Jatah Siluman Siswa Baru, Ribuan Kursi Kosong Disiapkan Sekolah Negeri
loading...
A
A
A
Arist bahkan tak ragu menyebutkan nama sejumlah sekolah negeri yang dilaporkan menawari orang tua murid untuk membeli kursi kosong saat PPDB lalu. "Di Depok terjadi jual-beli kursi dan ada 3-4 yang sudah dilaporkan ke Komnas PA. Bahkan ada yang sampai mau meminjam uang ke saya nilainya Rp5 juta," kata Arist. (Baca juga: Tragis! Hilang 4 Tahun Lalu, Indonesia Baru Ribut Cari Harta Karun)
Menurut dia, transaksi semacam ini semakin mempersulit kesempatan bagi para siswa mengakses pendidikan yang adil. Arist berujar, hal ini ditemui dalam PPDB di Bodetabek. Sudah muncul masalah kependudukan dalam sistem zonasi yang dipakai di PPDB, praktik jual-beli kursi semakin menambah sengkarut. "Akhirnya puluhan ribu anak kehilangan kesempatan belajar karena kuota sangat sedikit dan disinyalir ada kecurangan," kata Arist.
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf mengungkapkan, fenomena siswa titipan dan praktik kecurangan lainnya yang ditemukan dalam proses PPDB harus menjadi perhatian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdik) setempat sebagai kepanjangan tangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dengan demikian, Kepala Disdik (Kadisdik) harus lebih jeli mengawasi setiap tahapan pendidikan yang terjadi di daerah masing-masing.
“Begini, kalau titip-menitip itu sifatnya bahwa anak ini memiliki prestasi, tempat tinggal zonasinya di situ, dia punya kemampuan jadi sebetulnya bukan menitip, itu adalah meminta agar diurus dengan baik-baik. Sebab yang saya tahu beberapa laporan dari kepala sekolah dan lain-lain, menitip ini ada yang kebijaksaan juga dan ada juga yang pakai tekanan, dengan ancaman,” katanya. (Lihat videonya: Kawanan Monyet Liar Serbu Permukiman Warga di Lembang Bandung)
Politikus Partai Demokrat ini mencontohkan kasus yang terjadi di DKI Jakarta kemarin, banyak anak yang tidak masuk ke sekolah tersebut padahal tempat tinggalnya sesuai zonasi sekolah, dan juga anak-anak yang berprestasi. Tapi, anak yang di luar zonasi yang masuk ke sekolah tersebut. Dan sekarang baru ketahuan bahwa gagalnya siswa di DKI masuk ke sekolah tersebut karena kalah bersaing dengan anak-anak yang lebih mampu. “Siswa miskin tidak bisa masuk ke dalam sekolah karena kalah bersaing dengan anak-anak yang punya uang untuk bimbel dan les, punya kemampuan macam-macam,” ungkap Dede.
Untuk itu, Dede meminta agar pemerintah mengambil langkah dengan memasukkan anak-anak yang tidak terserap itu ke sekolah yang seharusnya. Jangan sampai anak-anak yang berhak kalah karena adanya tekanan dari luar sekolah. “Itu pendapat saya, karena saya lihat di daerah banyak juga tekanan-tekanan dari oknum-oknum,” ucapnya. (Hasan Kurniawan/Kiswondari)
Menurut dia, transaksi semacam ini semakin mempersulit kesempatan bagi para siswa mengakses pendidikan yang adil. Arist berujar, hal ini ditemui dalam PPDB di Bodetabek. Sudah muncul masalah kependudukan dalam sistem zonasi yang dipakai di PPDB, praktik jual-beli kursi semakin menambah sengkarut. "Akhirnya puluhan ribu anak kehilangan kesempatan belajar karena kuota sangat sedikit dan disinyalir ada kecurangan," kata Arist.
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf mengungkapkan, fenomena siswa titipan dan praktik kecurangan lainnya yang ditemukan dalam proses PPDB harus menjadi perhatian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdik) setempat sebagai kepanjangan tangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dengan demikian, Kepala Disdik (Kadisdik) harus lebih jeli mengawasi setiap tahapan pendidikan yang terjadi di daerah masing-masing.
“Begini, kalau titip-menitip itu sifatnya bahwa anak ini memiliki prestasi, tempat tinggal zonasinya di situ, dia punya kemampuan jadi sebetulnya bukan menitip, itu adalah meminta agar diurus dengan baik-baik. Sebab yang saya tahu beberapa laporan dari kepala sekolah dan lain-lain, menitip ini ada yang kebijaksaan juga dan ada juga yang pakai tekanan, dengan ancaman,” katanya. (Lihat videonya: Kawanan Monyet Liar Serbu Permukiman Warga di Lembang Bandung)
Politikus Partai Demokrat ini mencontohkan kasus yang terjadi di DKI Jakarta kemarin, banyak anak yang tidak masuk ke sekolah tersebut padahal tempat tinggalnya sesuai zonasi sekolah, dan juga anak-anak yang berprestasi. Tapi, anak yang di luar zonasi yang masuk ke sekolah tersebut. Dan sekarang baru ketahuan bahwa gagalnya siswa di DKI masuk ke sekolah tersebut karena kalah bersaing dengan anak-anak yang lebih mampu. “Siswa miskin tidak bisa masuk ke dalam sekolah karena kalah bersaing dengan anak-anak yang punya uang untuk bimbel dan les, punya kemampuan macam-macam,” ungkap Dede.
Untuk itu, Dede meminta agar pemerintah mengambil langkah dengan memasukkan anak-anak yang tidak terserap itu ke sekolah yang seharusnya. Jangan sampai anak-anak yang berhak kalah karena adanya tekanan dari luar sekolah. “Itu pendapat saya, karena saya lihat di daerah banyak juga tekanan-tekanan dari oknum-oknum,” ucapnya. (Hasan Kurniawan/Kiswondari)
(ysw)