Gandeng Hampir 20 Negara, Untar Gelar Konsorsium dan Konferensi Internasional
loading...
A
A
A
Sesi dilanjutkan dengan narasumber bidang Psikologi, Assoc. Prof. Md Azalanshah Bin MD Syed dari University of Malaya Malaysia yang membahas tentang “Narrative of Malaysian Modernity”.
"Modernisasi di Malaysia, budaya popular yang menghampiri Malaysia membuat munculnya kecenderungan untuk mengikuti budaya barat sementara budaya itu belum tentu cocok untuk kehidupan sosial Malaysia,” ujarnya.
Sementara itu Covid-19 yang merebak juga memberi dampak yang besar terhadap perempuan di Malaysia dimana perempuan dituntut untuk terus di rumah melakukan pekerjaan pekerjaan rumah tangga yang semakin menumpuk.
Drama-drama yang terpengaruh ajaran keagamaan juga membentuk sebuah konstruksi dimana image seorang perempuan dipertahankan untuk mengikuti bentuk tradisional budaya Malaysia.
“Dan di waktu yang bersamaan, penggambaran perempuan menunjukan akan adanya debat dan narasi tanpa ujung tentang ketidaksetaraan gender di dalam Malaysia yang modern,” kata Azalanshah.
Pembicara Assoc. Prof. Monty P. Satiadarma, Guru Besar Psikologi Untar, membahas tentang transformasi kehidupan edukasi dan work-life setelah Covid-19. Pembahasan diawali dengan bagaimana manusia terus melakukan transformasi berkali-kali tanpa sadar akibat keadaan dan pengalaman yang menimpa, gaya hidup terbentuk oleh keluarga dan lingkungan dimana manusia bertumbuh, hingga Covid-19 yang telah mengubah hidup manusia secara besar-besaran.
Dalam sesi ini pembicara membagikan berbagai cara mengantisipasi keadaan saat ini dan bagaimana menjadi kuat dalam menghadapinya seperti mengasah pemikiran kritis, menjadi toleran dengan orang lain, dan menjaga protokol sehingga bisa memberikan rasa safety buat orang lain, serta mengambil tanggung jawab menangani pandemi ini,” jelasnya.
Disaat yang bersamaan, konsorsium bidang hukum juga mengundang pembicara di bidang hukum Abdul Kadir yang membahas tentang Diplomasi Indonesia terhadap Human Trafficking. Abdul mengatakan bahwa human trafficking adalah hal yang terjadi secara terorganisir, merupakan sebuah ancaman terhadap keamanan.
“Perlu adanya kerjasama untuk memerangi tindakan yang merendahkan kemanusiaan dengan protokol yang memiliki tiga elemen inti yaitu mencegah, menekan, dan berefek jera,” ujarnya.
Kemudian pembicara kedua Prof. Eddy Pratomo membahas masa depan hukum di dalam periode transisi informasi teknologi dan new normal di Indonesia. Teknologi informasi memanglah menjadi jawaban dalam menghadapi permasalahan di era ini, dan pembicara mengatakan bahwa paradigma lama pun semakin tergeser dengan paradigma yang baru di masa ini. Pembicara mengatakan edukasi ilmu hukum tidak terlepas dari hal ini dan perlu ada metode untuk mempertahankan edukasi ilmu hukum secara berkelanjutan.
"Modernisasi di Malaysia, budaya popular yang menghampiri Malaysia membuat munculnya kecenderungan untuk mengikuti budaya barat sementara budaya itu belum tentu cocok untuk kehidupan sosial Malaysia,” ujarnya.
Sementara itu Covid-19 yang merebak juga memberi dampak yang besar terhadap perempuan di Malaysia dimana perempuan dituntut untuk terus di rumah melakukan pekerjaan pekerjaan rumah tangga yang semakin menumpuk.
Drama-drama yang terpengaruh ajaran keagamaan juga membentuk sebuah konstruksi dimana image seorang perempuan dipertahankan untuk mengikuti bentuk tradisional budaya Malaysia.
“Dan di waktu yang bersamaan, penggambaran perempuan menunjukan akan adanya debat dan narasi tanpa ujung tentang ketidaksetaraan gender di dalam Malaysia yang modern,” kata Azalanshah.
Pembicara Assoc. Prof. Monty P. Satiadarma, Guru Besar Psikologi Untar, membahas tentang transformasi kehidupan edukasi dan work-life setelah Covid-19. Pembahasan diawali dengan bagaimana manusia terus melakukan transformasi berkali-kali tanpa sadar akibat keadaan dan pengalaman yang menimpa, gaya hidup terbentuk oleh keluarga dan lingkungan dimana manusia bertumbuh, hingga Covid-19 yang telah mengubah hidup manusia secara besar-besaran.
Dalam sesi ini pembicara membagikan berbagai cara mengantisipasi keadaan saat ini dan bagaimana menjadi kuat dalam menghadapinya seperti mengasah pemikiran kritis, menjadi toleran dengan orang lain, dan menjaga protokol sehingga bisa memberikan rasa safety buat orang lain, serta mengambil tanggung jawab menangani pandemi ini,” jelasnya.
Disaat yang bersamaan, konsorsium bidang hukum juga mengundang pembicara di bidang hukum Abdul Kadir yang membahas tentang Diplomasi Indonesia terhadap Human Trafficking. Abdul mengatakan bahwa human trafficking adalah hal yang terjadi secara terorganisir, merupakan sebuah ancaman terhadap keamanan.
“Perlu adanya kerjasama untuk memerangi tindakan yang merendahkan kemanusiaan dengan protokol yang memiliki tiga elemen inti yaitu mencegah, menekan, dan berefek jera,” ujarnya.
Kemudian pembicara kedua Prof. Eddy Pratomo membahas masa depan hukum di dalam periode transisi informasi teknologi dan new normal di Indonesia. Teknologi informasi memanglah menjadi jawaban dalam menghadapi permasalahan di era ini, dan pembicara mengatakan bahwa paradigma lama pun semakin tergeser dengan paradigma yang baru di masa ini. Pembicara mengatakan edukasi ilmu hukum tidak terlepas dari hal ini dan perlu ada metode untuk mempertahankan edukasi ilmu hukum secara berkelanjutan.