Teliti UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Dede Yusuf Raih Doktor Cumlaude

Rabu, 10 Februari 2021 - 23:05 WIB
loading...
Teliti UU Perlindungan...
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi berhasil meraih gelar Doktor dengan yudisium Cumlaude dari Program Doktor Administrasi Publik FISIP Unpad. Foto/Dok/Unpad
A A A
BANDUNG - Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi berhasil meraih gelar Doktor dengan yudisium Cumlaude dari Program Doktor Administrasi Publik FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad).

Penyusunan UU NO 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) menempuh jalan panjang. UU pengganti dari UU No 39/2004 ini memiliki riwayat usulan dan pembahasan yang cukup lama sejak 2010. Namun, di era kepengurusan DPR RI 2014-2019, UU ini bisa disusun dan dibahas dalam waktu 2 tahun saja.



Penyusunan UU PPMI yang terbilang cepat di periode DPR RI 2014-2019 menjadi penelitian disertasi dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi dari Program Doktor Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran.

Disertasi berjudul Pembuatan Kebijakan Pekerja Migran: Studi Penyusunan UU 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dipresentasikan Dede dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor yang digelar dengan kombinasi luring dan daring di kampus Pascasarjana FISIP Unpad, Bandung, Selasa (9/2) lalu.

Menurut Dede Yusuf, proses penyusunan kebijakan publik UU PPMI yang rampung dalam 2 tahun terbilang unik. Keterlibatan sipil dalam penyusunan UU diyakini menjadi salah satu faktor yang mempercepat UU PPMI disahkan.



“DPR RI saat itu lebih terbuka dengan stakeholder, dimulai dari penyusunan naskah akademik sampai proses rapat di DPR,” ujar mantan Ketua Komisi IX DPR seperti yang dikutip dari laman resmi Unpad di unpad.ac.id, Rabu (10/2).

Wakil Gubernur Jawa Barat 2008-2013 ini menjelaskan, dengan kerja bersama antara pemerintah, panitia kerja, dan masyarakat sipil, tercipta kesamaan persepsi dari UU PPMI Ini. Dengan demikian, UU PPMI memiliki satu visi yang sama, yaitu mengatur perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia.

Komitmen politik dalam UU ini dapat diterima oleh pihak yang berkepentingan, sehingga konflik kepentingan dalam diminimalisasi. Berdasarkan hasil penelitian Dede Yusuf di lapangan, proses formulasi yang terdiri dari policy making, agenda setting hingga adopsi UU PPMI diperkuat oleh dua faktor, yaitu komunikasi dan kepemimpinan (leadership).



Dua faktor ini berperan penting dalam menyinergikan beragam kepentingan dalam proses perumusan kebijakan. “Komunikasi diperlukan untuk memperkuat koordinasi sekaligus mendukung pencapaian tujuan. Dibukanya keran komunikasi dengan masyarakat sipil mendukung tersusunnya UU tersebut,” kata Dede Yusuf.

Sementara, faktor kepemimpinan berpengaruh untuk pencapaian kesamaan visi dalam perumusan kebijakan. Menurut Dede Yusuf, proses penyusunan UU membutuhkan pemimpin yang mampu berperilaku baik untuk menjalin hubungan yang baik dengan berbagai pemangku kepentingan.

“Pemimpin harus melepaskan kepentingan pribadi dan sektoral sehingga sinergis dengan tujuan kebijakan,” terangnya.
(mpw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2558 seconds (0.1#10.140)