Henry Indraguna Raih Gelar Doktor dari Universitas Borobudur dengan IPK 3,98

Jum'at, 23 Desember 2022 - 13:02 WIB
loading...
Henry Indraguna Raih...
Pengacara kondang yang juga anggota Tim Ahli Wantimpres Henry Indraguna meraih gelar doktor bidang Ilmu Hukum dari Universitas Borobudur. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Pengacara kondang yang juga anggota Tim Ahli Dewan Pertimbangan Presiden ( Wantimpres ) Henry Indraguna meraih gelar doktor bidang Ilmu Hukum dari Universitas Borobudur. Wisuda berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC) pada Kamis (22/12/2022) yang turut dihadiri Menteri BUMN Erick Thohir.

Ketua Wisuda Universitas Borobudur, Faisal Santiago menyatakan sangat bangga dalam wisuda saat ini dengan jumlah ratusan orang. "Total 523 orang yang hebat-hebat dari kualitas lulusannya," kata Faisal.



Menteri BUMN Erick Thohir dan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Prof Zudan turut memberikan pembekalan kepada peserta wisuda.

Erick Thohir memberi orasi ilmiah dengan judul membangun sumber daya manusia yang berintegritas, berkualitas, berjiwa entrepreneur di era teknologi informasi.

Sedangkan Prof Zudan dalam orasi ilmiahnya menyapaikan Tranformasi Digita, Marketing dan Penyiapan Kebijakan Publik yang Berdampak.



"Kehadiran dua orang hebat dan memberikan pembekalan ilmiah kepada para wisudawan, menandakan suatu bentuk kepercayaan yang tinggi terhadap lulusan dari Universitas Borobudur," kata Faisal.

Menurut Guru Besar Hukum Universitas Borobudur itu, dalam proses pendidikannya selalu mengedepankan kualitas berdampak dengan terserapnya para lulusan di dunia kerja, hal ini juga menjadikan kepercayaan masyarakat kepada para lulusan Universitas Borobudur.

"Pada wisuda tahun ini meluluskan dari program diploma, sarjana, magister dan doktor (D3,S1,S2 dan S3)," jelas Faisal.

Sementara itu, Henry Indraguna yang meraih gelar doktor dengan disertasi berjudul 'Membangun Integritas Hakim Guna Mewujudkan Independensi Hakim Dikaitkan Putusan Berkeadilan Melalui Optimalisasi Pengawasan Eksternala'.

Henry Indraguna dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan (cumlaude) dengan IPK 3,98. Bertindak sebagai Promotor Prof Faisal Santiago dan Co-promotor Dr Suparno.

Disertasi Henry membahas bagaimana hakim sebagai bagian dari penegakan hukum (law enforcement) yang seharusnya memperlihatkan tegaknya sendi-sendi hukum dan terwujudnya keadilan sebagai tujuan utama dari hukum, ternyata tidak selamanya berjalan lurus sesuai dengan yang diharapkan.

"Independensi hakim saat ini belum sepenuhnya terwujud. Indikatornya masih adanya putusan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu," ujar Henry yang juga anggota Tim Ahli Bidang Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

Henry melanjutkan, Hakim juga belum sepenuhnya mengikuti nilai-nilai objektif dalam menjalankan tugas. Nilai-nilai objektif terdesak oleh nilai subjektif, sehingga terjadi pergeseran-pergeseran nilai, yakni dari nilai objektif ke nilai subjektif.

Menurut Henry, dalam menangani perkara hakim harus bersifat independen dan berintegitas, supaya putusan yang dikeluarkan dapat menciptakan rasa keadilan. Sebab seorang hakim terikat dalam kode etik profesi hakim yang mengharuskan hakim berikap jujur, adil dan berintegritas.

Bagi Henry, objektivitas hakim dalam memutus perkara merupakan bentuk penegakkan hak asasi manusia dibidang peradilan. Untuk mewujudkan objektivitas hakim dalam peradilan salah satunya yaitu menggunakan sistem majelis hakim dalam persidangan.

Konsep membangun integritas hakim dalam menangani perkara integritas dan sifat transparansi dalam proses pemberian keadilan itu, yang penerapannya dengan mempublikasikan segala putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan juga memudahkan untuk mendapat akses semua putusan tersebut.

Idealisme dan profesionalisme hakim, lanjut Henry, terletak pada moralitas tinggi ketika sedang memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang didasarkan pada keahliannya dalam menegakkan hukum dan menciptakan keadilan.

Integritas, kemandirian dan keyakinan hakim merupakan kunci utama yang bisa menjadikan seorang hakim memiliki idealisme dan profesionalisme. Karena bertumpu pada integritas dan keyakinan seorang hakimlah yang dapat menegakkan sebuah kebenaran dan juga menciptakan keadilan.

Karena itu, pengawasan terhadap hakim dalam menangani perkara. Selain itu diperlukan pula pemberian kewenangan terhadap Komisi Yudisial menetapkan sanksi bukan hanya sebatas memberikan rekomendasi.

"Saat ini sebagai lembaga yang diberikan kewenangan mengawasi hakim masih terkendala dengan kewenangan yang diberikan, dikarenakan Mahkamah Agung beranggapan keputusan sanksi terhadap hakim yang melanggar itu menjadi wewenang MA," tutup Henry Indraguna.
(mpw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1809 seconds (0.1#10.140)