Masuk Kelas Lagi, Kesehatan Diutamakan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dorongan dibukanya kembali sekolah bertatap muka kian menguat seiring kisruh pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang tak henti. Pemerintah pusat akan memberi kewenangan ke daerah untuk memutuskan sekolah di zona kuning bisa dibuka atau tidak.
Sekolah online yang berlaku sejak pandemi Covid-19 ini nyatanya memicu beragam masalah di lapangan. Banyaknya kendala-kendala itu akhirnya membuat sejumlah sekolah maupun pesantren memutuskan untuk menggelar pembelajaran bertatap muka.
Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, SMP Negeri 2 Jatibarang diketahui telah menggelar sekolah tatap muka sejak tiga pekan lalu. Inisiatif ini dilakukan lantaran banyak siswa sekolah tersebut tidak memiliki smartphone yang menjadi sarana utama sekolah online. (Baca: Kegiatan Belajar Tatap Muka Belum Mendesak, Utamakan Kesehatan Anak-anak)
Madrasah Diniyah Awaliyah Mabdail Fallah Desa Sumur Bandung Kecamatan Cikulur Kabupaten Lebak, Banten juga mulai membuka kelas langsung sejak tiga hari lalu. Dalam waktu dekat, 21 SMP negeri maupun swasta di Kota Surabaya juga akan menyelenggarakan sekolah langsung kendati kota ini masih tergolong sepenuhnya aman dari Covid. Persiapan terus dimatangkan, antara lain penerapan protokol Covid secara ketat.
Pemerintah pusat pun tak bisa berbuat banyak dengan ‘solusi jalan tengah’ yang dilakukan sejumlah sekolah tersebut. Untuk merespons fenomena ini, Selasa (4/8/2020), jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri telah bertemu.
Mereka mendiskusikan revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri terkait Panduan Pembelajaran di Masa Covid yang terbit 15 Juni lalu. Di antara rumusan yang muncul dalam pertemuan tersebut adalah memberikan ‘lampu hijau’ dibukanya sekolah-sekolah meski berada di zona kuning atau oranye. (Baca juga: Epidemiologi UI Sebut Wajar Penambahan Kasus Corona Capai 1.000 Per Hari)
Kelonggaran ini diberikan karena melihat situasi di lapangan yang tak memungkinkan untuk diterapkan sekolah online seperti keterbatasan sarana, jaringan internet maupun anggaran untuk pembelian paket data kuota. Model pendidikan pesantren juga lebih banyak efektif jika santri bisa hadir langsung ke pondok.
“Pendidikan online tidak maksimal dan biayanya cukup besar. Kami mengusulkan ada evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ),” ujar Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama Waryono.
Jika pun dibuka, dia mewanti-wanti nantinya sekolah atau pondok pesantren akan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Khusus sekolah di zona merah juga tetap tidak boleh dibuka. “Tapi ini tentu dengan tingkat kehati-hatian (tinggi). Sekali lagi menyelamatkan jiwa itu lebih penting dari sekadar belajar,” ujarnya mantan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta tersebut.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengakui, soal pembukaan sekolah tidak bisa lagi berbasis data zona secara umum. Sebab situasi masing-masing wilayah di dalam zona bisa jadi berbeda. Untuk itu, jika ada keinginan pengelola sekolah membuka pembelajaran tatap muka sebaiknya ditentukan oleh daerah. Sebab daerahlah yang memahami secara spesifik kondisi di lapangan. (Baca juga: Alhamdulillah Ribuan Siswa Tak Mampu di Makassar Dapat Bantuan Tablet)
Sekolah online yang berlaku sejak pandemi Covid-19 ini nyatanya memicu beragam masalah di lapangan. Banyaknya kendala-kendala itu akhirnya membuat sejumlah sekolah maupun pesantren memutuskan untuk menggelar pembelajaran bertatap muka.
Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, SMP Negeri 2 Jatibarang diketahui telah menggelar sekolah tatap muka sejak tiga pekan lalu. Inisiatif ini dilakukan lantaran banyak siswa sekolah tersebut tidak memiliki smartphone yang menjadi sarana utama sekolah online. (Baca: Kegiatan Belajar Tatap Muka Belum Mendesak, Utamakan Kesehatan Anak-anak)
Madrasah Diniyah Awaliyah Mabdail Fallah Desa Sumur Bandung Kecamatan Cikulur Kabupaten Lebak, Banten juga mulai membuka kelas langsung sejak tiga hari lalu. Dalam waktu dekat, 21 SMP negeri maupun swasta di Kota Surabaya juga akan menyelenggarakan sekolah langsung kendati kota ini masih tergolong sepenuhnya aman dari Covid. Persiapan terus dimatangkan, antara lain penerapan protokol Covid secara ketat.
Pemerintah pusat pun tak bisa berbuat banyak dengan ‘solusi jalan tengah’ yang dilakukan sejumlah sekolah tersebut. Untuk merespons fenomena ini, Selasa (4/8/2020), jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri telah bertemu.
Mereka mendiskusikan revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri terkait Panduan Pembelajaran di Masa Covid yang terbit 15 Juni lalu. Di antara rumusan yang muncul dalam pertemuan tersebut adalah memberikan ‘lampu hijau’ dibukanya sekolah-sekolah meski berada di zona kuning atau oranye. (Baca juga: Epidemiologi UI Sebut Wajar Penambahan Kasus Corona Capai 1.000 Per Hari)
Kelonggaran ini diberikan karena melihat situasi di lapangan yang tak memungkinkan untuk diterapkan sekolah online seperti keterbatasan sarana, jaringan internet maupun anggaran untuk pembelian paket data kuota. Model pendidikan pesantren juga lebih banyak efektif jika santri bisa hadir langsung ke pondok.
“Pendidikan online tidak maksimal dan biayanya cukup besar. Kami mengusulkan ada evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ),” ujar Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama Waryono.
Jika pun dibuka, dia mewanti-wanti nantinya sekolah atau pondok pesantren akan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Khusus sekolah di zona merah juga tetap tidak boleh dibuka. “Tapi ini tentu dengan tingkat kehati-hatian (tinggi). Sekali lagi menyelamatkan jiwa itu lebih penting dari sekadar belajar,” ujarnya mantan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta tersebut.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengakui, soal pembukaan sekolah tidak bisa lagi berbasis data zona secara umum. Sebab situasi masing-masing wilayah di dalam zona bisa jadi berbeda. Untuk itu, jika ada keinginan pengelola sekolah membuka pembelajaran tatap muka sebaiknya ditentukan oleh daerah. Sebab daerahlah yang memahami secara spesifik kondisi di lapangan. (Baca juga: Alhamdulillah Ribuan Siswa Tak Mampu di Makassar Dapat Bantuan Tablet)