Bung Karno: Sajak Perjuangan Rakyat Indonesia
loading...
A
A
A
Baca Juga
Narasumber lain, Happy Salma membacakan puisi Bung Karno berjudul ‘Sarinah-Sarinah’ tentang perjuangan perempuan tanah air di masa itu.
“Saya kagum sekali atas pandangan luas seorang Bung Karno, di awal usia republik ini. Wawasan internasional beliau sangat variatif, melihat bagaimana seharusnya perempuan-perempuan kita seperti apa. Kemerdekaan yang bagaimana, apakah versi pergerakan feminism, ala Kartini, ala Chalidah Hanum, atau ala Kollontay?” terang pemain teater kawakan itu.
Sarinah di sini digambarkan sebagai simbol dalam ideologi Bung Karno yakni kesetaraan posisi perempuan dalam suatu perjuangan kehidupan dan bukan untuk ditindas. Terbukti dengan adanya narasi: kemanusiaan akan terus pincang selama shaf yang satu menindas shaf yang lain.
“Sebuah penilaian personal Bung Karno menghargai orang-orang sekitar beliau, khususnya dari pengasuh perempuannya. Tak beda dengan saat bertemu seorang petani kecil dan melahirkan ideologi marhaenisme," kata Happy penuh semangat.
Adapun Widi Mulia Sunarya, penyanyi dan pemain seni peran membawakan musikalisasi puisi humanis Bung Karno berjudul ‘Dikantongi oleh Tuhan’, diambil dari buku ‘Ilmu dan Perjuangan’.
“Kita diprocotkan tidak di langit, tidak di laut,
Tapi diprocotkan di tanah air ini,
Yang dari tanah air inilah kita, saudara-saudara, dapat makanan dan minuman,
Yang dari tanah air inilah kita menghirup hawanya yang segar,
Tanah airlah tempat kita dari masih bayi merah itu
tumbuh menjadi manusia yang dewasa sekarang,
Hai manusia,
Cintailah Tuhan yang dulu mengantongi engkau.
Cintailah Ibu Bapakmu, dapur yang dibuat Tuhan untuk menggumelarkan engkau,
Cintailah tanah air yang di tempat itu engkau dapat minum, makan dan lain sebagainya…”
Menurut Widi, puisi ini menggambarkan kejenakaan sekaligus jiwa penuh kasih Bung Karno.
“Bung Karno menceritakan konsep kehidupan secara menyeluruh, tapi amat sederhana. Ada kata-kata ‘gumelar’, lalu ada kata ‘procot’. Beliau memang seorang seniman sejati. Lugas tapi tetap terasa pantas dan ringan,” kata perempuan kelahiran Jakarta, 42 tahun lalu itu.