Suasana Baru Tahun Ajaran Baru
Senin, 13 Juli 2020 - 06:10 WIB
“Untuk kegiatan besok masih dilakukan dengan pola daring. Nanti ada arahan Pak Gubernur kepada siswa baru dan kepala sekolah,” ujarnya Kadisdik Jabar Dedi Supandi kepada KORAN SINDO kemarin.
Adapun Kadisdik Jatim Wahid Wahyudi sebelum membuka tahun ajaran baru, pihaknya melakukan survei kepada orang tua dan siswa. Hasilnya, pertama, kebanyakan orang tua dan siswa menggunakan aplikasi WhatsApp. Kedua, orang tua ingin anak-anaknya mandiri atau tidak perlu didampingi saat belajar. Ketiga, orang tua terbebani dengan kuota internet. Keempat, siswa terbebani dengan banyaknya tugas.
Selanjutnya kelima, siswa ingin materi pelajaran disampaikan melalui video. Terakhir, orang tua ingin dapat berkomunikasi dengan para guru. “Solusinya, PJJ dilakukan secara daring dan video conference dengan melibatkan banyak unsur, seperti pengawas sekolah. Kedua, untuk masalah internet, kami sudah memasukkannya dalam anggaran dana BOS. Jadi nanti orang tua di-drop kuota internet dari sekolah,” terang Dedi Supandi.
Untuk siswa yang tidak terjangkau internet, Disdik Jabar bekerja sama dengan PT POS Indonesia untuk menyampaikan materi dan buku pelajaran kepada mereka. Guru sesekali akan mengunjungi rumah para siswa tentu dengan protokol kesehatan. Di beberapa daerah, desa memfasilitasi PJJ dengan menyediakan akses internet di titik-titik tertentu.
Pihak sekolah pun tak kalah repotnya menghadapi suasana baru ini. Seperti dilakukan SMPN 52 Jakarta, mereka harus membuat video tentang kepala sekolah, wali kelas, guru, jajaran manajemen, dan pengurus OSIS. “Dalam vide, kami mengenalkan sebagian besar guru-guru dan manajemen yang akan memandu kegiatan mereka, Kami videokan juga himne sekolah yang isinya memberikan semangat kepada peserta didik baru sehingga mereka merasa dekat dengan SMPN 52 secara psikologi dan perasaan atau seni,” ungkap Kepala SMPN 52 Jakarta Heru Purnomo. (Baca juga: Warga Bosnis Kenang 25 Tahun Pembantaian di Srebenica)
Untuk mendukung kelancaran PJJ, pihak sekolah telah mengalokasikan dana BOS sebesar Rp60 juta untuk pembelian kuota internet bagi siswa dan 10 guru honorer. Program ini berlangsung selama tiga bulan dari Juli hingga September 2020. “Sasaran kami, itu 249 siswa penerima KJP. Artinya, itu potensi tidak mampu. Setiap siswa, kami alokasikan Rp200.000,” ucapnya.
Dia mengakui bantuan itu tetap tidak akan berarti jika PJJ melalui aplikasi Zoom dilakukan berjam-jam. Karena itu, waktu belajar untuk satu pelajaran yang bisa mencapai 2 jam dipangkas menjadi 10 menit melalui pertemuan digital. Setelah itu, siswa belajar dan mengerjakan sesuai buku yang dipinjamkan. Pengumpulan tugas melalui WhatsApp. “Dengan seperti itu, mereka bisa mengirit kuota,” ucapnya.
Suasana baru juga akan mewarnai madrasah. Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama (Kemenag) A Umar mengungkapkan, untuk mendukung PJJ, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan provider pulsa. Ada XL Axiata, Indosat Ooredoo, Telkomsel, dan Tri untuk menyediakan kuota internet dengan harga terjangkau bagi para pelajar, serta pendidik dan tenaga kependidikan madrasah selama pandemi Covid-19.
Pembelian kuota ini juga bisa bersumber dari bantuan operasional sekolah (BOS) madrasah. "Ada diskon harga hingga 60%. Paket kuota internet menjadi lebih terjangkau dan itu bisa dibiayai dari BOS sehingga siswa dan guru tidak perlu keluar biaya lagi," ucapnya.
Bersama Telkomsigma, lanjut Umar, Kemenag juga akan menyiapkan Cloud server untuk penggunaan e-learning madrasah. Keberadaan server ini diharapkan dapat memudahkan guru dan siswa mengakses e-learning madrasah. Upaya ini dilakukan karena berdasarkan hasil kajian tiga bulan pertama proses uji coba, sejumlah madrasah merasa kesulitan karena tidak memiliki server. Oleh sebab itu, Kemenag mengambil langkah menyiapkan Cloud untuk keperluan madrasah di seluruh Indonesia.
