Kehadiran Kampus Asing, Antara Waswas dan Kualitas

Jum'at, 21 Mei 2021 - 06:01 WIB
loading...
Kehadiran Kampus Asing, Antara Waswas dan Kualitas
Kehadiran kampus asing di dalam negeri diharapkan kian mendorong perbaikan kualitas perguruan tinggi. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Monash University akan menjadi kampus asing pertama yang resmi membuka cabang di Indonesia. Mereka menawarkan program master dan doktoral (PhD), serta program eksekutif.

Monas University sudah mendapatkan entitas legal setelah mendapatkan izin dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan nama Yayasan Monash University Indonesia dan dikenal dengan Monash Indonesia pada November 2020.

Presiden Universitas Monash Margaret Gardner AC mengatakan, legalitas kampus Monash di Indonesia merupakan bentuk komitmen mereka terhadap Indonesia.

“Universitas Monash Indonesia akan dibuka pada 2021 akan akan terus memperluas kehadiran internasional,” ujarnya.

Gardner menjanjikan Universitas Monash Indonesia akan menciptakan kolaborasi penelitian global dan menciptakan pengembangan profesional dan kerja sama dengan industri. “Itu akan menjadikan Monash lebih kuat dengan jaringan dinamis di Australia, Italia, Malaysia, China, dan India,” ujar Gardner.



Wakil Rektor Universitas Monash Andrew MacIntyre menambahkan, Monash Indonesia akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan sosial, ekonomi dan teknologi di Indonesia. “Setelah mendapatkan lisensi akan mengizinkan kita mendesain kampus di pusat kota yang modern,” katanya.

Demi menari minat mahasiswa Tanah Air, Monash membuka program yang diminati dan memiliki prospek cerah di masa depan seperti data science dan teknologi digital, desain urban dan infrastruktur, industri kreatif dan entrepreneurship, serta kebijakan publik dan kesehatan.

Monash bisa masuk ke Indonesia setelah melewati berdebatan panjang tentang kehadiran kampus asing di Indonesia. Faktanya, Indonesia sangat tertinggal dibandingkan Malaysia dan Singapura yang sudah membuka diri dengan kehadiran kampus asing. Meski terlambat, Indonesia tetap berpeluang besar untuk masuknya kampus asing karena jumlah mahasiswa yang besar dan prospek perkembangan Indonesia di masa depan.



Malaysia misalnya, merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang sangat terbuka dengan kehadiran kampus asing asal Australia, Inggris, Irlandia, dan China. Umumnya kampus asing di Negeri Jiran masuk dalam 100 kampus terbaik dunia versi QS World University Rankings yang menawarkan program sama dengan kampus asalnya. Kampus asing menawarkan kualifikasi dan kualitas pendidikan yang sama dengan di mana asal kampus tersebut.

Ada pun 10 kampus internasional yang membuka cabang di Malaysia seperti (1) Curtin University, Sarawak; (2) Monash University, Selangor; (3) Swinburne University of Technology, Sarawak; (4) The University of Nottingham Malaysia, Selangor; (5) Heriot-Watt University Malaysia, Putrajaya; (6) Newcastle University Medicine Malaysia, Educity, Johor; (7) University of Southampton – Malaysia Campus, Educity, Johor; (8) University of Reading Malaysia, Educity, Johor; (9) Xiamen University Malaysia Campus, Selangor; (10) Royal College of Surgeons in Ireland and University College Dublin Malaysia Campus, Penang.



Malaysia sudah membuka kehadiran kampus asing di sana sejak 1998 ketika Monash University membangun cabang di sana. Yang terbaru adalah Xiamen University Malaysia beroperasi pada 2015. Kehadiran kampus asing di Malaysia itu tentunya menjadi keuntungan bagi warganya. Dengan biaya kampus dan operasional hidup hemat 40%, mereka tetap mendapatkan kualifikasi pembelajaran yang sama dengan di kampus asalnya.

