Pakar Media Unair: Diskusi RUU Penyiaran Harus Transparan, Jangan di Lingkar Kekuasaan Saja
Kamis, 16 Mei 2024 - 11:58 WIB
Irfan menambahkan RUU Penyiaran dapat mempengaruhi dinamika media saat ini, termasuk media cetak siaran dan digital. Setiap media pada dasarnya memiliki karakteristik unik yang mempengaruhi cara informasi disampaikan dan diterima oleh publik.
“Draft RUU ini berpotensi mempengaruhi dinamika media saat ini. Untuk informasi yang lengkap dan mendalam, media cetak masih menjadi pilihan utama. Sementara itu, penyiaran memberikan pendalaman dalam format audiovisual, dan platform digital menawarkan kecepatan penyampaian informasi meski hanya sekilas,” kata Irfan.
Alih-alih, Irfan juga menyarankan agar RUU Penyiaran mendukung ekosistem digital dan tidak menghambat penyebaran informasi. Dalam hal ini, masyarakat harus terlibat dalam inovasi teknologi yang mendukung akses digital dan literasi digital.
Sejumlah lembaga organisasi jurnalis juga telah menyatakan sikapnya atas RUU Penyiaran. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menolak adanya pasal yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers, dalam draf revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran. Penolakan itu kata Ketua IJTI, Herik Kurniawan bukan semata-mata demi kepentingan insan pers namun demi kebaikan masyarakat banyak.
"Yang kita bela sebetulnya adalah publik, hak publik. Jadi jangan sampai hak publik untuk mendapatkan informasi yang seluas-luasnya dari karya jurnalistik berkualitas bisa tertahan, itu yang sebenarnya kita perjuangkan saat ini," kata Herik di kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).
Merespons atas draf revisi UU Penyiaran, kata Herik, seluruh anggota IJTI yang tersebar di Indonesia, memiliki pandangan yang sama. Kalau mereka akan memperjuangkan hak publik dalam mendapatkan informasi yang kredibel.
Sementara Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry Ch Bangun, menyebut kalau pihaknya juga menolak pasal-pasal yang merugikan kebebasan pers dalam draf revisi UU Penyiaran. Pihaknya menyoroti dua klausul dalam revisi UU itu.
"Yang kami prihatinkan itu sebetulnya ada dua ya. Pertama adalah mengenai (larangan) jurnalisme investigasi, yang kedua nanti sengketa kewenangan dalam penanganan pengaduan," ujar Hendry. Dia mengaku, telah dua periode menjadi bagian dewan pers. Selama ini dewan pers, kata dia selalu objektif dalam menyelesaikan sengeketa pers. Sebab dewan pers merupakan lembaga independen
“Draft RUU ini berpotensi mempengaruhi dinamika media saat ini. Untuk informasi yang lengkap dan mendalam, media cetak masih menjadi pilihan utama. Sementara itu, penyiaran memberikan pendalaman dalam format audiovisual, dan platform digital menawarkan kecepatan penyampaian informasi meski hanya sekilas,” kata Irfan.
Alih-alih, Irfan juga menyarankan agar RUU Penyiaran mendukung ekosistem digital dan tidak menghambat penyebaran informasi. Dalam hal ini, masyarakat harus terlibat dalam inovasi teknologi yang mendukung akses digital dan literasi digital.
Sejumlah lembaga organisasi jurnalis juga telah menyatakan sikapnya atas RUU Penyiaran. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menolak adanya pasal yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers, dalam draf revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran. Penolakan itu kata Ketua IJTI, Herik Kurniawan bukan semata-mata demi kepentingan insan pers namun demi kebaikan masyarakat banyak.
"Yang kita bela sebetulnya adalah publik, hak publik. Jadi jangan sampai hak publik untuk mendapatkan informasi yang seluas-luasnya dari karya jurnalistik berkualitas bisa tertahan, itu yang sebenarnya kita perjuangkan saat ini," kata Herik di kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).
Merespons atas draf revisi UU Penyiaran, kata Herik, seluruh anggota IJTI yang tersebar di Indonesia, memiliki pandangan yang sama. Kalau mereka akan memperjuangkan hak publik dalam mendapatkan informasi yang kredibel.
Sementara Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry Ch Bangun, menyebut kalau pihaknya juga menolak pasal-pasal yang merugikan kebebasan pers dalam draf revisi UU Penyiaran. Pihaknya menyoroti dua klausul dalam revisi UU itu.
"Yang kami prihatinkan itu sebetulnya ada dua ya. Pertama adalah mengenai (larangan) jurnalisme investigasi, yang kedua nanti sengketa kewenangan dalam penanganan pengaduan," ujar Hendry. Dia mengaku, telah dua periode menjadi bagian dewan pers. Selama ini dewan pers, kata dia selalu objektif dalam menyelesaikan sengeketa pers. Sebab dewan pers merupakan lembaga independen
(wyn)
tulis komentar anda