Dilema Kurikulum 2021: Pandemi Covid-19 dan Visi Merdeka Belajar
loading...
A
A
A
Pada sisi lain, ada instruksi Presiden agar kurikulum disesuaikan. Selain itu, adanya implementasi Merdeka Belajar yang dicanangkan Kemendikbud dalam berbagai aspek dan jenjang pendidikan. ”Termasuk menekankan aspek teaching at the right level memerlukan perubahan yang tepat,” ujarnya.
Dari sisi kompetensi, aspek penilaian ataupun mata pelajaran apa saja konten-konten kurikulum yang akan disederhanakan Maman menjawab, untuk detail-detail penyederhanaan itu masih dalam kajian internal. (Baca juga: Riau Jadi Pusat Perhatian Penanganan Karhutla)
Perubahan Kurikulum Butuh Kajian Matang
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai perubahan kurikulum merupakan langkah fundamental dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia. Karena itu, sebelum perubahan kurikulum pihak berwenang harus melakukan kajian matang, termasuk kajian yang didasarkan pada survei dan masukan dari ahli pendidikan.
“Pergantian kurikulum merupakan langkah besar yang harus dikaji dengan matang. Ibarat membangun rumah, kurikulum merupakan fondasi yang jika diganti akan berdampak besar pada bentuk dan model rumah itu sendiri. Pergantian kurikulum bisa saja akan mengganti bentuk dan model pendidikan kita selama ini,” ujarnya.
Huda menilai pergantian kurikulum pendidikan saat ini relatif tidak mendesak untuk dilakukan. Pertama, karena saat ini masih situasi pandemi, saat seluruh sivitas pendidikan masih belum bisa melakukan pembelajaran secara optimal. Saat ini konsentrasi semua elemen bangsa masih tertuju pada upaya penanggulangan wabah korona sehingga upaya merumuskan kurikulum bisa jadi tidak akan maksimal. (Baca juga: Tangani Wabah Corona, RI Pinjam Lagi ke ADB)
Kedua, masih belum ada hasil evaluasi capaian dari penerapan kurikulum 2013 sehingga tidak diketahui kelebihan dan kekurangan kurikulum tersebut bagi peserta didik di Tanah Air. “Pemerintah harus memberikan argumen-argumen sebagai raison d’etre kenapa kurikulum harus diubah, termasuk capaian, kekurangan, dan kelebihan dari kurikulum 2013,” katanya.
Politikus PKB ini mengingatkan, jangan sampai kurikulum pendidikan terus berubah setiap terjadi pergantian menteri pendidikan dan kebudayaan. Kurikulum bukanlah penerjemahan dari visi-misi mendikbud. Kurikulum lebih merupakan rencana dasar tentang tujuan, materi pembelajaran, bahkan cara mengajar yang digunakan sebagai pedoman oleh para pengajar demi tercapainya tujuan akhir pembelajaran.
“Jadi, bayangkan saja kalau sedemikian strategisnya fungsi dari kurikulum, tapi kemudian harus berganti setiap lima tahun sekali. Pasti hal itu akan menyulitkan para sivitas pendidikan dari guru, siswa, maupun wali siswa,” katanya.
Rencana pergantian kurikulum, kata Huda, pasti akan banyak memicu kegaduhan. Apalagi jika rencana tersebut tidak melalui kajian matang. Buktinya rencana pergantian kurikulum di era Mendikbud Nadiem Makarim banyak dikritik penggiat pendidikan karena tidak melibatkan banyak pakar dan ahli pendidikan. Apalagi, muncul kabar jika Kemendikbud hanya melibatkan entitas tertentu dalam perubahan kurikulum 2021. (Baca: Penting Deteksi Dini dan Kenali Gejala Pikun)
Dari sisi kompetensi, aspek penilaian ataupun mata pelajaran apa saja konten-konten kurikulum yang akan disederhanakan Maman menjawab, untuk detail-detail penyederhanaan itu masih dalam kajian internal. (Baca juga: Riau Jadi Pusat Perhatian Penanganan Karhutla)
Perubahan Kurikulum Butuh Kajian Matang
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai perubahan kurikulum merupakan langkah fundamental dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia. Karena itu, sebelum perubahan kurikulum pihak berwenang harus melakukan kajian matang, termasuk kajian yang didasarkan pada survei dan masukan dari ahli pendidikan.
“Pergantian kurikulum merupakan langkah besar yang harus dikaji dengan matang. Ibarat membangun rumah, kurikulum merupakan fondasi yang jika diganti akan berdampak besar pada bentuk dan model rumah itu sendiri. Pergantian kurikulum bisa saja akan mengganti bentuk dan model pendidikan kita selama ini,” ujarnya.
Huda menilai pergantian kurikulum pendidikan saat ini relatif tidak mendesak untuk dilakukan. Pertama, karena saat ini masih situasi pandemi, saat seluruh sivitas pendidikan masih belum bisa melakukan pembelajaran secara optimal. Saat ini konsentrasi semua elemen bangsa masih tertuju pada upaya penanggulangan wabah korona sehingga upaya merumuskan kurikulum bisa jadi tidak akan maksimal. (Baca juga: Tangani Wabah Corona, RI Pinjam Lagi ke ADB)
Kedua, masih belum ada hasil evaluasi capaian dari penerapan kurikulum 2013 sehingga tidak diketahui kelebihan dan kekurangan kurikulum tersebut bagi peserta didik di Tanah Air. “Pemerintah harus memberikan argumen-argumen sebagai raison d’etre kenapa kurikulum harus diubah, termasuk capaian, kekurangan, dan kelebihan dari kurikulum 2013,” katanya.
Politikus PKB ini mengingatkan, jangan sampai kurikulum pendidikan terus berubah setiap terjadi pergantian menteri pendidikan dan kebudayaan. Kurikulum bukanlah penerjemahan dari visi-misi mendikbud. Kurikulum lebih merupakan rencana dasar tentang tujuan, materi pembelajaran, bahkan cara mengajar yang digunakan sebagai pedoman oleh para pengajar demi tercapainya tujuan akhir pembelajaran.
“Jadi, bayangkan saja kalau sedemikian strategisnya fungsi dari kurikulum, tapi kemudian harus berganti setiap lima tahun sekali. Pasti hal itu akan menyulitkan para sivitas pendidikan dari guru, siswa, maupun wali siswa,” katanya.
Rencana pergantian kurikulum, kata Huda, pasti akan banyak memicu kegaduhan. Apalagi jika rencana tersebut tidak melalui kajian matang. Buktinya rencana pergantian kurikulum di era Mendikbud Nadiem Makarim banyak dikritik penggiat pendidikan karena tidak melibatkan banyak pakar dan ahli pendidikan. Apalagi, muncul kabar jika Kemendikbud hanya melibatkan entitas tertentu dalam perubahan kurikulum 2021. (Baca: Penting Deteksi Dini dan Kenali Gejala Pikun)