Selain Malaysia, Singapura juga sudah sejak lama membuka diri dengan masuknya kampus asing. Sedikitnya ada 16 kampus asing yang membuka cabang di singapura sejak 1998. Kampus asing tersebut adalah (1) The University of Adelaide, (2) Fontainebleau, France; (3) University of Chicago Graduate School of Business; (4) Queen Margaret University, Edinburgh; (5) James Cook University Singapore; (6) S.P Jain School of Global Management; (7) ESSEC Business School; (8) Cardiff Metropolitan University; (9) University of Nevada Las Vegas Singapore; (10) New York University's Tisch School of the Arts; (11) Curtin University Singapore; (12) DigiPen Institute of Technology Singapore; (13) University of Redmond, Washington, USA; (14) Temple University Singapore; (15) Embry-Riddle Aeronautical University; dan (16) Yale NUs College.

Kehadiran kampus asing di Singapura seiring perkembangan industri keuangan dan perbankan yang berkembang pesat di negara tersebut. Selain itu, kampus asing itu juga melihat kesempatan Singapura sebagai hub di mana banyak warga negara Asia lainnya tinggal dan belajar di Negeri Singa tersebut.

Lantas, bagaimana dengan kehadiran kampus asing di Indonesia? Apakah itu bisa meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia atau justru menjadi ancaman bagi pendidikan Indonesia dengan dalih nasionalisme atau patriotisme?

Sebab, seharusnya pada era perkembangan teknologi yang semakin pesat dan keterbukaan investasi, masuknya kampus asing justru akan menambah citra positif Indonesia di luar negeri. Bahkan, Indonesia juga harus siap menghadapi persaingan dengan kampus asing di depan mata.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) Nizam menuturkan, kebijakan penyelenggaraan pendidikan tinggi dari luar negeri sudah diatur dalam Permenristekdikti Nomor 53/2018. Kehadiran perguruan tinggi kelas dunia di Indonesia, kata dia, mendekatkan layanan pendidikan tinggi berkualitas bagi masyarakat luas, menghemat devisa yang keluar, sekaligus mendorong peningkatan mutu perguruan tinggi di dalam negeri.



"Hanya sebelum masuknya Monash University, selama ini belum ada PT (perguruan tinggi) kelas dunia yang masuk ke Indonesia. Alhamdulillah tahun ini Monash University membuka kampus cabang di Indonesia. Harapan kita kehadiran Monash University (peringkat 55 QS, peringkat 1 PT terbaik Australia), akan mendorong PT kelas dunia lainnya untuk hadir di Indonesia," ujar Nizam kepada KORAN SINDO, di Jakarta, Rabu (19/5/2021) sore.

Dia menjelaskan, selama ini tak kurang dari 20.000 orang Indonesia yang kuliah di luar negeri. Dengan hadirnya PT kelas dunia di Indonesia, anak Indonesia mempunyai kesempatan lebih luas untuk belajar di perguruan tinggi kelas dunia tanpa harus ke luar negeri.

"Dengan biaya yang lebih murah, mendapatkan pendidikan dengan kurikulum dan kualitas yang sama dengan kampus induknya," imbuhnya.

Nizam membeberkan, kehadiran perguruan tinggi yang bermutu tentunya akan mendorong perguruan tinggi di dalam negeri untuk meningkatkan mutunya juga. Jadi menurut Kemendikbud-Ristek, kata dia, dampaknya tentu positif bagi peningkatan mutu perguruan tinggi di dalam negeri. Selain itu, perguruan tinggi di Luar Negeri tersebut juga harus bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta.

"Sehingga dapat menularkan kualitasnya pada perguruan tinggi di Indonesia," ungkapnya.

Dia menggariskan, sesuai dengan UU Pendidikan Tinggi, maka perguruan tinggi luar negeri yang menyelenggarakan prodi sarjana (S1/D4) wajib menyelenggarakan mata kuliah wajib kurikulum yakni Pancasila, Kewarganegaraan, Agama, dan Bahasa Indonesia bagi mahasiswa warga negara Indonesia. Dengan demikian, menurut Nizam, nasionalisme para mahasiswanya tetap terjaga.

Ini tentu lebih positif dibandingkan kalau anak-anak kita studi di luar negeri yang kita tidak tahu kurikulumnya seperti apa.

"Dan tentunya kalau di luar negeri tidak diajarkan keempat mata kuliah wajib tersebut," tegasnya.

