Gandeng Hampir 20 Negara, Untar Gelar Konsorsium dan Konferensi Internasional

Jum'at, 13 Agustus 2021 - 12:11 WIB
Drama-drama yang terpengaruh ajaran keagamaan juga membentuk sebuah konstruksi dimana image seorang perempuan dipertahankan untuk mengikuti bentuk tradisional budaya Malaysia.

“Dan di waktu yang bersamaan, penggambaran perempuan menunjukan akan adanya debat dan narasi tanpa ujung tentang ketidaksetaraan gender di dalam Malaysia yang modern,” kata Azalanshah.

Pembicara Assoc. Prof. Monty P. Satiadarma, Guru Besar Psikologi Untar, membahas tentang transformasi kehidupan edukasi dan work-life setelah Covid-19. Pembahasan diawali dengan bagaimana manusia terus melakukan transformasi berkali-kali tanpa sadar akibat keadaan dan pengalaman yang menimpa, gaya hidup terbentuk oleh keluarga dan lingkungan dimana manusia bertumbuh, hingga Covid-19 yang telah mengubah hidup manusia secara besar-besaran.

Dalam sesi ini pembicara membagikan berbagai cara mengantisipasi keadaan saat ini dan bagaimana menjadi kuat dalam menghadapinya seperti mengasah pemikiran kritis, menjadi toleran dengan orang lain, dan menjaga protokol sehingga bisa memberikan rasa safety buat orang lain, serta mengambil tanggung jawab menangani pandemi ini,” jelasnya.

Disaat yang bersamaan, konsorsium bidang hukum juga mengundang pembicara di bidang hukum Abdul Kadir yang membahas tentang Diplomasi Indonesia terhadap Human Trafficking. Abdul mengatakan bahwa human trafficking adalah hal yang terjadi secara terorganisir, merupakan sebuah ancaman terhadap keamanan.

“Perlu adanya kerjasama untuk memerangi tindakan yang merendahkan kemanusiaan dengan protokol yang memiliki tiga elemen inti yaitu mencegah, menekan, dan berefek jera,” ujarnya.

Kemudian pembicara kedua Prof. Eddy Pratomo membahas masa depan hukum di dalam periode transisi informasi teknologi dan new normal di Indonesia. Teknologi informasi memanglah menjadi jawaban dalam menghadapi permasalahan di era ini, dan pembicara mengatakan bahwa paradigma lama pun semakin tergeser dengan paradigma yang baru di masa ini. Pembicara mengatakan edukasi ilmu hukum tidak terlepas dari hal ini dan perlu ada metode untuk mempertahankan edukasi ilmu hukum secara berkelanjutan.

“Metode yang bisa dijalankan adalah metode MESIN yaitu Mobilise Resource untuk memaksimalkan efektifitas dan efisiensi SDM, Evaluate outcome, Sustain & Deepen Lecturer Professional Development untuk menciptakan dosen yang profesional dan berpengertian mendalam terhadap kurikulum baru maupun turut berkontribusi merancangnya, Innovate dalam artian berani menciptakan dan mencoba hal baru, dan Never Say No To Change,” ucapnya.

Menutup acara, Prof. Stefan Koos mengangkat topik yang tidak kalah menarik yaitu tentang bagaimana teknologi bisa menggantikan hukum dalam digitalisasi 5.0. Pembicara mengatakan bahwa perkembangan teknologi yang secara bersamaan terjadi di berbagai belahan dunia ini mengubah beberapa aspek krusial atas dibuatnya sebuah kontrak juga semakin mendisrupsi hal- hal yang sebelumnya diatur negara.

“Hukum perdata dapat kehilangan dasar konstitusionalnya dengan adanya disurpsi,” ucapnya. CM
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More