Seminar di UKSW, Hasto: Inti Geopolitik Soekarno Kepemimpinan Indonesia untuk Dunia
Senin, 18 Juli 2022 - 18:38 WIB
“Misalnya dalam pembebasan Irian Barat. Bung Karno mengalahkan konspirasi kolonialisme Belanda. Modalnya hanya Soekarno merancang Konferensi Asia Afrika. Modalnya hanya ide, imajinasi geopolitik, semangat juang, dan hospitality. Hotel disediakan, makanannya disediakan khas kuliner nusantara. Kesemuanya ditampilkan penuh kebanggaan. Namun hasilnya adalah deklarasi Dasa Sila Bandung yang luar biasa,” urai Hasto.
Dan kontekstualitasnya dengan saat ini, lanjut Hasto, geopolitik Soekarno disebut sebagai progressive geopolitical coexistence, yang mensyaratkan Indonesia berjuang membangun kepemimpinan di tengah dunia di segala bidang.
“Apa yang harus dilakukan? Misalnya, kualitas demografi harus ditingkatkan. Manusia-manusia Indonesia harus hebat, terdepan dalam penguasaan iptek,” kata Hasto.
Ini artinya generasi muda Indonesia harus berorientasi untuk berprestasi. Contoh, kemenangan pasangan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu di Olimpiade Tokyo lalu adalah wujud geopolitik. Karena mampu mengalahkan ganda asal China, justru di tengah situasi di mana China dianggap negara unggul sektor apa pun di mata dunia.
Dalam seminar itu, selain Hasto, yang menjadi pembicara adalah Kepala KSP Jend. TNI (Purn) Moeldoko, Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto, Donny Yusgiantoro, dan Yoseph Adi Prasetyo.
Di seminar itu, selain ratusan mahasiswa dan siswa SMA, hadir Wali Kota Semarang Hendrarprihadi. Hadir juga anggota DPR RI alumni UKSW Hendrawan Supratikno dan Haris Turino.
Hasto mengatakan, kedatangannya ke kampus UKSW adalah yang pertama. Dia mengaku sangat mengapresiasi kompleks kampus yang sangat indah dan hijau.
Secara khusus, Hasto mengakui dirinya hadir di UKSW sekaligus untuk mengenang Alm. George Junus Aditjondro, yang pernah mengecap perkuliahan di UKSW. George dikenal juga sebagai penulis buku “Gurita Cikeas”.
“Almarhum George Junus Aditjondro itu memiliki spirit luar biasa, kritis, dan terkenal di kalangan aktivis. Almarhum George Aditjondro dikenal sebagai seorang sosiolog pemberani yang terkenal berani mengkritisi korupsi, bahkan sejak era Orde Baru,” kata Hasto.
“Ancaman dan tekanan dari rezim Orde Baru bahkan sempat membuatnya harus berpindah ke Australia. Semoga semangat beliau itu bisa menginspirasi mahasiswa menjaga demokrasi Indonesia bersih dari perilaku koruptif,” pungkas Hasto.
Dan kontekstualitasnya dengan saat ini, lanjut Hasto, geopolitik Soekarno disebut sebagai progressive geopolitical coexistence, yang mensyaratkan Indonesia berjuang membangun kepemimpinan di tengah dunia di segala bidang.
“Apa yang harus dilakukan? Misalnya, kualitas demografi harus ditingkatkan. Manusia-manusia Indonesia harus hebat, terdepan dalam penguasaan iptek,” kata Hasto.
Ini artinya generasi muda Indonesia harus berorientasi untuk berprestasi. Contoh, kemenangan pasangan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu di Olimpiade Tokyo lalu adalah wujud geopolitik. Karena mampu mengalahkan ganda asal China, justru di tengah situasi di mana China dianggap negara unggul sektor apa pun di mata dunia.
Dalam seminar itu, selain Hasto, yang menjadi pembicara adalah Kepala KSP Jend. TNI (Purn) Moeldoko, Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto, Donny Yusgiantoro, dan Yoseph Adi Prasetyo.
Di seminar itu, selain ratusan mahasiswa dan siswa SMA, hadir Wali Kota Semarang Hendrarprihadi. Hadir juga anggota DPR RI alumni UKSW Hendrawan Supratikno dan Haris Turino.
Hasto mengatakan, kedatangannya ke kampus UKSW adalah yang pertama. Dia mengaku sangat mengapresiasi kompleks kampus yang sangat indah dan hijau.
Secara khusus, Hasto mengakui dirinya hadir di UKSW sekaligus untuk mengenang Alm. George Junus Aditjondro, yang pernah mengecap perkuliahan di UKSW. George dikenal juga sebagai penulis buku “Gurita Cikeas”.
“Almarhum George Junus Aditjondro itu memiliki spirit luar biasa, kritis, dan terkenal di kalangan aktivis. Almarhum George Aditjondro dikenal sebagai seorang sosiolog pemberani yang terkenal berani mengkritisi korupsi, bahkan sejak era Orde Baru,” kata Hasto.
“Ancaman dan tekanan dari rezim Orde Baru bahkan sempat membuatnya harus berpindah ke Australia. Semoga semangat beliau itu bisa menginspirasi mahasiswa menjaga demokrasi Indonesia bersih dari perilaku koruptif,” pungkas Hasto.
tulis komentar anda