Masuk Kelas Lagi, Kesehatan Diutamakan
Kamis, 06 Agustus 2020 - 06:04 WIB
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengakui, soal pembukaan sekolah tidak bisa lagi berbasis data zona secara umum. Sebab situasi masing-masing wilayah di dalam zona bisa jadi berbeda. Untuk itu, jika ada keinginan pengelola sekolah membuka pembelajaran tatap muka sebaiknya ditentukan oleh daerah. Sebab daerahlah yang memahami secara spesifik kondisi di lapangan. (Baca juga: Alhamdulillah Ribuan Siswa Tak Mampu di Makassar Dapat Bantuan Tablet)
“Saran kami agar gugus tugas pusat memberikan rekomendasi secara umum. Tapi secara spesifik gugus tugas masing-masing (daerah) yang memberikan rekomendasi. Namun diskresinya tetap kepada dinas (pendidikan) daerah masing-masing," kata Tito.
Masih Berisiko
Pengamat pendidikan Budi Trikorayanto mengkritik rencana pemerintah untuk membuka kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka di zona kuning. Mereka menilai potensi paparan Covid di zona kuning masih terbuka meski di wilayah itu kasusnya sedikit. Hal ini menunjukkan pemerintah cenderung membuat kebijakan yang populer. “Pemerintah mendapatkan tekanan dari orang tua murid yang mungkin bosan dan malas mengajari anak-anaknya. Guru juga banyak mengeluh beli pulsa dan sebagainya,” ujar Budi, kemarin.
Berbeda dengan Budi, Wasekjen PB PGRI Dudung Abdul Qodir menilai perlu ada diskresi kebijakan untuk menyelamatkan anak bangsa saat ini. Pihaknya mengaku mendapat banyak masukan dari bawah terkait persoalan mengenai pembukaan belajar tatap muka di sekolah.
“Ini untuk menyelamatkan anak bangsa, para guru, dan tidak terjadi lost generation. Ekonomi boleh terpuruk, tetapi pendidikan jangan sampai terpuruk,” kata Dudung. (Baca juga: Ledakan Beirut Membunuh 73 Orang, Trump: Itu Serangan Bom)
PGRI menyerukan harusnya ada langkah-langkah taktis dan strategis yang disepakati bersama. PGRI pun sudah diajak membahas bersama dengan Kemendikbud untuk mengevaluasi SKB 4 Menteri. Bagi PGRI, selama daerah tidak membahayakan, baik guru, anak, dan orang tua, tidak ada salahnya membuka sekolah kembali. Namun, harus tetap berkoordinasi dengan pihak terkait, misalnya Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan, Satgas Penanganan Covid-19.
Menurut dia, SKB 4 Menteri memang jelas mengatur tentang pembukaan sekolah, terutama di zona hijau. Tapi tidak semua sekolah di zona hijau pun bisa memenuhi 10 syaratnya. “Bagi sekolah unggulan atau bonafit mungkin bisa, tapi sekolah negeri, swasta kecil, siapa yang membiayai itu semua?” keluhnya.
Dia berharap pemerintah seperti dinas pendidikan bersama pihak terkait untuk duduk bersama menyiapkan strategi PJJ online maupun non online. Dari data yang dia peroleh, sebagian besar guru merasa senang jika ada sekolah tatap muka karena pekerjaan mereka tidak terlalu berat dibanding melalui PJJ. (Baca juga: Massa Mengamuk Mobil BNN Dirusak Saat Penggerebekan Narkoba)
Soal wilayah zona kuning, menurutnya, jika diatur dengan sedemikian rupa, tetap bisa pikir bisa. Dia mencontohkan di bidang bisnis, pelayanan selama ini sudah bisa dibuka. Pemerintah perlu membuat rencana (plan) A, B, C dan seterusnya. Misalnya, dengan membatasi jumlah yang belajar di sekolah, jadwal masuk juga dibatasi supaya anak tidak jenuh belajar rumah.
“Saran kami agar gugus tugas pusat memberikan rekomendasi secara umum. Tapi secara spesifik gugus tugas masing-masing (daerah) yang memberikan rekomendasi. Namun diskresinya tetap kepada dinas (pendidikan) daerah masing-masing," kata Tito.
Masih Berisiko
Pengamat pendidikan Budi Trikorayanto mengkritik rencana pemerintah untuk membuka kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka di zona kuning. Mereka menilai potensi paparan Covid di zona kuning masih terbuka meski di wilayah itu kasusnya sedikit. Hal ini menunjukkan pemerintah cenderung membuat kebijakan yang populer. “Pemerintah mendapatkan tekanan dari orang tua murid yang mungkin bosan dan malas mengajari anak-anaknya. Guru juga banyak mengeluh beli pulsa dan sebagainya,” ujar Budi, kemarin.
Berbeda dengan Budi, Wasekjen PB PGRI Dudung Abdul Qodir menilai perlu ada diskresi kebijakan untuk menyelamatkan anak bangsa saat ini. Pihaknya mengaku mendapat banyak masukan dari bawah terkait persoalan mengenai pembukaan belajar tatap muka di sekolah.
“Ini untuk menyelamatkan anak bangsa, para guru, dan tidak terjadi lost generation. Ekonomi boleh terpuruk, tetapi pendidikan jangan sampai terpuruk,” kata Dudung. (Baca juga: Ledakan Beirut Membunuh 73 Orang, Trump: Itu Serangan Bom)
PGRI menyerukan harusnya ada langkah-langkah taktis dan strategis yang disepakati bersama. PGRI pun sudah diajak membahas bersama dengan Kemendikbud untuk mengevaluasi SKB 4 Menteri. Bagi PGRI, selama daerah tidak membahayakan, baik guru, anak, dan orang tua, tidak ada salahnya membuka sekolah kembali. Namun, harus tetap berkoordinasi dengan pihak terkait, misalnya Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan, Satgas Penanganan Covid-19.
Menurut dia, SKB 4 Menteri memang jelas mengatur tentang pembukaan sekolah, terutama di zona hijau. Tapi tidak semua sekolah di zona hijau pun bisa memenuhi 10 syaratnya. “Bagi sekolah unggulan atau bonafit mungkin bisa, tapi sekolah negeri, swasta kecil, siapa yang membiayai itu semua?” keluhnya.
Dia berharap pemerintah seperti dinas pendidikan bersama pihak terkait untuk duduk bersama menyiapkan strategi PJJ online maupun non online. Dari data yang dia peroleh, sebagian besar guru merasa senang jika ada sekolah tatap muka karena pekerjaan mereka tidak terlalu berat dibanding melalui PJJ. (Baca juga: Massa Mengamuk Mobil BNN Dirusak Saat Penggerebekan Narkoba)
Soal wilayah zona kuning, menurutnya, jika diatur dengan sedemikian rupa, tetap bisa pikir bisa. Dia mencontohkan di bidang bisnis, pelayanan selama ini sudah bisa dibuka. Pemerintah perlu membuat rencana (plan) A, B, C dan seterusnya. Misalnya, dengan membatasi jumlah yang belajar di sekolah, jadwal masuk juga dibatasi supaya anak tidak jenuh belajar rumah.
tulis komentar anda