Pakar dari UI, ITB, USU, dan Uhamka Respons Polemik Pelabelan Bisfenol A
loading...
A
A
A
Dia mengingatkan BPOM agar jangan membuat hidup masyarakat lebih susah dengan hal-hal yang belum jelas seperti mewacanakan pelabelan BPA galon guna ulang ini.
“Di keluarga, kami pakai produk air mineral guna ulang kok hampir setiap hari dan tidak apa-apa. Jadi, sebaiknya BPOM lebih bijaksana dan lebih sensi lah. Mungkin kalau ada satu scientific evidence based yang betul-betul menggegerkan dunia tentang ini, ya boleh saja. Tapi kan kita harus belajar, bukan ikut-ikutan," terangnya,
"Jadi menurut saya, silent jauh lebih bijaksana daripada buat kondisi semua kisruh dan parsial. Bayangkan saudara-saudara kita yang tidak begitu mengerti apa yang menjadi polemik. Apa itu yang dicari? Saya menyesalkan kalau itu yang dicari. Maka hati-hatilah dalam membuat regulasi dan pikirkanlah dampaknya,” tambahnya.
Pengamat Kebijakan Publik yang merupakan Alumnus George Washington University Amerika Serikat, Agus Pambagio, juga menyuarakan hal yang sama. Dia melihat wacana kebijakan pelabelan BPA galon guna ulang ini sangat kental kaitannya dengan adanya isu persaingan usaha.
Pemerintah sebagai regulator sebaiknya tidak ikut campur dan duduk di tengah. “Pertanyaan saya juga kenapa hanya galon? Kan yang memakai kemasan itu banyak, termasuk makanan dikemas di kaleng, minuman dan sebagainya. Kenapa hanya galon? Unsur lain plastik lainnya kan banyak”, kata Agus.
Menurut Agus, BPOM itu bertanggung jawab terhadap kualitas dari pangan dengan memberikan izin edar di awalnya, lalu melakukan pengujian izin edar dan mengawasi serta menindak ketika ada pengaduan masyarakat. “Jadi, saya berharap pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang dibuat oleh BPOM secara sepihak karena tidak ada uji scientific-nya,” ujarnya.
“Di keluarga, kami pakai produk air mineral guna ulang kok hampir setiap hari dan tidak apa-apa. Jadi, sebaiknya BPOM lebih bijaksana dan lebih sensi lah. Mungkin kalau ada satu scientific evidence based yang betul-betul menggegerkan dunia tentang ini, ya boleh saja. Tapi kan kita harus belajar, bukan ikut-ikutan," terangnya,
"Jadi menurut saya, silent jauh lebih bijaksana daripada buat kondisi semua kisruh dan parsial. Bayangkan saudara-saudara kita yang tidak begitu mengerti apa yang menjadi polemik. Apa itu yang dicari? Saya menyesalkan kalau itu yang dicari. Maka hati-hatilah dalam membuat regulasi dan pikirkanlah dampaknya,” tambahnya.
Pengamat Kebijakan Publik yang merupakan Alumnus George Washington University Amerika Serikat, Agus Pambagio, juga menyuarakan hal yang sama. Dia melihat wacana kebijakan pelabelan BPA galon guna ulang ini sangat kental kaitannya dengan adanya isu persaingan usaha.
Pemerintah sebagai regulator sebaiknya tidak ikut campur dan duduk di tengah. “Pertanyaan saya juga kenapa hanya galon? Kan yang memakai kemasan itu banyak, termasuk makanan dikemas di kaleng, minuman dan sebagainya. Kenapa hanya galon? Unsur lain plastik lainnya kan banyak”, kata Agus.
Menurut Agus, BPOM itu bertanggung jawab terhadap kualitas dari pangan dengan memberikan izin edar di awalnya, lalu melakukan pengujian izin edar dan mengawasi serta menindak ketika ada pengaduan masyarakat. “Jadi, saya berharap pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang dibuat oleh BPOM secara sepihak karena tidak ada uji scientific-nya,” ujarnya.
(mpw)