Di sisi lain, lanjut dia, perguruan tinggi di Indonesia sebaiknya memanfaatkan kehadiran perguruan tinggi kelas dunia dari luar negeri untuk bisa bekerjasama dan meningkatkan mutunya.

Nizam juga memaparkan, untuk perguruan tinggi negara lain yang boleh buka di Indonesia maka pemerintah dalam hal ini Kemendikbud-Ristek membatasi pada perguruan tinggi top 200 berdasar berbagai pemeringkatan yang ada atau atas pertimbangan khusus kebutuhan pengembangan bidang tertentu.

"Selain itu, perguruan tinggi luar negeri tersebut juga harus berprinsip nirlaba, sama dengan perguruan tinggi di Indonesia," bebernya.

Dia lantas menuturkan, tugas pemerintah memberikan kesempatan terbaik bagi anak-anak bangsa dan masa depan bangsa untuk mendapatkan pendidikan terbaik. Kehadiran perguruan tinggi terbaik di Indonesia tentunya memberi kesempatan tersebut. Selain itu menurut Nizam, kehadiran perguruan tinggi luar negeri sekaligus juga membuka kesempatan bagi perguruan tinggi di dalam negeri.

"Untuk meningkatkan mutunya dengan bekerjasama dengan perguruan tinggi kelas dunia tersebut," ucap Nizam.

Sementara iitu, Ketua Forum Rektor Arif Satria mengatakan, hadirnya perguruan tinggi asing adalah sebagai konsekuensi dari keterlibatan Indonesia di World Trade Organization (WTO). Hal ini, kata Arif, sudah menjadi pembahasan panjang saat Omnibuslaw ramai diperbincangkan.

“Memang hadirnya kampus asing merupakan konsekuensi dari keterlibatan Indonesia di WTO. Dan, ini sudah dibahas cukup panjang lebar saat pembahasan Omnibuslaw,” ujar Arif yang juga Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB).

Namun Indonesia harus lebih pintar lagi menghadapi situasi. Menurutnya, yang bisa dilakukan adalah Indonesia harus memetik kesempatan dari hadirnya kampus asing tersebut.

“Yaitu, opportunity kerjasama pendidikan dan penelitian. Kita bisa membangun konsorsium riset bersama mereka. Juga peluang untuk membuat mereka bisa membantu mempercepat peningkatan kualitas pendidikan tinggi kita. Sebenarnya kita harus bangga bahwa kualitas dosen kita tidak selamanya kalah dengan mereka,” tegasnya.

Keberadaan perguruan tinggi asing di Indonesia seharusnya dibarengi dengan syarat khusus yaitu mereka harus berbasis pada riset university, bukan hanya teaching university. Dengan demikian Indonesia bisa mendapat manfaat dari kehadiran perguruan tinggi asing di Indonesia.

“Saya setuju mereka diarahkan untuk memperkuat research University. Dia (perguruan tinggi asing) harus mendampingi perguruan tinggi nasional untuk peningkatan kualitas pembelajaran, riset, dan tata kelola,” ungkapnya.

Arif tidak menampik bahwa kehadiran perguruan tinggi asing di Indonesia memang bisa memakan pasar mahasiswa yang ada di Tanah Air, utamanya perguruan tinggi swasta. Untuk IPB sendiri, Arif meyakini tidak akan tergerus pasarnya karena perbedaan segmen pasar.

“Pasti menggerus pasar perguruan tinggi swasta. IPB tidak merasa tergerus dengan kehadiran mereka. Segmen pasar kita beda,” pungkasnya.

Pengamat dan praktisi pendidikan dari Center for Education Regulation and Development (CERDAS) Indra Charismiadji berpendapat sah-sah saja jika ada perguruan tinggi asing seperti Monash University membuka cabang di Indonesia. Hal itu berarti Indonesia membuka diri sebagai bagian dari UU Ciptakerja karena membuka investasi asing.

Hanya saja akan menjadi hal yang disayangkan kalau yang dibuka adalah kampus dengan program teaching university. ‘’Kalau teaching university itu ya universitas sebagai tempat belajar, sebagai tempat untuk mencari gelar. Menurut saya itu dampaknya terlampau kecil untuk Indonesia,’’ katanya.

