Marak Obat Herbal Ilegal, Ini Kata Pakar Biofarmaka Tropika IPB University
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam pembuatan obat herbal dan jamu, standarisasi merupakan proses yang paling penting. Selain menjamin keamanannya, klaimnya turut terjamin. Terlebih di tengah maraknya obat jamu ilegal yang mudah dibeli di pasaran.
Dr Mohammad Rafi, Peneliti Pusat Studi Biofarmaka Tropika, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University turut menjelaskan pentingnya standarisasi dalam produksi obat jamu dan herbal.
Ia mengatakan bahwa urgensi ini harus menjadi perhatian bersama untuk melakukan standarisasi agar farmakologi bersifat konsisten. Beberapa hal sudah dilakukan oleh berbagai pihak dari penyedia bahan baku hingga produsen obat herbal.
“Terutama komponen kimia dalam tanaman obat tergantung pada kondisi yang dialami. Produsen harus memformulasi jamu dengan komposisinya yang kompleks dengan variasi konsentrasi dan belum diketahui total senyawa yang terkandung di dalamnya,” ujarnya dalam Bincang Riset Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional (PRBBOOT) BRIN, Kamis (29/9/2022).
Ia mencontohkan pengembangan tanaman obat kunyit dan temulawak untuk mengetahui perbedaan kadar kurkuminoidnya. Fluktuasi farmakologi tanaman herbal ini dapat memiliki nilai yang beragam pada lokasi tanam berbeda. Pada tanaman pegagan, kadar madekassida, asiatikosida, asam madekasat dan asam asetat dapat mengalami fluktuasi pada waktu panen yang berbeda.
Dosen Divisi Kimia Analitik Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University ini melanjutkan, wacana untuk mengembangkan obat herbal jamu tersaintifikasi sudah ada sejak lama.
Karakteristik tanaman juga bersifat multikomponen sehingga harus ada kajian lebih lanjut. Dalam proses standarisasi, produsen akan dihadapkan oleh kompleksitas dan pemurniaan senyawanya.
“Tapi memang derajat kompleksitasnya besar sekali, sehingga nanti kita berhadapan dengan banyak senyawa, autentik atau tidaknya bahan baku itu akan menjadi diperlukan,” tambahnya.
Dr Mohammad Rafi, Peneliti Pusat Studi Biofarmaka Tropika, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University turut menjelaskan pentingnya standarisasi dalam produksi obat jamu dan herbal.
Baca Juga
Ia mengatakan bahwa urgensi ini harus menjadi perhatian bersama untuk melakukan standarisasi agar farmakologi bersifat konsisten. Beberapa hal sudah dilakukan oleh berbagai pihak dari penyedia bahan baku hingga produsen obat herbal.
“Terutama komponen kimia dalam tanaman obat tergantung pada kondisi yang dialami. Produsen harus memformulasi jamu dengan komposisinya yang kompleks dengan variasi konsentrasi dan belum diketahui total senyawa yang terkandung di dalamnya,” ujarnya dalam Bincang Riset Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional (PRBBOOT) BRIN, Kamis (29/9/2022).
Ia mencontohkan pengembangan tanaman obat kunyit dan temulawak untuk mengetahui perbedaan kadar kurkuminoidnya. Fluktuasi farmakologi tanaman herbal ini dapat memiliki nilai yang beragam pada lokasi tanam berbeda. Pada tanaman pegagan, kadar madekassida, asiatikosida, asam madekasat dan asam asetat dapat mengalami fluktuasi pada waktu panen yang berbeda.
Baca Juga
Dosen Divisi Kimia Analitik Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University ini melanjutkan, wacana untuk mengembangkan obat herbal jamu tersaintifikasi sudah ada sejak lama.
Karakteristik tanaman juga bersifat multikomponen sehingga harus ada kajian lebih lanjut. Dalam proses standarisasi, produsen akan dihadapkan oleh kompleksitas dan pemurniaan senyawanya.
“Tapi memang derajat kompleksitasnya besar sekali, sehingga nanti kita berhadapan dengan banyak senyawa, autentik atau tidaknya bahan baku itu akan menjadi diperlukan,” tambahnya.