Inovasi Sarang Lebah Buatan, Mahasiswa ITB Raih Perunggu di Asian Students Venture Forum
loading...
A
A
A
Baca juga: Perguruan Tinggi Ini Miliki Bus Kampus, Nomor 1 Berwarna Kuning Bukan UI
“Slim Hive dilengkapi dengan IoT yaitu motion detector, temperatur, dan sensor berat untuk memantau sarang lebah secara real time melalui ponsel pintar petani lebah. Motion detector dari lebah bisa diterjemahkan menjadi sebuah informasi aktivitas lebah di dalam sarang,” kata Satria.
Sementara sensor temperatur akan menambah keakuratan informasi dari motion detector dan sensor berat akan membantu petani lebah membuat estimasi atau perkiraan waktu sarang lebah tersebut bisa dipanen. Satria menambahkan, pembuatan produk mereka sudah sampai tahap prototipe fisik dan akan digunakan sebagai objek pengujian, eksperimen, dan pengembangan produk lebih lanjut.
Lebah Trigona, khususnya jenis Itama, menjadi pilihan utama karena dari segi ekonomis memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan lebah penyengat. Selain itu, madu dari lebah Trigona juga memiliki kandungan senyawa dan mineral yang lebih lengkap dibandingkan madu dari lebah penyengat. Hal ini juga menjawab alasan madu dari lebah Trigona memiliki harga pasar yang lebih mahal.
Mereka telah melakoni persiapan matang sejak November 2021 untuk tingkat nasional dan mulai fokus persiapan di tingkat internasional sejak Januari lalu. “Kami dihadapkan dengan minimnya data dan jurnal yang mengupas permasalahan lebah Trigona. Selain studi literatur, kami juga melakukan survei lapangan dengan mengambil data Ikatan Lebah Madu Indonesia (ILMI) Jawa Barat,” cerita Afra.
Afra berharap agar mereka bisa mengembangkan produk ini menjadi lebih baik lagi dan dapat mengikuti perlombaan nasional maupun internasional lainnya di bidang startup dan inovasi. “Pastinya, kami juga berharap produk yang kami buat nanti benar-benar bermanfaat dan menjadi solusi dari berbagai permasalahan petani lebah,” tutup Satria.
“Slim Hive dilengkapi dengan IoT yaitu motion detector, temperatur, dan sensor berat untuk memantau sarang lebah secara real time melalui ponsel pintar petani lebah. Motion detector dari lebah bisa diterjemahkan menjadi sebuah informasi aktivitas lebah di dalam sarang,” kata Satria.
Sementara sensor temperatur akan menambah keakuratan informasi dari motion detector dan sensor berat akan membantu petani lebah membuat estimasi atau perkiraan waktu sarang lebah tersebut bisa dipanen. Satria menambahkan, pembuatan produk mereka sudah sampai tahap prototipe fisik dan akan digunakan sebagai objek pengujian, eksperimen, dan pengembangan produk lebih lanjut.
Lebah Trigona, khususnya jenis Itama, menjadi pilihan utama karena dari segi ekonomis memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan lebah penyengat. Selain itu, madu dari lebah Trigona juga memiliki kandungan senyawa dan mineral yang lebih lengkap dibandingkan madu dari lebah penyengat. Hal ini juga menjawab alasan madu dari lebah Trigona memiliki harga pasar yang lebih mahal.
Mereka telah melakoni persiapan matang sejak November 2021 untuk tingkat nasional dan mulai fokus persiapan di tingkat internasional sejak Januari lalu. “Kami dihadapkan dengan minimnya data dan jurnal yang mengupas permasalahan lebah Trigona. Selain studi literatur, kami juga melakukan survei lapangan dengan mengambil data Ikatan Lebah Madu Indonesia (ILMI) Jawa Barat,” cerita Afra.
Afra berharap agar mereka bisa mengembangkan produk ini menjadi lebih baik lagi dan dapat mengikuti perlombaan nasional maupun internasional lainnya di bidang startup dan inovasi. “Pastinya, kami juga berharap produk yang kami buat nanti benar-benar bermanfaat dan menjadi solusi dari berbagai permasalahan petani lebah,” tutup Satria.
(nz)