Dia menuturkan bahwa kelemahan sistem pendidikan tinggi di Indonesia adalah semua universitas yang ada merupakan teaching university. Sebaliknya Indonesia tidak punya riset university. Kondisi ini berbeda dengan perguruan tinggi asing di negara besar yang mengutamakan riset.

‘’Jadi mereka mengajar berdasarkan hasil riset. Kalau kita tidak punya riset tapi mengajar saja,?’’ tegasnya.

Indra menandaskan, kalau Indonesia mau mengambil keuntungan besar dengan membuka perguruan tinggi asin di dalam negeri maka yang menjadi fokus bukan pada pencarian mahasiswa. Jika hanya itu orientasinya sama saja dengan menjadikan Indonesia sebagai pasar. Padahal yang dibutuhkan adalah universitas yang melakukan riset.

‘’Nah kalau Monash University itu yang dikembangkan adalah riset university-nya, itu akan menjadi tempat belajar perguruan tinggi Indonesia yang lain. Dan itu dampaknya akan sangat besar untuk perkembangan Indonesia sendiri. Tapi mungkin Kemendikbud tidak berfikir sampai kesana. Selalu berfikirnya Indonesia sebagai pasar bukan sebagai tempat riset padahal banyak hal yang bisa diriset di Indonesia,’’ ucapnya.

Hadirnya perguruan tinggi asing di Indonesia bisa memberikan kontribusi terhadap kualitas pendidikan kalau yang masuk adalah research university. Sehingga yang menjadi fokus adalah di risetnya, bukan pada pencarian mahasiswa.



‘’Kalau nyari mahasiswa ya cuma sebatas jualan, itu tidak penting. Yang paling penting adalah risetnya. Dari riset baru nanti mengajar berdasarkan hasil riset. Itu yang dibutuhkan. Kalau mau masuk ke Indonesia maka kembangkanlah risetnya bukan program S2 atau S3 karena itu jualan gelar. Yang penting riset dengan level internasional,’’ tegasnya.

Banyak yang khawatir dengan masuknya kampus asing karena sistem pendidikak indonesia belum siap. Indra berpandangan bahwa memang sistem pendidikan Indonesia belum siap. Karena untuk kemampuan dasar saja belum siap sehingga akan sulit untuk membahas ke tingkatan yang lebih tinggi. Itulah mengapa sangat penting masuknya riset university ke Indonesia karena nantinya bisa sekaligus meriset tentang kenapa Indonesia itu sekolah bukan tambah pinter tapi malah bodoh.

‘’Kenapa anggaran pendidikan besar tetapi membaca saja sulit. anggaran pendidikan besar guru sudah begitu sejahtera (dalam konteks guru PNS) tapi kenapa kemampuan membaca tidak meningkat, malah semakin turun? Nah itu perlu diriset baru tahu solusinya apa,’’ ujarnya.

Hal itu yang belum dilakukan selama ini. Itu juga alasan kuat menurutnya mengapa Indonesia memerlukan banyak riset. Tujuannya agar masalah yang ada di Indonesia bisa menemukan solusi secara ilmiah.

‘’Dan itu yang tidak dimiliki perguruan tinggi kita. Karena semua teaching university, bukan riset. Itu yang kita butuhkan," ujar dia.

Indra menambahkan, butuh perbaikan besar dalam mengelola perguruan tinggi. Harus diingat bahwa kampus asing jangan sampai hanya menjadi tempat untuk mencari gelar, apalgi disinyalir universitas asing ini tujuan utamanya lebih ke komersialisasi.

"Kalau bicara gelar, akhirnya kita bicara jual beli gelarnya bukan transfer ilmunya. Itu yang harus kita pertimbangkan dalam kita bicara punya program pembangunan SDM,’’ katanya.

Sekali lagi Indra menegaskan bahwa kehadiran perguruan tinggi asing di Indonesia bisa meningkatkan kualitas SDM sepanjang basisnya adalah riset. Indonesia tidak butuh semakin banyaknya teaching university, tetapi yang dibutuhkan adalah riset university dan itu menjadi kunci.

"Ya saya yakin (perguruan tinggi asing bisa meningkatkan SDM), asal yang masuk adalah riset university bukan teaching university. Kita tidak butuh semakin banyak teaching university kita butuh riset university, itu kuncinya,” ujarnya.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2773 seconds (0.1#10.140)