Pemerintah Kembalikan 9 Kerangka Diduga Tentara Jepang pada Perang Dunia II
loading...
A
A
A
Tim Teknis Gabungan melaksanakan kegiatan di Pulau Biak pada tanggal 20-30 Mei 2024. Tim ini berhasil mengumpulkan sejumlah kerangka yang diperkirakan merupakan 9 individu tentara Jepang yang gugur. Jumlah tersebut mungkin dapat dipandang sedikit mengingat pada saat perang terdapat puluhan ribu tentara Jepang di wilayah kepulauan Biak - Numfor.
Baca juga:
Kegiatan ini berusaha memenuhi kaidah ilmiah, akademis, kesehatan, dan memperhatikan aspek sosial-budaya. Oleh karena itu, salah satu tolok ukur keberhasilan adalah untuk pertama kalinya penerapan Prosedur Operasional Standar yang telah disepakati bersama berhasil diterapkan.
“Berdasarkan keberhasilan dan tentu saja ditambah dengan evaluasi, maka penerapan Prosedur Operasional Standar pada kegiatan berikutnya diharapkan akan memperoleh hasil yang lebih baik lagi,” ujar Direktur Pelindungan Kebudayaan, Judi Wahjudin.
Kegiatan eskavasi, pengumpulan, dan repatriasi kerangka tentara Jepang yang gugur bukan hanya sebatas identifikasi kerangka tentara Jepang atau bukan kerangka tentara Jepang. Lebih dari itu, kegiatan ini diharapkan mengarah pada detail mengenai siapa namanya dan siapa keluarganya yang masih ada saat ini. “Oleh karena itu, kegiatan ini sarat dengan nilai kemanusiaan yang merupakan salah satu nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia,” tambahnya.
Langkah berikutnya adalah mengenai repatriasi. Harapannya, tahap tersebut dapat terealisasi dalam waktu dekat setelah identifikasi berhasil dilakukan. Secara bersamaan, dilakukan upaya untuk menyerap aspirasi pemerintah daerah dan masyarakat setempat untuk kemudian dirumuskan bersama-sama dengan pemerintah pusat.
Rumusan ini akan disampaikan kepada Pemerintah Jepang agar dapat dilakukan pengembangan perekonomian dan sosial yang bermanfaat untuk masyarakat lokal, pelestarian sumber daya sejarah, dan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor.
Baca juga:
Kegiatan ini berusaha memenuhi kaidah ilmiah, akademis, kesehatan, dan memperhatikan aspek sosial-budaya. Oleh karena itu, salah satu tolok ukur keberhasilan adalah untuk pertama kalinya penerapan Prosedur Operasional Standar yang telah disepakati bersama berhasil diterapkan.
“Berdasarkan keberhasilan dan tentu saja ditambah dengan evaluasi, maka penerapan Prosedur Operasional Standar pada kegiatan berikutnya diharapkan akan memperoleh hasil yang lebih baik lagi,” ujar Direktur Pelindungan Kebudayaan, Judi Wahjudin.
Kegiatan eskavasi, pengumpulan, dan repatriasi kerangka tentara Jepang yang gugur bukan hanya sebatas identifikasi kerangka tentara Jepang atau bukan kerangka tentara Jepang. Lebih dari itu, kegiatan ini diharapkan mengarah pada detail mengenai siapa namanya dan siapa keluarganya yang masih ada saat ini. “Oleh karena itu, kegiatan ini sarat dengan nilai kemanusiaan yang merupakan salah satu nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia,” tambahnya.
Langkah berikutnya adalah mengenai repatriasi. Harapannya, tahap tersebut dapat terealisasi dalam waktu dekat setelah identifikasi berhasil dilakukan. Secara bersamaan, dilakukan upaya untuk menyerap aspirasi pemerintah daerah dan masyarakat setempat untuk kemudian dirumuskan bersama-sama dengan pemerintah pusat.
Rumusan ini akan disampaikan kepada Pemerintah Jepang agar dapat dilakukan pengembangan perekonomian dan sosial yang bermanfaat untuk masyarakat lokal, pelestarian sumber daya sejarah, dan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor.
(nnz)