Adapun Kadisdik Jatim Wahid Wahyudi sebelum membuka tahun ajaran baru, pihaknya melakukan survei kepada orang tua dan siswa. Hasilnya, pertama, kebanyakan orang tua dan siswa menggunakan aplikasi WhatsApp. Kedua, orang tua ingin anak-anaknya mandiri atau tidak perlu didampingi saat belajar. Ketiga, orang tua terbebani dengan kuota internet. Keempat, siswa terbebani dengan banyaknya tugas.
Selanjutnya kelima, siswa ingin materi pelajaran disampaikan melalui video. Terakhir, orang tua ingin dapat berkomunikasi dengan para guru. “Solusinya, PJJ dilakukan secara daring dan video conference dengan melibatkan banyak unsur, seperti pengawas sekolah. Kedua, untuk masalah internet, kami sudah memasukkannya dalam anggaran dana BOS. Jadi nanti orang tua di-drop kuota internet dari sekolah,” terang Dedi Supandi.
Untuk siswa yang tidak terjangkau internet, Disdik Jabar bekerja sama dengan PT POS Indonesia untuk menyampaikan materi dan buku pelajaran kepada mereka. Guru sesekali akan mengunjungi rumah para siswa tentu dengan protokol kesehatan. Di beberapa daerah, desa memfasilitasi PJJ dengan menyediakan akses internet di titik-titik tertentu.
Pihak sekolah pun tak kalah repotnya menghadapi suasana baru ini. Seperti dilakukan SMPN 52 Jakarta, mereka harus membuat video tentang kepala sekolah, wali kelas, guru, jajaran manajemen, dan pengurus OSIS. “Dalam vide, kami mengenalkan sebagian besar guru-guru dan manajemen yang akan memandu kegiatan mereka, Kami videokan juga himne sekolah yang isinya memberikan semangat kepada peserta didik baru sehingga mereka merasa dekat dengan SMPN 52 secara psikologi dan perasaan atau seni,” ungkap Kepala SMPN 52 Jakarta Heru Purnomo. (Baca juga: Warga Bosnis Kenang 25 Tahun Pembantaian di Srebenica)
Untuk mendukung kelancaran PJJ, pihak sekolah telah mengalokasikan dana BOS sebesar Rp60 juta untuk pembelian kuota internet bagi siswa dan 10 guru honorer. Program ini berlangsung selama tiga bulan dari Juli hingga September 2020. “Sasaran kami, itu 249 siswa penerima KJP. Artinya, itu potensi tidak mampu. Setiap siswa, kami alokasikan Rp200.000,” ucapnya.
Dia mengakui bantuan itu tetap tidak akan berarti jika PJJ melalui aplikasi Zoom dilakukan berjam-jam. Karena itu, waktu belajar untuk satu pelajaran yang bisa mencapai 2 jam dipangkas menjadi 10 menit melalui pertemuan digital. Setelah itu, siswa belajar dan mengerjakan sesuai buku yang dipinjamkan. Pengumpulan tugas melalui WhatsApp. “Dengan seperti itu, mereka bisa mengirit kuota,” ucapnya.
Suasana baru juga akan mewarnai madrasah. Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama (Kemenag) A Umar mengungkapkan, untuk mendukung PJJ, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan provider pulsa. Ada XL Axiata, Indosat Ooredoo, Telkomsel, dan Tri untuk menyediakan kuota internet dengan harga terjangkau bagi para pelajar, serta pendidik dan tenaga kependidikan madrasah selama pandemi Covid-19.
Pembelian kuota ini juga bisa bersumber dari bantuan operasional sekolah (BOS) madrasah. "Ada diskon harga hingga 60%. Paket kuota internet menjadi lebih terjangkau dan itu bisa dibiayai dari BOS sehingga siswa dan guru tidak perlu keluar biaya lagi," ucapnya.
Bersama Telkomsigma, lanjut Umar, Kemenag juga akan menyiapkan Cloud server untuk penggunaan e-learning madrasah. Keberadaan server ini diharapkan dapat memudahkan guru dan siswa mengakses e-learning madrasah. Upaya ini dilakukan karena berdasarkan hasil kajian tiga bulan pertama proses uji coba, sejumlah madrasah merasa kesulitan karena tidak memiliki server. Oleh sebab itu, Kemenag mengambil langkah menyiapkan Cloud untuk keperluan madrasah di seluruh Indonesia.
tulis komentar anda