muda yang belum stabil dapat menyebabkan kekerasan baik fisik maupun verbal.
Dr Tin menjelaskan, pernikahan anak disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya kehamilan di luar nikah. Sehingga remaja harus diberi pengetahuan untuk melindungi alat reproduksinya. Kejadian ini juga terkait dengan pola pengasuhan oleh orang tua yang bersifat terlalu permisif.
“Dibutuhkan kesiapan menikah agar mencegah kehidupan pasca menikah yang berkekurangan dan menyulitkan orang tua,” tambah Dr Tin.
Ia menjelaskan, persiapan tersebut dapat dimulai dari kesiapan usia dan jangan sampai tergelincir ke dalam pergaulan bebas. Tidak hanya itu, kesiapan finansial juga harus didukung dengan sekolah setinggi-tingginya. Dengan kesiapan finansial maka kebutuhan gizi juga dapat terpenuhi.
Berdasarkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), kesiapan usia menikah bagi perempuan adalah 21 tahun sedangkan laki-laki adalah 25 tahun. Sementara itu, pernikahan anak memiliki kesiapan menikah yang rendah sebagai akibat tidak dibekali oleh kesiapan intelektual, finansial, kehidupan berkeluarga, dan mental. Bahkan, remaja cenderung kurang menerima berbagai permasalahan dalam kehidupan rumah tangga sehingga rentan terjadi percekcokan dan menyebabkan perceraian.
“Anak kita harus diajarkan sejak kecil tentang kesiapan mental agar bisa menghadapi berbagai kejadian yang tidak diharapkan dengan baik,” ungkapnya.
Pakar keluarga dari IPB University itu juga menyebut, anak juga harus diajarkan untuk mengatur emosi sejak dini. Selain itu, kesiapan sosial dalam berhubungan baik dengan tetangga juga diperlukan. Kesiapan lainnya adalah kesiapan moral demi menghindari perselingkuhan yang marak terjadi.
“Kesiapan interpersonal agar dapat berkomunikasi dengan baik mencegah kesalahpahaman dan perselisihan. Kesiapan keterampilan hidup baik bagi calon pengantin laki-laki dan perempuan untuk berbagi kapasitas untuk memenuhi peran di dalam keluarga. Baik menjaga kebersihan rumah tangga hingga mengasuh anak. Tidak kalah penting adalah kesiapan intelektual dengan mencari ilmu dan pengetahuan terkait kesiapan menikah, dan kehidupan berkeluarga,” pungkas Dr Tin.
Dosen IPB University dari Fakultas Ekologi Manusia Dr Tin Herawati turut menjelaskan tentang pentingnya pencegahan stunting dan pernikahan dini. Ia menyebut, jumlah penduduk Indonesia paling banyak saat ini merupakan Generasi Z.
“Satu dari empat penduduk Indonesia adalah remaja, sehingga perlu persiapan pernikahan dengan baik. Hal ini menjadi kunci agar terhindar dari pernikahan anak,” kata Dr Tin Herawati, Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB University katanya melalui siaran pers, Sabtu (11/12/2021).
Dosen IPB University itu menyebut, isu dan kasus pernikahan anak semakin meningkat di masa pandemi. Bahkan, banyak anak muda yang mengajukan pernikahan anak dan meminta keringanan prasyarat.“Usia pernikahan anak didominasi oleh usia sekolah menengah pertama dan menengah atas,” terangnya.
Dampak pernikahan anak, kata Dr Tin, akan sangat mengkhawatirkan. Ia mengaku, pasangan pernikahan muda lebih rentan menjadi korban kekerasan dan melahirkan anak yang stunting. Tidak hanya itu, emosi anak muda yang belum stabil dapat menyebabkan kekerasan baik fisik maupun verbal.
Dr Tin menjelaskan, pernikahan anak disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya kehamilan di luar nikah. Sehingga remaja harus diberi pengetahuan untuk melindungi alat reproduksinya. Kejadian ini juga terkait dengan pola pengasuhan oleh orang tua yang bersifat terlalu permisif.
“Dibutuhkan kesiapan menikah agar mencegah kehidupan pasca menikah yang berkekurangan dan menyulitkan orang tua,” tambah Dr Tin.
Ia menjelaskan, persiapan tersebut dapat dimulai dari kesiapan usia dan jangan sampai tergelincir ke dalam pergaulan bebas. Tidak hanya itu, kesiapan finansial juga harus didukung dengan sekolah setinggi-tingginya. Dengan kesiapan finansial maka kebutuhan gizi juga dapat terpenuhi.
Berdasarkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), kesiapan usia menikah bagi perempuan adalah 21 tahun sedangkan laki-laki adalah 25 tahun. Sementara itu, pernikahan anak memiliki kesiapan menikah yang rendah sebagai akibat tidak dibekali oleh kesiapan intelektual, finansial, kehidupan berkeluarga, dan mental. Bahkan, remaja cenderung kurang menerima berbagai permasalahan dalam kehidupan rumah tangga sehingga rentan terjadi percekcokan dan menyebabkan perceraian.
“Anak kita harus diajarkan sejak kecil tentang kesiapan mental agar bisa menghadapi berbagai kejadian yang tidak diharapkan dengan baik,” ungkapnya.
Pakar keluarga dari IPB University itu juga menyebut, anak juga harus diajarkan untuk mengatur emosi sejak dini. Selain itu, kesiapan sosial dalam berhubungan baik dengan tetangga juga diperlukan. Kesiapan lainnya adalah kesiapan moral demi menghindari perselingkuhan yang marak terjadi.
“Kesiapan interpersonal agar dapat berkomunikasi dengan baik mencegah kesalahpahaman dan perselisihan. Kesiapan keterampilan hidup baik bagi calon pengantin laki-laki dan perempuan untuk berbagi kapasitas untuk memenuhi peran di dalam keluarga. Baik menjaga kebersihan rumah tangga hingga mengasuh anak. Tidak kalah penting adalah kesiapan intelektual dengan mencari ilmu dan pengetahuan terkait kesiapan menikah, dan kehidupan berkeluarga,” pungkas Dr Tin.
(mpw)