3 Kisah Guru Inspiratif, Nomor 2 Mengabdi di Daerah Terpencil dengan Gaji Rp300 Ribu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pendidikan merupakan langkah krusial yang diperlukan suatu bangsa agar dapat maju. Dengan begitu, kualitas guru tentu penting untuk dapat menyampaikan ilmu dengan baik. Ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung jalannya pendidikan juga tidak kalah penting.
Namun, seringkali penyebaran sarana dan prasarana yang tidak merata menyebabkan tingkat pendidikan di Indonesia masih rendah. Dilansir dari berbagai sumber, berikut adalah beberapa sosok guru inspiratif yang membantu perkembangan pendidikan Indonesia di berbagai kalangan masyarakat:
1. Gerakan Sadar Baca
Seorang guru berinisial W (43), turut andil dalam membangun minat literasi warga sekitarnya. Ia memberikan ruang baca bagi masyarakat, terutama anak-anak, dengan mendirikan warung baca.
Ia merasa gelisah atas kondisi masyarakat yang menganggap pendidikan hanya sekedar formalitas dan melihat minat membaca masyarakat yang rendah. Karenanya, sejak 2009, Ia berinisiatif untuk mengumpulkan koleksi buku yang sempat Ia beli.
Jumlahnya tidak banyak, hanya 25 buku. Setelahnya, W menghubungi kerabatnya untuk menyumbangkan buku. Kini, di rumahnya, Ia membuka perpustakaan yang disebut Layanan Masyarakat Baca ‘Pado Maco’.
Selain perpustakaan, Ia juga berkeliling desa untuk menunjukkan buku-buku dari perpustakaannya. Biasanya Ia berkeliling dari desa ke desa, dan mencari tempat ramai untuk menawarka bukunya kepada orang-orang. Selain perpustakaan gratis, Ia juga membuka PAUD sekaligus memberikan pengajaran membaca pada masyarakat di sekitar kediamannya.
2. Mengabdi di Daerah Terpencil
Jarak 12 KM yang harus ditempuhnya setiap hari tidak lantas membuat seorang guru berinisial SP menyerah. SD tempatnya mengajar, SDN Tambora di Desa Oi Bura, Kabupaten Bima, NTB, terletak di tengah perkebunan kopi. Untuk mencapai tempatnya mengajar tersebut, SP harus melewati kawasan hutan.
Pembelajaran tatap muka ini telah dinantikan SP, karena semenjak pandemi, kegiatan belajar mengajar dihentikan. Ia juga tidak dapat melangsungkan pengajaran secara daring, karena ketiadaan jaringan di daerah tersebut.
Pengorbanan yang diberikannya pada anak didik sangat besar, padahal dalam sebulan, Ia hanya mendapatkan pendapatan sekitar Rp300 ribu. Namun, SP mengaku senang mengajar karena melihat antusiasme peserta didiknya selama mengikuti pembelajaran.
3. Mengajar Tanpa Akses Internet
Salah satu desa terisolasi yang terletak di Indonesia berlokasi di Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur. Ketiadaan jaringan internet sangat menyulitkan tenaga pengajar yang dihimbau untuk mengadakan pembelajaran daring selama masa pandemi.
Seorang guru tenaga harian lepas (THL) berinisial T mengaku bahwa kerja keras dan kreatifitas sangat dibutuhkan untuk dapat meneruskan ilmu yang dimilikinya kepada peserta didiknya di sekolah pedalaman. Salah satunya adalah masalah pembelajaran daring.
Untuk menyiasati hal ini, Ia rela berkeliling desa, mengetuk pintu rumah demi rumah anak didiknya dan membagikan video pembelajaran yang sebelumnya telah Ia rekam kepada peserta didiknya menggunakan jaringan Bluetooth. Meskipun lelah, Ia merasa memiliki kewajiban untuk terus menyebarkan ilmu yang dimilikinya.
Namun, seringkali penyebaran sarana dan prasarana yang tidak merata menyebabkan tingkat pendidikan di Indonesia masih rendah. Dilansir dari berbagai sumber, berikut adalah beberapa sosok guru inspiratif yang membantu perkembangan pendidikan Indonesia di berbagai kalangan masyarakat:
1. Gerakan Sadar Baca
Seorang guru berinisial W (43), turut andil dalam membangun minat literasi warga sekitarnya. Ia memberikan ruang baca bagi masyarakat, terutama anak-anak, dengan mendirikan warung baca.
Ia merasa gelisah atas kondisi masyarakat yang menganggap pendidikan hanya sekedar formalitas dan melihat minat membaca masyarakat yang rendah. Karenanya, sejak 2009, Ia berinisiatif untuk mengumpulkan koleksi buku yang sempat Ia beli.
Jumlahnya tidak banyak, hanya 25 buku. Setelahnya, W menghubungi kerabatnya untuk menyumbangkan buku. Kini, di rumahnya, Ia membuka perpustakaan yang disebut Layanan Masyarakat Baca ‘Pado Maco’.
Selain perpustakaan, Ia juga berkeliling desa untuk menunjukkan buku-buku dari perpustakaannya. Biasanya Ia berkeliling dari desa ke desa, dan mencari tempat ramai untuk menawarka bukunya kepada orang-orang. Selain perpustakaan gratis, Ia juga membuka PAUD sekaligus memberikan pengajaran membaca pada masyarakat di sekitar kediamannya.
2. Mengabdi di Daerah Terpencil
Jarak 12 KM yang harus ditempuhnya setiap hari tidak lantas membuat seorang guru berinisial SP menyerah. SD tempatnya mengajar, SDN Tambora di Desa Oi Bura, Kabupaten Bima, NTB, terletak di tengah perkebunan kopi. Untuk mencapai tempatnya mengajar tersebut, SP harus melewati kawasan hutan.
Pembelajaran tatap muka ini telah dinantikan SP, karena semenjak pandemi, kegiatan belajar mengajar dihentikan. Ia juga tidak dapat melangsungkan pengajaran secara daring, karena ketiadaan jaringan di daerah tersebut.
Pengorbanan yang diberikannya pada anak didik sangat besar, padahal dalam sebulan, Ia hanya mendapatkan pendapatan sekitar Rp300 ribu. Namun, SP mengaku senang mengajar karena melihat antusiasme peserta didiknya selama mengikuti pembelajaran.
3. Mengajar Tanpa Akses Internet
Salah satu desa terisolasi yang terletak di Indonesia berlokasi di Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur. Ketiadaan jaringan internet sangat menyulitkan tenaga pengajar yang dihimbau untuk mengadakan pembelajaran daring selama masa pandemi.
Seorang guru tenaga harian lepas (THL) berinisial T mengaku bahwa kerja keras dan kreatifitas sangat dibutuhkan untuk dapat meneruskan ilmu yang dimilikinya kepada peserta didiknya di sekolah pedalaman. Salah satunya adalah masalah pembelajaran daring.
Untuk menyiasati hal ini, Ia rela berkeliling desa, mengetuk pintu rumah demi rumah anak didiknya dan membagikan video pembelajaran yang sebelumnya telah Ia rekam kepada peserta didiknya menggunakan jaringan Bluetooth. Meskipun lelah, Ia merasa memiliki kewajiban untuk terus menyebarkan ilmu yang dimilikinya.
(mpw)