Teliti Otak Orang Bunuh Diri, Siswi SMA Ini Raih Hadiah Rp750 Juta
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Natasha Kulviwat, siswi SMA , berhasil memenangkan penghargaan senilai USD50.000 atau setarab dengan Rp750 juta karena memenangkan Regeneron International Science and Engineering Fair. Dia meneliti otak orang yang bunuh diri dengan harapan bisa mempelajari cara mencegah bunuh diri.
Gadis berusia 16 tahun meneliti otak orang yang meninggal karena bunuh diri untuk mengidentifikasi biomarker. Itu menunjukkan Kulviwat bukan anak SMA biasa. Mulai Agustus 2022, dia menghabiskan enam bulan di laboratorium di Universitas Columbia mempelajari jaringan otak orang yang meninggal karena bunuh diri.
Siswi Jericho Senior High School, New York, Amerika Serikat, meneliti apakah ada biomarker - zat fisik dan terukur di otak - yang dapat membantu menjelaskan dan, mungkin suatu hari nanti, mencegah bunuh diri.
Hasil penelitiannya memenangkan Penghargaan Gordon E. Moore untuk Hasil Positif untuk Generasi Mendatang dan USD50.000 di Regeneron International Science and Engineering Fair. Itu merupakan sebuah kompetisi internasional untuk mahasiswa pra-perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Society for Science.
Foto/societyforscience
Bagaimana hasil temuan penelitiannya? Kulviwat menemukan perbedaan otak 10 orang yang meninggal karena bunuh diri dibandingkan dengan orang yang meninggal karena sebab lain.
Otak dari mereka yang meninggal karena bunuh diri, yang disumbangkan untuk dipelajari oleh kerabat terdekat mereka, mengandung lebih banyak sitokin peradangan. Sitokin menciptakan peradangan sebagai bagian normal dari respons sistem kekebalan Anda terhadap patogen.
Terlalu banyak peradangan dalam tubuh dari waktu ke waktu dapat menimbulkan banyak efek negatif yaknkiini berimplikasi pada kondisi seperti penyakit jantung, kanker, dan penyakit autoimun.
Dalam hal ini, penelitian Kulviwat menunjukkan bahwa peradangan memengaruhi protein spesifik di otak yang dikenal sebagai claudin-5. Claudin-5 biasanya ditemukan dalam sel-sel yang membentuk penghalang darah-otak, yang memainkan peran penting dalam mengatur zat apa yang dapat mengalir dari darah ke sel-sel otak.
Gadis berusia 16 tahun meneliti otak orang yang meninggal karena bunuh diri untuk mengidentifikasi biomarker. Itu menunjukkan Kulviwat bukan anak SMA biasa. Mulai Agustus 2022, dia menghabiskan enam bulan di laboratorium di Universitas Columbia mempelajari jaringan otak orang yang meninggal karena bunuh diri.
Siswi Jericho Senior High School, New York, Amerika Serikat, meneliti apakah ada biomarker - zat fisik dan terukur di otak - yang dapat membantu menjelaskan dan, mungkin suatu hari nanti, mencegah bunuh diri.
Hasil penelitiannya memenangkan Penghargaan Gordon E. Moore untuk Hasil Positif untuk Generasi Mendatang dan USD50.000 di Regeneron International Science and Engineering Fair. Itu merupakan sebuah kompetisi internasional untuk mahasiswa pra-perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Society for Science.
Foto/societyforscience
Bagaimana hasil temuan penelitiannya? Kulviwat menemukan perbedaan otak 10 orang yang meninggal karena bunuh diri dibandingkan dengan orang yang meninggal karena sebab lain.
Otak dari mereka yang meninggal karena bunuh diri, yang disumbangkan untuk dipelajari oleh kerabat terdekat mereka, mengandung lebih banyak sitokin peradangan. Sitokin menciptakan peradangan sebagai bagian normal dari respons sistem kekebalan Anda terhadap patogen.
Terlalu banyak peradangan dalam tubuh dari waktu ke waktu dapat menimbulkan banyak efek negatif yaknkiini berimplikasi pada kondisi seperti penyakit jantung, kanker, dan penyakit autoimun.
Dalam hal ini, penelitian Kulviwat menunjukkan bahwa peradangan memengaruhi protein spesifik di otak yang dikenal sebagai claudin-5. Claudin-5 biasanya ditemukan dalam sel-sel yang membentuk penghalang darah-otak, yang memainkan peran penting dalam mengatur zat apa yang dapat mengalir dari darah ke sel-sel otak.